Perkembangan Teh Menjadi Seni dan Bagian Penting dalam Budaya Jepang

By Sysilia Tanhati, Selasa, 18 Juni 2024 | 16:00 WIB
Di Kekaisaran Jepang pada abad pertengahan, teh begitu populer pada abad ke-13. Kebiasaan minum teh pun berkembang menjadi ritual penting dalam budaya Jepang. (Public Domain)

Hal pertama adalah merakit peralatan atau chadogu yang tepat. Ada anglo (furo) atau ubin panas (shikigawara) untuk memanaskan ketel besi (kama).

Ada dua jenis kotak teh, kantong sutra untuk teh kental atau kuat dan natsume porselen untuk teh encer. Seseorang membutuhkan pengocok bambu (chasen) untuk mencampurkan teh bubuk dan air panas.

Apresiasi penuh terhadap upacara minum teh mengharuskan tamunya memiliki pengetahuan tentang tradisi. Selain itu juga mengetahui tren seni visual, arsitektur, desain taman, merangkai bunga, dan keramik. (mrhayata/CC BY-SA 3.0)

Teh hijau dengan kualitas terbaik adalah matcha. Bubuk matcha yang sangat halus ditaburkan dan dimasukkan ke dalam air panas di mangkuk minum (chawan). Minumannya sedikit berbusa.

Alternatifnya adalah sencha, teh daun berwarna kecokelatan yang diseduh dan, karena jauh lebih murah daripada matcha, lebih banyak diminum. Matcha cenderung disediakan untuk acara-acara khusus dan upacara minum teh.

Mangkuk yang digunakan dapat terbuat dari bahan apa saja. Namun mangkuk yang memiliki karakter atau sejarah dapat menarik percakapan. Mangkuk dan perkakas bahkan bisa menjadi barang antik yang berharga. Tapi desainnya tidak boleh terlalu rumit karena akan bertentangan dengan prinsip wabi. Sebaiknya warnanya juga melengkapi teh yang disajikan.

Tentu saja, tuan rumah melayani tamunya sebelum dirinya sendiri. Teh harus diminum sedikit demi sedikit. Apresiasi penuh terhadap upacara minum teh mengharuskan tamunya memiliki pengetahuan tentang tradisi. Selain itu juga mengetahui tren seni visual, arsitektur, desain taman, merangkai bunga, dan keramik.

Dijiwai dengan prinsip zen, upacara minum teh lengkap sering dilakukan untuk pengunjung biara Buddha Jepang. Terdapat tiga ruang teh asli yang masih ada dan semuanya terdaftar sebagai Harta Nasional Jepang. Ruang teh tersebut dapat ditemukan di Myoki-an di Yamasaki, di dalam kuil Shinto di Minase-gu, dan di biara Saiho-ji di Kyoto.

Jo-an chashitsu, ruang minum teh yang menjadi Harta Nasional Jepang. (Tomio344456/CC BY-SA 4.0)

Selain suasana yang lebih formal, teh kini tersedia di mana-mana mulai dari restoran sushi hingga mesin penjual otomatis. Sebungkus teh berkualitas masih banyak diberikan sebagai oleh-oleh, seperti yang dilakukan oleh orang Jepang yang mengawali kecintaan terhadap teh. Seperti para biksu Buddha di abad ke-8.