Nationalgeographic.co.id - Masyarakat di Kekaisaran Romawi sangat sadar akan pentingnya kebersihan. Namun ketika kebersihan saja tidak cukup untuk melawan penyakit dan patah tulang, mereka juga bergantung pada dokter. Dokter di era Romawi belajar secara autodidak, sebagian dari mereka adalah orang Yunani dan sering kali penipu.
Dokter Romawi melakukan apa yang mereka bisa dengan pengetahuan yang mereka miliki. Pengetahuan tentang kesehatan di masa itu masih sederhana. Akan tetapi pengobatan Romawi meletakkan dasar yang kokoh bagi penerusnya untuk mengembangkannya. Banyak praktik medis Romawi yang masih digunakan hingga saat ini meskipun telah dikembangkan dalam berbagai cara.
Dental bridge dan implan
Untuk mengatasi masalah gigi, orang-orang Romawi mempunyai solusi yang tampaknya mereka pinjam dari orang-orang Etruria. Solusi itu adalah dental bridge. Dental bridge banyak ditemukan pada kerangka orang Romawi. Dengan cara ini, orang Romawi mendapatkan gigi tiruan yang digunakan untuk menggantikan satu atau lebih gigi yang hilang
Meskipun pencabutan gigi adalah solusi paling umum untuk mengatasi gigi busuk, beberapa orang Romawi yang mampu mampu membeli gigi baru. Untuk menunjukkan betapa umum cara ini, ada hukum Romawi yang melarang pengambilan emas yang digunakan untuk mengencangkan gigi. Mengapa dilarang? “Konon emas itu diambil dari mulut orang yang meninggal,” tulis Marijana Bakic di laman The Collector.
Gigi yang memenuhi rangka logam berasal itu dari gigi hewan atau manusia lain. Ada juga pembicaraan tentang implan gigi di kalangan orang Romawi, tetapi satu-satunya bukti yang mendukung hal ini masih diperdebatkan.
Amber untuk bayi
Bayi zaman modern sering kali dihias dengan kalung amber. Kalung amber dipercaya dapat membantu bayi yang mengalami tumbuh gigi. Orang Romawi, seperti yang disaksikan Pliny dalam Natural History, menggunakan amber untuk bayi baru lahir. Namun penggunaan amber di masa itu tidak secara khusus untuk tumbuh gigi. Sebaliknya, mereka menggunakan berbagai jenis amber sebagai jimat.
Pliny mengutip Callistratus sebagai pakar amber dan mengatakan bahwa dia merekomendasikan penggunaan amber sebagai jimat pada kalung. Amber juga digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit, termasuk masalah telinga, perut, mata, dan demam.
Galen memberikan resep obat pelega tenggorokan yang mengandung amber, digunakan untuk obat batuk, disentri, perut kembung, hingga gangguan usus. Di antara manfaat amber lainnya, Galen membahas tentang penyakit mulut.
Ada beberapa istilah yang menunjukkan amber yang digunakan secara bergantian oleh beberapa penulis kuno. Penjelasan logis untuk hal ini adalah bahwa obat-obatan yang mengandung amber dimasukkan ke dalam buku teks kedokteran dari pengobatan tradisional. Penggunaan amber untuk keperluan medis atau sejenisnya di zaman modern diduga berasal dari mitos yang dipercaya turun-temurun.
Operasi plastik
Para ahli bedah Romawi melakukan penjahitan luka secara ekstensif. Ada juga banyak intervensi menarik lainnya yang mereka lakukan untuk mempertahankan (dan terkadang memperbaiki) bentuk asli wajah pasien mereka. “Rhinoplasties merupakan rekonstruksi hidung termasuk yang paling umum,” tambah Bakic.
Papirus Edwin Smith dari milenium ke-2 SM Mesir memberikan penjelasan rinci tentang cara memperbaiki hidung yang patah, seperti yang dilakukan dokter Yunani Hippocrates. Galen dan Celsus, dari era Romawi, juga menawarkan beberapa instruksi untuk memperbaiki hidung, mulut, dan telinga. Celsus, misalnya, menganjurkan tempering pada lubang hidung, telinga, dan bibir ketika organ tersebut rusak akibat mutilasi.
Objek operasi tersebut sebagian besar adalah gladiator dan tentara. Celsus memperingatkan ahli bedah untuk tidak berurusan dengan orang tua dan orang sakit untuk intervensi ini. Pasalnya luka mereka tidak akan sembuh dengan cepat dan baik.
Gambaran pertama yang biasanya terlintas dalam pikiran mengenai operasi plastik adalah operasi korektif yang dilakukan untuk kecantikan. Faktanya, operasi untuk kecantikan ini juga terjadi di zaman Romawi kuno! Celsus mengomentari operasi telinga bagi mereka yang telinganya memanjang karena memakai anting-anting yang berat.
Bahkan cangkok kulit sudah ada di zaman Romawi kuno, meskipun kemudian dilupakan hingga abad ke-19. Salah satu tujuan pencangkokan kulit, yang dijelaskan oleh Galen, adalah rekonstruksi kulup, untuk membantu pria Yahudi menyerupai orang Romawi.
Operasi caesar
Digunakan di mana-mana di zaman modern, operasi caesar bukanlah penemuan Romawi atau metode melahirkan anak yang populer di Romawi kuno. Meski menggunakan kata caesar, operasi ini juga tidak ada hubungannya dengan Julius Caesar.
Pliny mencatat bahwa anak-anak yang lahir caesi a matris utero disebut caesones.
Lex Regia, yang kemudian menjadi Lex Caesaris, secara eksplisit menyatakan bahwa wanita hamil yang meninggal tidak boleh dikuburkan bersama bayinya. Istilah Lex Caesaris menurut beberapa orang memengaruhi istilah prosedur operasi caesar.
“Lex Regia melarang penguburan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan hamil, sebelum janinnya dikeluarkan. Barang siapa berbuat sebaliknya, dianggap menyebabkan musnahnya harapan hidup bersama ibu.”
Teks kedokteran kuno tidak menyebutkan metode melahirkan ini. Kasus operasi caesar yang diketahui semuanya merupakan post mortem dan semuanya berasal dari mitologi. Contohnya Dewa Dionysus dan Asclepius yang dilahirkan post mortem. Keduanya diambil dari tubuh ibu mereka yang telah meninggal. Dewa Adonis keluar dari pohon 10 bulan. Ibunya, Myrrha, diubah menjadi pohon oleh para dewa yang mencoba menyelamatkannya dari suaminya yang cemburu.
Melakukan prosedur operasi caesar pada ibu yang masih hidup tampaknya tidak populer. Namun beberapa peneliti modern mengeklaim hal itu dilakukan di komunitas Yahudi.
Soranus (abad ke-1-2 M), dokter Yunani kuno, menjelaskan tentang penyebab sulitnya persalinan dan kemungkinan posisi janin. Semua itu menjadi alasan untuk operasi caesar di zaman modern. Namun ia hanya menyarankan berbagai posisi bagi ibu bersalin tergantung pada alasan sulitnya persalinan. Dia menyebutkan pelumasan dan sitz-bath yang berminyak. Soranus juga menjelaskan manuver untuk membalikkan badan janin.
Siranus tidak pernah mempertimbangkan pilihan untuk membelah sang ibu. Sebaliknya, jika janin tidak merespons terhadap penarikan manual, ekstraksi dengan kait disarankan hanya untuk menyelamatkan ibu.
Analisa urine
Uroskopi, seperti yang dikenal hingga abad ke-17, adalah alat diagnostik yang sudah digunakan di Babilonia kuno dan Mesir kuno. Di Yunani, Hippocrates memiliki beberapa pengamatan yang cukup benar mengenai sampel urine dan hubungan penyakit. Penyakit ginjal didiagnosis berdasarkan gelembung yang terbentuk pada permukaan sampel urine. Lalu, darah dalam urine menunjukkan ulserasi kandung kemih, sedimentasi meningkat disertai demam, dan rasa manis pada urine menandakan diabetes.
Galen-lah yang memperbarui teori Hippocrates. Ia memulainya dengan deskripsi yang lebih akurat tentang urine dan bahkan diagnosis yang lebih spesifik berdasarkan sampel urine.
Beberapa praktik medis yang disebutkan di atas mencapai puncaknya pada zaman kuno dan kemudian diabaikan pada Abad Pertengahan. Namun, jika menyangkut uroskopi, praktik tersebut berkembang secara berlebihan sehingga hampir setiap penyakit didiagnosis berdasarkan sampel urine. Kata scopia dalam uroscopia berarti melihat, tetapi sebenarnya dokter juga menilai sampel dengan mencium dan bahkan mencicipi urine.
Tentu saja, analisis urine saat ini merupakan bantuan berharga bagi para ahli diagnosa. Meskipun ini bukan satu-satunya cara untuk menilai kondisi pasien. Bangsa Romawi kuno juga terkenal dengan pajak urinenya. Selain itu, urine juga digunakan untuk mencuci pakaian dan bahkan sebagai pasta gigi.
Pengobatan Romawi kuno merupakan kombinasi pengobatan tradisional dan pengetahuan yang diwarisi dari tetangganya. Dokter Romawi kuno mengembangkan instrumen bedah, resep obat, dan berbagai prosedur untuk membantu orang sakit. Banyak dari prosedur yang mereka gunakan dipelajari lebih mendalam dari waktu ke waktu. Ilmu kedokteran pun mengalami kemajuan berkat sumber daya baru dan perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, ide tersebut sudah ada lebih dari 2.000 tahun yang lalu.