Bagaimana Jadinya Jika Manusia Tidak Pernah Belajar Sejarah?

By Galih Pranata, Rabu, 15 Mei 2024 | 16:00 WIB
Patung Herodotus di depan Parliament of Austria di Vienna. Herodotus juga dikenang sebagai bapak sejarah yang mengurai sejarah sebagai bagian disiplin ilmu yang berguna hingga hari ini. (shishic)

Barangkali pikiran tentang urgensi membaca sejarah sudah dituliskan oleh George M.Eberhart kepada American Libraries Magazine dalam artikelnya berjudul The Urgency of History, terbitan 22 Juni 2019.

Ia menyebut bahwa "melalui belajar sejarah, itu dapat mempersiapkan anak-anak menghadapi masanya sendiri." Memikirkan sejarah juga bisa menjadi cara efektif bagi anak untuk memahami kondisi masa kini.

Jika ditarik benang merahnya, sejarah menjadi sempalan peristiwa penting yang terkesan dan memiliki pengaruh yang signifikan bagi khalayak luas. Dalam konteks ini, sejarah menjadi alat reflektif untuk memberikan wawasan kepada generasi muda.

Wawasan yang berupa perjalanan panjang, penuh dengan kisah dan hikmah hingga mencapai ke bentuknya yang sekarang. Baik secara kebendaan, maupun pemikiran. Permasalahannya, masih banyak generasi muda yang memandang bahwa sejarah hanya rapalan dan hafalan.

Ilustrasi pembelajaran sejarah, menghadirkan tokoh-tokoh sejarah di ruang kelas demi menanamkan nilai-nilai karakter dan pembelajaran bermakna. (Galih Pranata)

Di bangku pendidikan, sejarah hanya terkait dengan buku dan penghafalan pada konteks ruang dan waktu. Padahal sejatinya, sejarah mengajarkan lebih dari sekadar hitungan tahun dan angka-angka.

Lebih jauh, sejarah memberikan pembelajaran nilai. Bukan tentang kapan terjadinya proklamasi kemerdekaan, tapi tentang bagaimana urgensi proklamasi dan arti penting kemerdekaan bagi bangsa.

Jika menurut Michael Wagner kepada Medium, dalam artikelnya Do We Ever Learn From History? yang terbitan 4 Agustus 2022, menyebut bahwa "sejarah memberi kita kesempatan untuk belajar dari kesalahan orang lain di masa lalu."

Ia meneruskan jika "hal ini membantu kita masing-masing untuk memahami berbagai alasan mengapa orang berperilaku seperti itu."

Lebih-lebih, dalam tafsiran Titik Purni dalam jurnal Krinok berjudul Pentingnya Pendidikan Sejarah Sebagai Penguat Pendidikan yang Berkarakter, terbitan 2023, menyebut bahwa sejarah diletakkan sebagai disiplin ilmu yang berpengaruh pada pembentukan karakter.

Dalam jurnalnya, Titik mengimbuhi jika sejarah dilupakan, maka akan melemahkan identitas dan mengendurkan semangat persatuan. "Tidak mungkin suatu bangsa berkembang dan sejahtera jika tidak belajar dari sejarahnya," terusnya.

Sekarang, tinggal bagaimana kita sebagai manusia memaknai sejarah. Tentang kisah orang lain yang tidak hanya bersifat tekstual saja, tapi merupakan segumpalan hikmah yang dapat dipetik maknanya secara mendalam.

Utamanya dari bagian paling fundamental, pendidikan sejarah dan pembelajaran di dunia pendidikan, menjadi titik awal dari penanaman akan kesadaran sejarah bagi generasi mendatang.

Pendidik dan guru, berusaha sekeras mungkin untuk memahamkan tentang cara memandang sejarah sebagai bagian dari esensi, bukan semata afirmasi. Bukan hanya tentang tanggal dan nama-nama, tapi tentang mengapa dan bagaimana sejarah bertindak.

Galih Pranata

Guru Sejarah, Pengajar Karya Ilmiah Universitas Terbuka, Jurnalis, dan Penulis Buku Rerasan Guru Berkisah Pendidikan