Nationalgeographic.co.id—Sepanjang sejarah, kelompok kaya dan berkuasa berusaha mengendalikan akses terhadap sumber daya yang dianggap mewah. Semua itu menjadi simbol status bagi mereka yang memiliki atau menguasainya.
Saat ini, penguasaan terhadap barang tertentu dilakukan melalui pemasaran dan penetapan harga. Contoh yang menonjol adalah kontrol ketat terhadap jumlah berlian yang diizinkan memasuki pasar global.
Namun, pada era sebelumnya, konsumsi dapat diatur secara langsung melalui sumptuary law. Undang-undang ini melarang warga negara biasa memperoleh makanan, pakaian, atau barang yang terbuat dari bahan tertentu. "Salah satu tujuannya adalah untuk memperkuat hierarki sosial," tulis Kerry Sullivan di laman Ancient Origins.
Sumptuary law juga disahkan oleh lembaga keagamaan untuk mencegah godaan dan memastikan perilaku moral. Undang-undang yang mengatur konsumsi telah disahkan sepanjang peradaban manusia dan terus ada di dunia modern (bahkan di Amerika Serikat).
Hukum tentang ungu ningrat
Contoh klasik dari sumptuary law adalah larangan di Kekaisaran Romawi untuk mengenakan pakaian berwarna ungu ningrat (tyrian purple). Warna cerah hanya dapat dibuat dari pewarna yang diekstraksi dari kerang dan sangat sulit untuk diproduksi.
Pewarna ungu ningrat dibuat oleh orang Fenisia, khususnya orang Kartago. Ada dua jenis kerang yang menghasilkan warna tersebut. Keduanya berasal dari pantai Mediterania timur kekaisaran Fenisia, di wilayah yang sekarang disebut Lebanon. Kerang-kerang itu adalah Purpura pelagia atau Murex trunculus dan Murex brandaris serta Purpura lapillus atau Buccinum lapillus.
Spesies Buccinum hidup di bebatuan di perairan yang relatif dangkal. Sedangkan Murex yang lebih besar hidup di perairan dalam dan harus dikeruk dari kedalaman 25 depa (45,72 meter). Kerang-kerangan ini harus diperoleh dalam jumlah besar. 12.000 kerang Murex brandaris menghasilkan tidak lebih dari 1,4 gram pewarna murni, cukup untuk mewarnai satu bagian pakaian saja.
Namun, perjuangan untuk mengolah kerang itu tidak sia-sia. Pewarna tersebut menghasilkan warna yang mencolok, mulai dari ungu hingga merah tua. Dan warna yang dihasilkan oleh kerang spesial itu tidak akan pudar di bawah sinar matahari. "Lebih penting lagi, nilainya lebih berharga dari emas," Sullivan menambahkan.
Karena biaya tinggi dan produksi intensif, Kekaisaran Romawi mengeluarkan undang-undang terkait penggunaan warna ungu ningrat ini. Undang-undang itu menyatakan hanya elite Kekaisaran Romawi yang boleh mengenakan pakaian dengan warna yang sama.
Baca Juga: Mengapa Pedofilia Jadi Hal yang Normal pada Era Romawi dan Yunani Kuno?
Memang, lambang jabatan di Kekaisaran Romawi adalah jubah ungu ningrat yang dihias dengan benang emas. Senator Romawi yang terhormat dapat diizinkan mengenakan garis ungu ningrat di toga mereka.
Asal-usul ungu ningrat
Dalam mitologi Fenisia, penemuan warna ungu dikaitkan dengan anjing peliharaan Tyros. Suatu hari, saat berjalan di sepanjang pantai, Tyros memperhatikan bahwa setelah menggigit moluska, mulut anjing itu berubah warna menjadi ungu. Tyros meminta pakaian yang terbuat dari warna yang sama dan dimulailah industri pewarnaan yang terkenal.
Catatan sejarah pertama tentang pewarna terdapat dalam teks dari sumber Ugarit dan Het. Dokumentasi itu menunjukkan bahwa pembuatan warna ungu ningrat dimulai pada abad ke-14 SM di Mediterania timur. Kain yang diwarnai dengan warna ungu ningrat merupakan produk ekspor yang sangat sukses.
Warna ungu ningrat juga membuat bangsa Fenisia terkenal di seluruh dunia kuno. Memang benar, beberapa sejarawan menyatakan bahwa nama Phoenicia berasal dari kata Yunani phoinos yang berarti 'merah tua' yang mengacu pada pewarna.
Meskipun memiliki reputasi yang sangat baik, para pencelup Tirus tidak memonopoli proses tersebut bahkan pada Zaman Perunggu Akhir. Empat tablet Linear B dari Knossos menunjukkan bahwa pencelupan tersebut juga di Minoan Crete. Wilayah itu juga memiliki pasokan kerang di perairan pesisirnya.
Ungu ningrat selalu menjadi yang terbaik di pasaran karena orang Fenisia memiliki akses terhadap bahan mentah. Selain itu, mereka juga memiliki pengalaman bertahun-tahun memproduksi pewarna ini. Mereka ahli dalam memadukan berbagai spesies kerang dalam rangkaian proses tertentu dan menambahkan bahan-bahan ekstra rahasia. Jadi hanya bahan-bahan tersebut yang dapat menghasilkan warna yang paling berharga.
Seperti halnya produk mewah lainnya, ada alternatif yang lebih murah, namun kurang efektif, dibandingkan produk asli. Ungu dapat dihasilkan dari lumut tertentu. Atau pewarnaan terlebih dahulu menggunakan warna merah dan kemudian pewarnaan berlebihan menggunakan warna biru. Bangsa Galia menggunakan whortleberry untuk membuat tekstil berwarna ungu. Namun ironisnya, tekstil itu kemudian dibuat menjadi pakaian untuk budak.
Tren warna ungu ningrat tiba-tiba berakhir dengan penaklukan Konstantinopel pada tahun 1204. Konon tidak ada penguasa di bekas wilayah Bizantium yang dapat mengumpulkan dana yang diperlukan untuk mengejar produksi ungu murex.