Nationalgeographic.co.id—Di masa kepemimpinan Mao Zedong, China dilanda berbagai penyakit yang disebabkan oleh hama.
Untuk mengatasi masalah ini, Mao Zedong meluncurkan Kampanye Four Pests pada tahun 1958. Kampanye ini bertujuan untuk membasmi empat hama utama: tikus, lalat, nyamuk, dan burung pipit.
Kampanye ini melibatkan seluruh rakyat China dan diiringi dengan propaganda besar-besaran.
Namun, niat baik Mao Zedong justru membawa konsekuensi yang tragis.
Pemusnahan massal burung pipit, yang dianggap sebagai hama utama, ternyata memicu ledakan populasi serangga, terutama belalang.
Belalang ini, yang tidak lagi memiliki predator alami, memakan habis tanaman di seluruh China, mengakibatkan gagal panen dan kelaparan yang meluas.
Bencana ini menewaskan jutaan orang dan menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah.
Artikel ini akan mengupas kisah tragis Kampanye Four Pests dan bagaimana niat baik Mao Zedong untuk memberantas hama justru berujung pada bencana ekologis yang dahsyat.
Dimulai Ketika Wabah Melanda China
Ketika komunis naik ke tampuk kekuasaan pada musim gugur 1949, China dipenuhi oleh penyakit menular yang melumpuhkan. Tuberkulosis, wabah, kolera, polio, malaria, cacar air, dan cacing tambang adalah penyakit endemik di sebagian besar wilayah negara.
Melansir Discover Magazine, sekitar 10,5 juta orang terinfeksi schistosomiasis, parasit hati yang terbawa air. Epidemi kolera merajalela di antara penduduk, terkadang menewaskan puluhan ribu orang dalam beberapa tahun. Angka kematian bayi mencapai 300 per 1.000 kelahiran hidup.
Baca Juga: Beda Nasionalisme Kekaisaran Jepang dan Tiongkok saat Lawan Penjajah
Dalam periode transisi politik dan sosial yang mendesak ini, menciptakan sistem kesehatan masyarakat nasional dan memberantas penyakit yang mengakar adalah langkah awal yang jelas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah Komunis mulai memprakarsai kampanye vaksinasi massal terhadap wabah dan cacar air, memvaksinasi hampir 300 juta orang. Infrastruktur sanitasi untuk air minum bersih dan pembuangan limbah diterapkan di seluruh negeri.
Meniru model perawatan kesehatan Uni Soviet, pemerintah membentuk sub-bagian petugas medis dan kesehatan masyarakat untuk melayani penduduk sebagai pelayan kesehatan, yang mengarahkan mereka untuk terjun ke daerah pedesaan dan mengobati penyakit sebisa mungkin dengan sumber daya terbatas yang tersedia.
Namun, dokter, imunisasi, dan sanitasi hanya bisa berbuat sampai sejauh itu. Ada hal lain yang harus dilakukan terhadap hama yang menyebarkan penyakit dan wabah: nyamuk yang menyebabkan malaria, tikus yang menyebarkan wabah, dan lalat yang mengganggu di mana-mana.
Bagaimana juga dengan burung pipit yang memakan hasil panen padi dan gandum yang susah payah ditanam? Keempat hama ini - lalat, nyamuk, tikus, dan burung pipit - dianggap sebagai pengkhianat kesehatan masyarakat dan sumber gangguan yang luas.
Sesuatu harus dilakukan, dalam skala besar dan monumental, dan "Four Pests Campaign" atau "Kampanye Empat Hama" adalah solusinya.
Kampanye Empat Hama Dimulai
Maka dimulailah dimulainya "Great Leap Forward" (Loncatan Jauh ke Depan) dengan kampanye kesehatan patriotik yang menargetkan hama penyebar penyakit.
Ini adalah semacam cek kosong yang diberikan kepada rakyat untuk memenuhi tugas mereka kepada negara melalui pembantaian massal hewan dan serangga kecil yang mengganggu.
Pada tahun 1958, rakyat China menjalankan program ini dengan efisiensi tanpa ampun dan memulai pembantaian satwa liar dalam skala yang luar biasa.
Baca Juga: Kanibalisme Guangxi Akibat Tragedi Revolusi Kebudayaan Tiongkok 1966
Partai Komunis China menyerukan warganya untuk bersatu melawan hama yang dianggap sebagai ancaman kesehatan masyarakat.
Poster-poster propaganda yang disebarluaskan mendorong penggunaan alat-alat seperti pemukul lalat, genderang, gong, dan bahkan senjata api untuk membasmi hama ini.
Masyarakat merespon dengan penuh semangat. Mereka melakukan berbagai cara untuk memusnahkan empat hama utama: tikus, lalat, nyamuk, dan burung pipit.
Melansir World Atlas, burung pipit menjadi target utama karena dianggap sebagai hama yang memakan hasil panen.
Warga didorong untuk membuat keributan dengan panci, wajan, dan drum untuk menakuti burung pipit dan membuatnya kelelahan hingga jatuh dari langit. Sarang burung pipit dihancurkan, telur-telurnya dipecahkan, dan anakan-anakannya dibunuh.
Pemerintah memberikan penghargaan kepada sekolah, kelompok kerja, dan lembaga pemerintah yang berhasil membunuh hama terbanyak. Upaya ini terbukti efektif dan berhasil membunuh 1,5 miliar tikus, 1 miliar burung pipit, lebih dari 220 juta pon lalat, dan lebih dari 24 juta pon nyamuk.
Tujuan Berhasil, Bencana Melanda
Kampanye Empat Hama memang berhasil mencapai tujuannya dalam membasmi hama. Namun, kesuksesan ini datang dengan konsekuensi yang tak terduga.
Pemusnahan massal burung pipit, yang sebenarnya memakan serangga dan bukan biji-bijian, mengakibatkan ledakan populasi serangga, terutama belalang.
Belalang, yang tidak lagi memiliki predator alami, bebas memakan tanaman di seluruh negeri. Hal ini menyebabkan gagal panen dan kelaparan yang meluas.
Pada tahun 1959, produksi tanaman telah berkurang 15 persen. Penurunan ini berlanjut hingga 70 persen pada tahun 1962. Kekeringan, banjir, dan perubahan kebijakan pertanian lainnya memperparah situasi.
Akibatnya, antara 15 dan 36 juta orang meninggal karena kelaparan. Tragedi ini memaksa pemerintah untuk mengakhiri Kampanye Empat Hama dan mengganti targetnya dengan kutu busuk.
Kampanye Empat Hama menjadi contoh nyata bagaimana upaya untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat dan drastis dapat membawa konsekuensi yang tak terduga dan fatal.
Ketidakseimbangan ekologis yang ditimbulkan oleh kampanye ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan manusia.
Kampanye Four Pests Mao Zedong menjadi pengingat pahit bahwa upaya untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat dan drastis dapat membawa konsekuensi yang tak terduga dan fatal.
Ketidakseimbangan ekologis yang ditimbulkan oleh kampanye ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan manusia.
Kisah tragis Kampanye Four Pests harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu berhati-hati dalam mengambil tindakan, dan untuk selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan umat manusia.