Bagaimana Jadinya Jika Manusia Tidak Pernah Belajar Sejarah?

By Galih Pranata, Rabu, 15 Mei 2024 | 16:00 WIB
Patung Herodotus di depan Parliament of Austria di Vienna. Herodotus juga dikenang sebagai bapak sejarah yang mengurai sejarah sebagai bagian disiplin ilmu yang berguna hingga hari ini. (shishic)

Nationalgeographic.co.id—Mata pelajaran sejarah adalah bagian yang mungkin dipandang membosankan di bangku-bangku sekolah. Banyak orang bilang, sejarah hanya berisi dongengan masa lampau belaka.

Siapa yang akan tahu tentang kehidupan super-purbakala sejak terbentuknya bumi jutaan tahun silam? Siapa juga yang peduli tentang permulaan manusia dari bangsa kera menurut Darwin? Siapa yang berani jamin?

Hal paling sederhana, stigma "sejarah" selalu dipersandingkan dengan hal remeh-temeh di hari lalu. Seperti ketika seseorang bicara tentang mantan kekasihnya, itu dianggap bagian dari "kurikulum sejarah." Apakah sedangkal itu orang memandang sejarah? 

Benarkah jika mata pelajaran di bangku sejarah hanya bahan didaktis yang usang dan mengundang kantuk di sepanjang sesinya? Kini coba kita balik pertanyaannya, bagaimana jadinya jika manusia tidak pernah belajar sejarah?

Pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1966, Presiden Republik kala itu menggelorakan dalam pidatonya "Jasmerah." Semboyan yang dikenangkan sebagai akronim dari "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah."

Satu kutipan dari Winston Curchill jika manusia tidak belajar sejarah atau gagal dalam mempelajarinya, "maka mereka ditakdirkan untuk mengulanginya." Sebuah filosofi tentang kebutuhan seorang manusia untuk mampu mengurai hidupnya kini dan masa mendatang.

Betapa rentanya seorang yang tidak pernah belajar dari Flu Spanyol yang terjadi sepanjang 1918 hingga 1920. Padahal, satu nyawa yang melayang di tahun-tahun itu memberikan kita pandangan tentang betapa berharganya "nilai" dalam sejarah.

Bisa dikata, manusia yang tidak pernah belajar sejarah adalah seorang yang fakir wawasan dari sebuah pelajaran berharga di masa lalu. Mereka tidak akan pernah memahami bahwa hal mendatang yang merepotkan mereka, adalah sempalan sejarah yang berulang.

Meskipun sejarah tidak bisa dikatakan sepenuhnya berulang, namun secara garis besar, pola-pola yang terjadi di sebaliknya hampir serupa. Kita sebut Flu Spanyol yang kemudian pola kehidupan sosial yang terjadi kemudian berulang pada COVID-19.

Atau tak sedikit juga banyak tragedi, penciptaan, dan penemuan yang kemudian dikultuskan, adalah produk dari penyemaian masa-masa sejarah. Hal yang diciptakan untuk bisa membendung, mengantisipasi, atau mengobati hal-hal di hari depan.

Winston Curchill juga menegaskan bahwa sejatinya manusia hidup diciptakan oleh sejarah. Tinggal menjadi pilihan, maukah seseorang itu belajar dari pelajaran hidupnya atau dari sejarah?

"Seseorang yang belajar dari sejarah, akan memahami pola-pola yang terjadi dari sebungkus peristiwa masa lalu, dan menjadi antisipasinya kemudian," tulis George M. Eberhart.