Dari Agustus hingga Caligula, Singkap Pesta Penguasa Kekaisaran Romawi

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 25 Mei 2024 | 10:05 WIB
Dari Kaisar Agustus sampai Caligula, seperti apa pesta mewah para penguasa di Kekaisaran Romawi? Sebagian penguasa Romawi menyukai pesta pora dan perjamuan makan yang mewah. (Thomas Coutures (1815–1879))

Nationalgeographic.co.id—Kaisar Romawi tertentu “memiliki prestasi” dalam hal makan. Banyak sekali anekdot-anekdot yang menggambarkan pemborosan yang spektakuler terkait itu.

Anekdot itu dianggap sebagai sebagai contoh kemerosotan yang menghina sekaligus dipandang dengan rasa iri hati. Dari Kaisar Agustus sampai Caligula, seperti apa pesta mewah para penguasa di Kekaisaran Romawi?

Sebagai seorang triumvir muda sebelum ia menjadi kaisar, Agustus mengadakan makan malam yang disebut “Dua Belas Dewa”. Padahal ia berupaya untuk mengesahkan undang-undang yang menegakkan moralitas yang lebih baik.

Para tamu hadir dengan pakaian mewah bak dewa dan dewi. Agustus mengenakan busana seperti Dewa Apollo.

Informasi mengenai hal ini datang dari Mark Antony. “Konon ia dipercaya menggunakan segala dalih untuk menjelek-jelekkan mantan kolega dan sahabatnya itu,” tulis Guy de la Bedoyere di laman Atlas Obscura.

Reputasi Antony sendiri jauh dari sempurna. Sewaktu masih muda, ia terkenal mempunyai utang yang sangat besar. Utang besar itu dipakainya untuk minum-minum, berselingkuh dengan wanita, dan belanja.

Agustus terus mengadakan makan malam secara teratur sebagai kaisar. Selama pesta, ia menawarkan tiga hidangan. Dan bila ia ingin berfoya-foya, maka ada enam hidangan disajikan dalam pestanya itu. Hiburannya meliputi musik, aktor, pemain sirkus, dan pendongeng.

Kaisar Agustus pun bersenang-senang dengan tamunya dengan melelang tiket lotre. Hasilnya adalah para tamu sangat gembira dengan keberuntungan mereka atau sangat kecewa. Partisipasi adalah wajib.

Sementara itu, Kaisar Vespasianus sering mengadakan pesta makan malam. Selama pesta berlangsung, Vespasianus adalah bagian penting dari hiburan tersebut.

Ia memiliki pengamatan yang tajam dan lelucon kasar. Terkadang urusan resmi kekaisaran dilakukan saat makan malam.

Pesta makan malam Kekaisaran Romawi kerap menjadi acara yang mahal. Tiberius yang keras kepala punya solusi, yang tampaknya mendorong orang untuk berhemat.

Dia sering menyajikan daging sisa dari hari sebelumnya. Bisa dibayangkan, lemari es belum ada di masa itu. Jadi, daging yang disajikan pasti terasa tidak enak sekaligus berbahaya.

Kehebohannya yang lain yang muncul selama pesta Kaisar Tiberius adalah sajian setengah ekor babi hutan. Ia mengeklaim bahwa makanan tersebut sama enaknya dengan seekor babi utuh.

Kaisar Nero punya cara lain untuk berhemat selama pesta makan malam. “Solusi Nero hanyalah memaksa teman-temannya untuk membayar,” ungkap Bedoyere.

Salah satu dari mereka mengeluarkan dana sebesar 4 juta sesterce (sekitar Rp32 miliar) untuk sebuah acara. Yang lain bahkan membayar lebih untuk menghadiri rosaria. Hal ini mungkin berarti makan malam yang diadakan di taman mawar atau menyajikan minuman yang diberi rasa kelopak mawar.

Kebiadaban Caligula termasuk mengundang orang tua pria yang baru saja dieksekusi untuk makan malam. Meski Caligula terkenal akan kekejamannya, banyak orang yang ingin menghadiri pestanya demi menaiki tangga kelas sosial. Seorang bangsawan menyuap staf Caligula sebesar 200.000 sesterce (sekitar Rp1,6 miliar) untuk bisa hadir.

Paman Caligula, Claudius, juga menyukai pesta makan dan minum kapan pun ada kesempatan. Ia sering mengadakan pesta makan malam.

Claudius memilih tempat yang bisa menampung hingga 600 tamu sekaligus. Hal ini menjadi bumerang pada suatu kesempatan ketika ia memilih tempat di tepi Danau Fucine yang rawan banjir.

Ia sempat memerintahkan pembangunan saluran drainase. Namun sayang, saluran keluar tersebut dibuka saat jamuan makan malam dan membanjirinya dengan air.

Istana emas Nero yang terkenal di Roma menampilkan ruang makan dengan langit-langit gading. Langit-langitnya dapat diputar dan menghujani bunga. Juga dilengkapi dengan pipa untuk memercikkan parfum kepada para tamu.

Ruang perjamuan utama berbentuk lingkaran dan terus berputar siang dan malam. Hebatnya, beberapa bangunan ini masih bertahan termasuk beberapa ruang makan dan bahkan mungkin ruang putar.

Kaisar Galba dikatakan sangat rakus sehingga dia meninggalkan tumpukan makanan yang tidak dimakan. Makanan sisa itu dibagikan kepada para pelayannya. Galba dikenal sebagai kaisar yang kejam, tamak, dan sadis.

Dalam sejarah Kekaisaran Romawi, Vitellius dijadikan simbol keserakahan. Kata sejarawan Suetonius, kejahatannya yang paling menonjol adalah kemewahan dan kekejamannya.

Sang sejarawan kemudian memerinci kebiasaan makan kaisar yang berlebihan sebagai bagian dari gambaran umum seorang penguasa yang merosot. Suetonius juga melaporkan bahwa Vitellius mengambil sisa-sisa makanan kurban di altar.

Selain mampir ke toko masak pinggir jalan, Vitellius konon mengadakan empat pesta sehari. “Pesta itu dimulai dengan sarapan dan diakhiri dengan minum-minum di malam hari,” Bedoyere menambahkan lagi.

Untuk menghemat, Vitellius memastikan bahwa ia diundang ke rumah orang lain, masing-masing harus mengeluarkan minimal 400.000 sesterce (Rp1,6 miliar) setiap kali makan. Yang paling mewah adalah makan malam yang diadakan oleh saudaranya. Pesta itu diadakan untuk merayakan kedatangan Vitellius di Roma yang diperkirakan menyajikan 2.000 ikan dan 7.000 burung.

Elagabalus yang terkenal sesat juga menjadi subjek cerita tentang kerakusan yang legendaris di Kekaisaran Romawi. Catatan tentang pestanya seakan menegaskan gambaran historisnya tentang seorang kaisar yang ceroboh dan memanjakan diri sendiri. Salah satu ceritanya adalah dia memesan 10.000 tikus, 1.000 musang, atau 1.000 tikus.

Elagabalus memiliki selera humor yang aneh. Ia memerintahkan agar gantungan bajunya disajikan dengan makan malam yang terbuat dari kaca.

Ia kadang menyajikan gambar makanan. Makanan sebanyak yang dia dan teman-temannya makan juga akan dibuang ke luar jendela istana.

Pesta-pesta di Kekaisaran Romawi yang didokumentasikan oleh para sejarawan kuno itu menunjukkan kemerosotan dan pemborosan. Apakah memang benar demikian?