Akhir Tragis Ritual Darah Menstruasi Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming

By Ade S, Selasa, 14 Mei 2024 | 20:03 WIB
Lukisan yang menggambarkan Kaisar Jiajing di kapal tongkang negaranya. Kisah kelam Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming, terobsesi dengan darah menstruasi dan ritual mengerikan yang menandai akhir era keemasan. (Seniman istana Dinasti Ming yang tidak dikenal.)

Nationalgeographic.co.id—Di balik kemegahan Dinasti Ming (1368-1644), tersembunyi kisah kelam Kaisar Jiajing (1527-1567).

Terobsesi dengan keabadian, dia terbuai dengan keyakinan bahwa meminum darah menstruasi perawan akan memberinya kunci untuk hidup abadi.

Obsesi ini menjadikannya salah satu tiran paling kejam dalam sejarah China.

Kekejaman Jiajing tidak hanya menyiksa para gadis, tetapi juga membawa tragedi bagi dirinya sendiri.

Pada tahun 1542, sekelompok selir yang muak dengan kekejamannya berusaha membunuhnya dengan mencekiknya dengan pita rambut.

Meskipun mereka gagal, Jiajing membalas dendam dengan keganasan yang tak tertandingi, mengeksekusi para selir dan seluruh keluarga mereka.

Darah Menstruasi dan Obsesi Keabadian

Dinasti Ming, yang memerintah China selama hampir 300 tahun (1368-1644), dikenal dengan era keemasannya di awal abad ke-15.

Di balik kemegahan porselen Jingdezhen yang indah, sutra yang halus, dan lukisan kuas yang memukau, tersimpan cerita kelam tentang kekejaman dan kesadisan para kaisarnya.

Salah satu contoh paling mengerikan adalah ritual darah menstruasi Kaisar Jiajing.

Melansir MailOnline, Jiajing, kaisar Ming ke-11, naik tahta pada tahun 1521.

Baca Juga: Dari 'Peras' Darah Perawan Hingga 'Bawa' para Selir ke Alam Baka, Ini Kisah Kebengisan Dinasti Ming

Terobsesi dengan pencarian keabadian, dia terbuai dengan keyakinan bahwa meminum darah menstruasi perawan akan memberinya kunci untuk hidup abadi.

Obsesi ini menjadikannya salah satu tiran paling kejam dalam sejarah China.

Selama 46 tahun masa pemerintahannya, Jiajing memerintahkan ribuan gadis muda untuk dibawa ke Kota Terlarang.

Gadis-gadis ini dipaksa menjalani hidup yang mengerikan, dikurung di harem, dan hanya diberi makan mulberi dan embun untuk menjaga "kemurnian" tubuh mereka.

Banyak yang meninggal karena kelaparan dan penyiksaan.

Darah menstruasi para gadis dikumpulkan dengan kejam dan diberikan kepada Jiajing dalam bentuk ramuan.

Dia meminumnya dengan penuh keyakinan, meskipun para tabib istana memperingatkannya tentang bahaya kesehatan yang ditimbulkan.

Akhir Tragis

Ritual darah menstruasi ini tidak hanya menyiksa para gadis, tetapi juga membawa tragedi bagi Jiajing sendiri.

Pada tahun 1542, sekelompok selir yang muak dengan kekejamannya berusaha membunuhnya dengan mencekiknya dengan pita rambut.

Meskipun mereka gagal, Jiajing membalas dendam dengan keganasan yang tak tertandingi, mengeksekusi para selir dan seluruh keluarga mereka.

Baca Juga: Tujuh Ekspedisi Dinasti Ming Tiongkok, Ada yang ke Jawa dan Sumatra

Kekejaman Jiajing tidak berhenti di situ. Dia menjadi semakin paranoid dan tidak percaya dengan siapa pun, termasuk para pejabatnya.

Pemerintahannya diwarnai dengan korupsi dan ketidakmampuan, dan pemberontakan mulai muncul di seluruh kekaisaran.

Dinasti Ming akhirnya runtuh pada tahun 1644, mengakhiri era keemasannya dengan tragedi.

Kaisar Jiajing, yang menghabiskan masa pemerintahannya dengan terobsesi pada ritual darah menstruasi dan kesenangan hedonistik, dikenang sebagai salah satu penguasa paling kejam dan tidak kompeten dalam sejarah China.

Kisah Kaisar Jiajing dan obsesinya pada darah menstruasi menjadi pengingat kelam tentang sisi gelap kekuasaan dan konsekuensi dari obsesi yang tak terkendali.

Di balik kemegahan Dinasti Ming, tersembunyi cerita tentang kekejaman dan tirani yang tak terbayangkan.

Kekejaman Jiajing dan ritual darah menstruasi yang mengerikannya menandai akhir era keemasan Dinasti Ming dan meninggalkan jejak kelam dalam sejarah China.