Nationalgeographic.co.id - Setiap 14 Juni diperingati sebagai Hari Purbakala Indonesia. Tahun ini, perayaan tersebut menginjak usia 111 tahun yang terhitung dari kelahiran lembaga kepurbakalaan Oudheidkundige Dienst (OD) in Netherlandsch-Indië.
Sebelum 1913, kebanyakan upaya kepurbakalaan hanya dilakukan oleh kalangan lembaga non-pemerintahan dan komunitas. Kegiatan arkeologi, pada awalnya, dianggap sebagai hobi untuk menyingkap peradaban masa lalu.
Ketika OD didirikan, penyingkapan dan upaya pelestarian kepurbakalaan dilakukan secara resmi oleh Pemerintah Hindia Belanda, dan dilanjutkan Pemerintah Indonesia. Ada banyak tonggak penting dalam kepurbakalaan yang membuat Indonesia sangat kaya dari segi kebudayaan.
Tahun ini, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) memperingati ragam tonggak kepurbakalaan dengan mengusung tema "Merawat Warisan Budaya, Menjaga Identitas" dalam perayaan Hari Purbakala Indonesia. Tema tersebut diusung untuk menekankan pelestarian warisan budaya.
"Hari Purbakala pada 14 Juni merupakan hari istimewa di kalangan para budayawan dan arkeologi yang sekarang terhimpun dalam perhimpunan ahli arkeologi Indonesia," kata Marsis Sutipo, Ketua Umum Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, dalam sambutan peringatan Hari Kepurbakalaan Indonesia yang diselenggarakan IAAI Komda Jabodetabek di Kemendikbudristek, Kamis, 20 Juni 2024.
"Oleh karena itu, hari kepurbakalaan yang ke-111 tahun ini diperingati dan dirayakan dengan mengadakan kegiatan dengan tema merawat warisan budaya, menjaga identitas. Tema yang sangat sederhana, tapi sangat dalam makanya untuk kita semua."
Sejak berdirinya OD hingga menjadi Direktorat Jenderal Kebudayaan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pelbagai catatan tonggak arkeologi Indonesia berlangsung.
Salah satu yang paling penting dalam sejarah kepurbakalaan di Indonesia adalah pemugaran Candi Borobudur pada 1973 sampai 1983. Penggagas pemugaran ini adalah Dinas Purbakala R. Soekmono (1922–1997).
Setelah pemugaran rampung, Pemerintah RI dan UNESCO menjadikan Candi Borobudur sebagai Situs Warisan Dunia dengan nomor referensi 592 pada 1991. Sampai sekarang, Candi Borobudur menjadi mahakarya kepurbakalaan Indonesia yang didatangi ragam wisatawan dari penjuru dunia.
Kompleks Candi Prambanan menyusul mendapat gelar Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun yang sama. Bangunan yang terdiri dari ragam bangunan ini juga mengalami jejak pemugaran yang panjang sejak 1930-an sampai sekitar 1980-an. Kemegahannya pun menjadi jejak mahakarya purbakala Indonesia.
Baca Juga: Limpahan Jejak Peradaban Purbakala dari Karst Bukit Bulan Jambi
Situs peninggalan prasejarah Indonesia pun telah mendapatkan status Warisan Budaya Dunia UNESCO. Antara lain Situs Manusia Purba Sangiran pada 2015, dan Taman Bumi Global Maros-Pangkep pada 2023. Kedua situs memiliki peninggalan arkeologis berusia ribuan tahun lamanya, termasuk lukisan cadas tertua di dunia.
Saat ini, situs prasejarah Liang Bua masih menunggu pengukuhan yang sama. Liang Bua adalah situs di mana kerangka Homo floresiensis pertama kali ditemukan pada 2003.
Selain itu, Indonesia juga memiliki kawasan laut yang luas. Kapal dari berbagai peradaban, termasuk di dalam kawasan Indonesia sendiri, lalu lalang di atasnya. Tidak jarang, peninggalan-peninggalannya tersembunyi di bawah laut.
Tonggak penelitian arkeologi bawah air Indonesia baru berkembang pada 1980-an. Saat itu, arkeolog muda Santoso Pribadi hilang ditelan Laut Haliputan untuk menyelam situs kapal Galdermasen milik VOC. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.
Kepergian Santoso mendorong ahli kepurbakalaan untuk mendirikan lembaga arkeologi bawah air pada 1990. lembaga ini di bawah naungan Subdit Perlindungan, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud.
Sejak saat itu, upaya menguak peninggalan purbakala bawah air di Indonesia semakin berkembang. Sampai hari ini, telah terungkap ragam kapal dari pelbagai dinasti Tiongkok, penjelajah Eropa, semasa Perang Dunia, hingga kecelakaan pesawat di masa lalu.
Tonggak penyingkapan dan pelestarian kepurbakalaan masih berlangsung. Sejak kemerdekaan Indonesia, hal yang menjadi sorotan dari kepurbakalaan adalah melestarikan cagar budaya, termasuk benda-benda bersejarah. Hal ini dibahas dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang disuarakan oleh Mohammad Yamin.
Pemerintah Indonesia, lewat Dirjen Kebudayaan, terus mengupayakan repatriasi benda-benda bersejarah yang dirampas dan dicuri di masa lalu, yang keberadaannya berada di luar negeri.
Tonggak penting dalam upaya repatriasi adalah ketika kembalinya naskah Negarakertagama peninggalan Majapahit dari Belanda pada 1970. Pada 2020, repatriasi terbaru adalah kembalinya keris Pangeran Dipanagara bernama Kiai Naga Siluman dari Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda.
Selanjutnya juga pengembalian dua patung periode Majapahit dari New York, AS pada April 2024. Kedua patung ini sebelumnya dicuri atas perdagangan barang antik ilegal.
Baca Juga: Sejarah Minat Kepurbakalaan di Indonesia: dari Hobi sampai Keilmuan
Masih ada banyak barang-barang purbakala Indonesia yang berada di luar negeri seperti Belanda, Denmark, Jerman, Inggris, dan AS. Kini, pihak Pemerintah Indonesia, bersama pegiat ahli arkeologi, mengupayakan pengembaliannya.
Mengingat persebaran benda purbakala Indonesia tersebar di seluruh dunia, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengungkapkan ke depannya akan ada kesempatan pelestarian lintas negara. Upaya kerja sama ini sudah mulai dilakukan oleh banyak negara, terutama yang memiliki artefak purbakala di luar negeri, alih-alih harus merepatriasi.
"Sekarang ini semakin mendesak untuk dilakukan perkembangan teknologi untuk mendukung arkeologi sendiri," terang Hilmar, dalam forum yang sama. "Artinya, sudah mulai melihat di luar batas-batas administratif. Dibutuhkan satu sama lain lintas negara, dan juga internasional."