Nationalgeographic.co.id—Dari sudut pandang ajaran Buddha, setiap orang bisa belajar hidup sederhana dan bahagia. Tidak ada rahasia besar di dalamnya.
Kesederhanaan bukanlah pilihan estetika atau gaya hidup. Begitulah cara hidup Anda mengekspresikan diri saat Anda merasa puas.
Bagaimana pemikiran ini dapat membantu kita mengatasi krisis iklim?
Bhikkhu Sujato dan Nadine Levy mengurainya dalam sebuah tulisan di The Guardian. Nadine Levy adalah doktor dan dosen senior di Nan Tien Institute tempat ia mengoordinasikan program kesehatan dan kesejahteraan sosial, serta sertifikat pascasarjana dalam kesadaran terapan.
Adapun Bhikkhu Sujato adalah seorang biksu Buddha di Australia yang telah menerjemahkan khotbah-khotbah Buddhis awal dari bahasa Pali ke bahasa Inggris untuk SuttaCentra. Ia telah menjadi aktivis lingkungan sejak tahun 1984 dan telah banyak menulis dan berbicara tentang perubahan iklim dari sudut pandang Buddhis.
Mereka berdua menjelaskan bahwa sejatinya Sang Buddha telah berbicara tentang perubahan dan ketidakkekalan. Dia berbicara tentang perubahan iklim atau krisis iklim dan perubahan iklim antropogenik. Analisisnya dapat membantu kita saat ini.
Sang Buddha mengajarkan bahwa penyebab masalah adalah keserakahan dan solusinya adalah rasa puas diri. Kita sering berpikir bahwa kita bisa menyelamatkan bumi.
Namun sejatinya bumi tidak perlu diselamatkan, bumi bisa menjaga dirinya sendiri. Kita perlu menyadari bahwa bumi lebih dari sekedar sumber daya untuk memuaskan hasrat kita.
Jadi, bagaimana kita bisa menginginkan hal yang lebih sedikit?
Menurut ajaran Buddha, keinginan manusia tidak ada batasnya. Namun Sang Buddha memberikan jalan yang jelas untuk memahami mengapa kita menginginkan begitu banyak dan bagaimana kita dapat belajar untuk berbahagia dengan sedikit hal. Jalan itu dimulai ketika kita bertanya pada diri sendiri, apa sebenarnya yang kita butuhkan?
Tidaklah cukup hanya menyederhanakan hidup Anda sendiri. Etos “cukup” harus melampaui sikap dan pilihan pribadi kita dan meluas ke ranah politik dan sosial. Hal ini mungkin termasuk memikirkan siapa yang kita pilih dan menolak mitos bahwa hanya individu yang dapat menyelamatkan bumi.
Baca Juga: Anak Kecil dari Biara Buddha Jadi Awal Kebangkitan Dinasti Ming Tiongkok
Prioritaskan tindakan ketimbang harapan
Itu sebabnya Sang Buddha tidak berbicara tentang harapan – setidaknya seperti yang dipahami banyak dari kita. Sebaliknya, beliau mengajarkan bahwa kita menciptakan masa depan melalui tindakan kita saat ini.
Para ilmuwan, insinyur, dan ahli teknologi telah melakukan tugasnya dan kita tahu apa yang perlu kita lakukan. Kita hanya tidak melakukannya.
Dengan seluruh pengetahuan dan kemampuan luar biasa yang kita miliki, kita dapat menciptakan masa depan yang dapat dibanggakan. Kita bisa meninggalkan dunia yang lebih kaya, lebih hidup, dan lebih indah dari apa yang kita temukan sebelumnya. Dengan cara ini, kita bisa menerima harapan yang muncul dari cara hidup kita dan nilai-nilai yang kita bawa ke dalam pilihan kita.
Ubah meditasi menjadi tindakan
Kebenaran ini diwujudkan melalui latihan meditasi Buddhis. Saat Anda bernapas dengan penuh kesadaran, Anda hadir. Ketika hati Anda puas, hati Anda menjadi tenang. Ketika Anda terbebas dari nafsu keinginan, Anda tidur dengan damai.
Namun jangan menyimpan belas kasih yang Anda temukan dalam meditasi hanya di dalam hati Anda. Gunakan hal ini untuk memperkuat keputusan politik dan sosial Anda: tujuan yang Anda ikuti, pemerintahan yang Anda pilih, dan wacana publik yang Anda bentuk.
Meditasi Buddhis yang diajarkan Buddha bergerak dari keterpisahan menuju keutuhan, dari kegelisahan menuju keheningan. Apa yang kita sebut napas “kita” mengalir ke dalam diri kita dari luar, lalu mengalir kembali dari kita ke luar sekali lagi.
Kita menganggap diri kita hanyalah sebuah simpul dalam siklus hidup napas. Saat napas ada, menyejukkan dan menenangkan, mengingatkan kita bahwa kita hadir, memberi kita kesenangan, seolah-olah bumi memenuhi kita dengan cinta. Bumi tidak membenci kita, bahkan setelah semua yang kita lakukan terhadapnya.
Inilah yang bisa kita lakukan. Kita dapat bertindak berdasarkan rasa cinta terhadap bumi dan semua yang ditawarkannya kepada kita. Dengan pandangan dan tindakan yang benar sebagaimana prinsip ajaran Buddha, kita membuat keputusan yang bijaksana dan terinformasi, sekaligus menghindari harapan buta.
Mungkin itu akan berhasil. Siapa tahu? Setidaknya jika kita membuat perbedaan untuk diri kita sendiri, itu adalah sebuah permulaan yang baik.