Selain itu, perkawinan campur di antara Mellema dari Belanda, dan nyai Ontosoroh sebagai pribumi, Pram mengenalkan juga fenomena tentang indo, Annelies berdarah campuran Belanda-Jawa.
Terlepas dari Bumi Manusia, novel lanjutan seterusnya semakin memberikan emosi dan keindahan sastra yang memikat. Membaca sejarah menjadi lebih nikmat, menghantar jauh pembacanya ke dimensi masa silam.
Pergulatan dan pencarian di masa menyemai, dirangkumkan Pram dalam Anak Semua Bangsa. Meletakkan figur utama, Tirto alias Minke ke dalam perantauan ilmu dan pergumulan-pergumulan baru dalam hidupnya.
Di samping perjalanan Minke itu, beberapa diksi dari percakapan Nyai Ontosoroh dengan Minke menjadi kesan tersendiri yang berbekas dalam benak segenap pembaca. Sebut saja satu kutipan berikut dalam Anak Semua Bangsa:
"...Barangsiapa tidak tahu bersetia pada azas, dia terbuka terhadap segala kejahatan: dijahati atau menjahati." (Anak Semua Bangsa, hal.5)
Atau, kata-kata lain yang tak kalah indahnya dari percakapan Nyai Ontosoroh dengan Minke:
"...Jangan remehkan satu orang, apalagi dua, karena satu pribadi pun mengandung dalam dirinya kemungkinan tanpa batas." (Anak Semua Bangsa, hal.108)
Selain mewarisi ceritera sejarah, Pamoedya juga mengemas kata-kata yang begitu mengesankan. Mengandung pesan yang mengesani segenap penikmat karyanya. Juga tentang kehidupan dari Kommer kepada Minke:
"...Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit."
Selebihnya, Pramoedya menjelaskan berbagai latar kesejarahan dengan sangat menarik. Dalam Jejak Langkah, Pramoedya mengajak para pembaca untuk melihat dinamika perjuangan pribumi.
Baca Juga: Trailer Bumi Manusia Trending di Youtube, Ada 7 Fakta Penting di Balik Novel Legendaris Ini