Secara resmi, BPDLH diluncurkan pada Oktober 2019. BPDLH bertugas membantu pembiayaan lingkungan hidup berdasarkan pembiayaan dari negara-negara internasional, Bank Dunia, dan yayasan filantropi. Pembentukan badan ini sebagai upaya keberlanjutan atas fokus penyelesaian masalah lingkungan hidup.
Pengelola Pendanaan Lingkungan oleh BPDLH
Supaya negara dan lembaga internasional tertarik untuk mendanai perbaikan lingkungan mengurangi dampak perubahan iklim di Indonesia, BPLDH menjadi garda terdepan. Lembaga ini menawarkan transparansi, akuntabilitas, dan fleksibilitas kepada pendonor pendanaan.
"Karena BPDLH bermitra dengan lembaga internasional, pekerjaan yang pertama yang dilakukan sebelum lembaga internasional memberikan dana kepada kami adalah seluruh safeguard modalitas akan direview dulu oleh lembaga internasional," terang Joko. "Kalau kemudian mereka menemukan satu indikasi masih ada satu gap, itu harus diperbaiki dulu."
BPDLH memiliki fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh APBN dan APBD dalam penyaluran dana. Selama ini, transfer anggaran harus dilakukan melalui antarrekening kas pemerintah.
BPDLH bisa mentransfer ke semua pihak seperti pemerintah pusat, daerah, kementerian, lembaga, NGO, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, akademisi, APBDesa, komunitas, kelompok sosial, korporasi, perusahaan swasta. Semua bisa diberikan berdasarkan mandat kepada pihak yang bergiat dalam pelestarian lingkungan.
Dalam modalitas portofolio BPDLH terbaru (2024) setidaknya ada berbagai program tematis yang dapat diterapkan pendanaannya. Tematis tersebut antara lain, manajemen agrikultur, kehutanan, penggunaan lahan, ekosistem dan keanekaragaman hayati, pengembangan dan pengembangan energi bersih, peningkatan konsumsi dan produksi, pengoptimalan kesehatan, pengembangan air dan pangan, dan pengembangan kapasitas adaptasi menghadapi risiko kebencanaan dan dampak perubahan iklim.
Ada pun instrumen pembiayaannya dapat berubah hibah, pinjaman atau investasi, dan penghargaan. "Keunikan BPDLH adalah semua dana ini sudah ada kantong-kantong [penggunaan projeknya], karena memang kami mengelola berdasarkan mandat," Joko berpendapat. "Jadi, sifatnya end to end program management dari pendanaan."
Ada delapan projek yang ditawarkan hibah seperti REDD+ yang berarti pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Kebanyakan pendanaan yang masuk ke Indonesia berhubungan dengan REDD+ yang dikelola melalui BPDLH. Proyek ini juga bertujuan untuk pengurangan karbon.
Penerima manfaatnya bisa nasional, pemerintah daerah, dan seluruh provinsi yang siap menerimanya dengan pengelolaan melalui KLHK. Saat ini yang menjadi prioritas projek REDD+ dari pendanaan via BPLDH adalah Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jambi.