Nationalgeographic.co.id—Bimasakti adalah nama dari galaksi tempat Matahari dan miliaran bintang lainnya berada. Semua benda tersebut termasuk anggotanya seperti planet dan komet mengitari pusat Galaksi Bimasakti.
Hal itu dijelaskan oleh Koordinator Stasiun Observatorium Nasional Kupang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Rachman, seperti dalam laporan Humas BRIN. "Kita pun bersama semua yang ada di Bumi mengitari pusat itu (Bimasakti)," ujarnya.
Lantas jika kita berada di dalam Bimasakti apakah kita bisa memotretnya? Abdul Rachman menjelaskan berdasarkan hasil pengamatan, Bimasakti berbentuk piringan dengan pusatnya berada di tengah piringan tersebut.
"Kita memang tidak bisa melihat dan memotret seluruh galaksi tersebut karena kita berada di dalamnya. Akan tetapi, piringan dan arah ke pusatnya bisa kita saksikan," paparnya.
Meski demikian, lanjut Abdul Rachman, diperlukan kondisi tertentu agar keindahan Bimasakti dapat disaksikan.
"Kita butuh malam yang cerah tanpa awan dan Bulan, serta minim polusi cahaya. Jika waktunya cocok misalnya saat musim kemarau, kita bisa melihat piringan Bimasakti yang tampak seperti selendang kabut yang memanjang di langit," tambahnya.
Lebih lanjut Abdul Rachman menjelaskan bahwa bagian tengah piringan Bimasakti akan tampak cemerlang karena tingginya konsentrasi bintang, gas, dan debu di sana. Lokasinya berada di timur Antares, bintang paling terang di rasi Scorpio yang mudah diidentifikasi.
"Karena indahnya selendang Bimasakti terlihat di langit, banyak orang berburu untuk mengabadikannya dalam foto dan video," ujarnya lagi.
"Untuk memberikan keunikan, biasa dipilih latar depan tertentu berupa pemandangan, bangunan, dan sebagainya," imbuh Abdul.
"Observatorium Nasional Timau yang menjelang rampung saat ini adalah salah satu lokasi yang tepat karena langit yang minim awan, sangat gelap, dan bentuk gedung Teleskop Timau yang unik," tutupnya.
Baca Juga: Bintang Terjauh Bimasakti Ditemukan Setengah Jalan ke Galaksi Tetangga
Observatorium Nasional Timau adalah observatorium untuk pengamatan antariksa yang mempunyai fasilitas utama berupa teleskop optik dengan diameter 3,8 meter dan teleskop radio berbentuk parabola dengan diameter 20 meter.
Ukuran teleskop yang besar dapat mempertajam penglihatan terhadap benda-benda langit yang memiliki cahaya lebih redup.
Observatorium Nasional Timau juga memiliki dua teleskop optik berukuran kecil dengan diameter 50 sentimeter, antena Dipole Array berukuran 100 meter x 100 meter, dan magnetometer.
Berlokasi di ketinggian 1.300 meter di atas permukaan laut, area Observatorium Nasional Timau sungguh sunyi. Tak ada bangunan lain kecuali fasilitas observasi tersebut.
Sebuah ruas jalan beraspal mulus sepanjang 40 kilometer dari Bokong ke Lelogama yang telah dibangun Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi penghubung satu-satunya antara Observatorium Nasional Timau dengan dunia luar.
Jika malam tiba, hanya suara serangga malam saling bersahutan yang terdengar mirip seperti musik orkestra, sungguh syahdu. Saat malam pun, miliaran bintang berserakan di langit Timau dapat dinikmati sepuas hati oleh mata telanjang.
Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Badan Inovasi dan Riset Nasional (BRIN) Robertus Heru pernah menjelaskan bahwa selama lima tahun telah dilakukan sebuah studi untuk meneliti fraksi malam terhadap langit di beberapa daerah di Indonesia.
"Hasilnya, wilayah Timau masih minim polusi cahaya sehingga optimal untuk dijadikan kawasan pengamatan astronomi," ujarnya.
Jadi, Observatorium Nasional Timau yang ada di Nusa Tenggara Timur adalah tempat yang cocok untuk memotret Galaksi Bima Sakti dan objek antariksa lainnya.