Nationalgeographic.co.id—Bayangkan sebuah era di mana pedofilia tidak hanya diterima, tetapi juga dianggap normal. Ini bukanlah fiksi, melainkan kenyataan di Yunani Kuno.
Artikel ini akan membahas secara rinci fenomena pedofilia selama periode tersebut, mengeksplorasi asal-usulnya, dan memahami bagaimana praktik ini diterima dalam konteks sosial dan budaya mereka.
Kita akan menelusuri bagaimana norma dan nilai-nilai di Yunani Kuno memfasilitasi berkembangnya pedofilia dan menjadikannya elemen kunci dalam interaksi sosial mereka.
Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang kerumitan budaya dan moralitas di masa itu, serta dampaknya terhadap persepsi mereka tentang seksualitas dan hubungan interpersonal.
Tradisi 'Pederasty' dan Legalnya Pedofilia
Pederasty di Yunani Kuno adalah sebuah tradisi sosial yang melibatkan hubungan intim antara seorang pria dewasa, atau erastes, dengan seorang remaja laki-laki, yang dikenal sebagai eromenos. Erastes, yang biasanya berada di usia akhir dua puluhan, mengambil peran aktif dalam mencari dan memilih seorang eromenos, yang umumnya berusia remaja.
Lebih dari sekadar hubungan fisik, pederasty dianggap sebagai suatu bentuk mentorship. Eromenos mendapatkan kehormatan dan pengakuan sosial melalui hubungan ini, yang dianggap sebagai langkah penting menuju kedewasaan. Di sisi lain, erastes memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan memberikan bimbingan dan perlindungan.
Meskipun hubungan ini memiliki unsur seksual, seperti dipaparkan oleh Jenna Ross dalam artikelnya di The Collector, fokus utamanya adalah pada pembinaan karakter dan kecerdasan. Pederasty diatur oleh norma-norma sosial yang ketat untuk memastikan bahwa martabat kedua belah pihak terjaga.
Erastes yang lebih tua dan berpengalaman memegang kendali atas hubungan tersebut, mempertahankan citra kekuatan dan maskulinitas. Sementara eromenos, meski dalam posisi yang lebih pasif, mendapatkan manfaat dari bimbingan dan pengaruh sosial erastes.
Dalam konteks sejarah dan mitologi Yunani, pederasty sering kali menjadi representasi dari pedofilia dan homoseksualitas. Hubungan antara dua pria dewasa, meskipun ada dalam mitologi dan kehidupan nyata, biasanya tidak dibicarakan secara terbuka.
"Namun tidak demikian jika kedua individu tersebut memiliki status sosial yang sangat tinggi, seperti hubungan antara Aleksander Agung dan Hephaestion," jelas Jenna Ross.
Baca Juga: Tempat Lahirnya Peradaban Barat, di Mana Tepatnya Lokasi Yunani Kuno?
KOMENTAR