Buddha Mengajarkan Kita untuk Bahagia dengan Kekurangan, Bagaimana dengan Krisis Iklim?

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 25 Mei 2024 | 14:05 WIB
Patung Buddha. Prinsip ajaran Buddha menuntun kita agar berbahagia dengan kekurangan. Apakah ajaran Buddha ini bisa memandu kita dalam menghadapi krisis iklim? (Mimihitam/Wikimedia Commons)

Prioritaskan tindakan ketimbang harapan

Itu sebabnya Sang Buddha tidak berbicara tentang harapan – setidaknya seperti yang dipahami banyak dari kita. Sebaliknya, beliau mengajarkan bahwa kita menciptakan masa depan melalui tindakan kita saat ini.

Para ilmuwan, insinyur, dan ahli teknologi telah melakukan tugasnya dan kita tahu apa yang perlu kita lakukan. Kita hanya tidak melakukannya.

Dengan seluruh pengetahuan dan kemampuan luar biasa yang kita miliki, kita dapat menciptakan masa depan yang dapat dibanggakan. Kita bisa meninggalkan dunia yang lebih kaya, lebih hidup, dan lebih indah dari apa yang kita temukan sebelumnya. Dengan cara ini, kita bisa menerima harapan yang muncul dari cara hidup kita dan nilai-nilai yang kita bawa ke dalam pilihan kita.

Patung Buddha. Menurut ajaran Buddha, setiap orang bisa belajar hidup sederhana dan bahagia. Bagaimana pandangan ini bisa membantu kita menghadapi krisis iklim? (Pickpik)

Ubah meditasi menjadi tindakan

Kebenaran ini diwujudkan melalui latihan meditasi Buddhis. Saat Anda bernapas dengan penuh kesadaran, Anda hadir. Ketika hati Anda puas, hati Anda menjadi tenang. Ketika Anda terbebas dari nafsu keinginan, Anda tidur dengan damai.

Namun jangan menyimpan belas kasih yang Anda temukan dalam meditasi hanya di dalam hati Anda. Gunakan hal ini untuk memperkuat keputusan politik dan sosial Anda: tujuan yang Anda ikuti, pemerintahan yang Anda pilih, dan wacana publik yang Anda bentuk.

Meditasi Buddhis yang diajarkan Buddha bergerak dari keterpisahan menuju keutuhan, dari kegelisahan menuju keheningan. Apa yang kita sebut napas “kita” mengalir ke dalam diri kita dari luar, lalu mengalir kembali dari kita ke luar sekali lagi.

Kita menganggap diri kita hanyalah sebuah simpul dalam siklus hidup napas. Saat napas ada, menyejukkan dan menenangkan, mengingatkan kita bahwa kita hadir, memberi kita kesenangan, seolah-olah bumi memenuhi kita dengan cinta. Bumi tidak membenci kita, bahkan setelah semua yang kita lakukan terhadapnya.

Inilah yang bisa kita lakukan. Kita dapat bertindak berdasarkan rasa cinta terhadap bumi dan semua yang ditawarkannya kepada kita. Dengan pandangan dan tindakan yang benar sebagaimana prinsip ajaran Buddha, kita membuat keputusan yang bijaksana dan terinformasi, sekaligus menghindari harapan buta.

Mungkin itu akan berhasil. Siapa tahu? Setidaknya jika kita membuat perbedaan untuk diri kita sendiri, itu adalah sebuah permulaan yang baik.