Tonggak Bersejarah dalam 111 Tahun Hari Kepurbakalaan Indonesia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 21 Juni 2024 | 15:00 WIB
Seorang pria membersihkan Candi Borobudur dari lumut menggunakan sapu lidi kecil. Pemugaran Candi Borobudur dari 1973 hingga 1983, sampai akhirnya dinobatkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, merupakan tonggak penting dalam sejarah hari kepurbakalaan Indonesia. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Situs peninggalan prasejarah Indonesia pun telah mendapatkan status Warisan Budaya Dunia UNESCO. Antara lain Situs Manusia Purba Sangiran pada 2015, dan Taman Bumi Global Maros-Pangkep pada 2023. Kedua situs memiliki peninggalan arkeologis berusia ribuan tahun lamanya, termasuk lukisan cadas tertua di dunia.

Saat ini, situs prasejarah Liang Bua masih menunggu pengukuhan yang sama. Liang Bua adalah situs di mana kerangka Homo floresiensis pertama kali ditemukan pada 2003.

Selain itu, Indonesia juga memiliki kawasan laut yang luas. Kapal dari berbagai peradaban, termasuk di dalam kawasan Indonesia sendiri, lalu lalang di atasnya. Tidak jarang, peninggalan-peninggalannya tersembunyi di bawah laut.

Tonggak penelitian arkeologi bawah air Indonesia baru berkembang pada 1980-an. Saat itu, arkeolog muda Santoso Pribadi hilang ditelan Laut Haliputan untuk menyelam situs kapal Galdermasen milik VOC. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.

Kepergian Santoso mendorong ahli kepurbakalaan untuk mendirikan lembaga arkeologi bawah air pada 1990. lembaga ini di bawah naungan Subdit Perlindungan, Direktorat Perlin­dungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud.

Sejak saat itu, upaya menguak peninggalan purbakala bawah air di Indonesia semakin berkembang. Sampai hari ini, telah terungkap ragam kapal dari pelbagai dinasti Tiongkok, penjelajah Eropa, semasa Perang Dunia, hingga kecelakaan pesawat di masa lalu.

Tonggak penyingkapan dan pelestarian kepurbakalaan masih berlangsung. Sejak kemerdekaan Indonesia, hal yang menjadi sorotan dari kepurbakalaan adalah melestarikan cagar budaya, termasuk benda-benda bersejarah. Hal ini dibahas dalam Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang disuarakan oleh Mohammad Yamin.

Kegiatan potong tumpeng memperingati 111 tahun Hari Kepurbakalaan Indonesia di Kemendikbudristek, Jakarta pada hari Kamis, 20 Juni 2024. Acara ini diadakan oleh IAAI Komda Jakarta. (IAAI)

Pemerintah Indonesia, lewat Dirjen Kebudayaan, terus mengupayakan repatriasi benda-benda bersejarah yang dirampas dan dicuri di masa lalu, yang keberadaannya berada di luar negeri.

Tonggak penting dalam upaya repatriasi adalah ketika kembalinya naskah Negarakertagama peninggalan Majapahit dari Belanda pada 1970. Pada 2020, repatriasi terbaru adalah kembalinya keris Pangeran Dipanagara bernama Kiai Naga Siluman dari Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda.

Selanjutnya juga pengembalian dua patung periode Majapahit dari New York, AS pada April 2024. Kedua patung ini sebelumnya dicuri atas perdagangan barang antik ilegal.

Baca Juga: Sejarah Minat Kepurbakalaan di Indonesia: dari Hobi sampai Keilmuan

Masih ada banyak barang-barang purbakala Indonesia yang berada di luar negeri seperti Belanda, Denmark, Jerman, Inggris, dan AS. Kini, pihak Pemerintah Indonesia, bersama pegiat ahli arkeologi, mengupayakan pengembaliannya.

Mengingat persebaran benda purbakala Indonesia tersebar di seluruh dunia, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengungkapkan ke depannya akan ada kesempatan pelestarian lintas negara. Upaya kerja sama ini sudah mulai dilakukan oleh banyak negara, terutama yang memiliki artefak purbakala di luar negeri, alih-alih harus merepatriasi. 

"Sekarang ini semakin mendesak untuk dilakukan perkembangan teknologi untuk mendukung arkeologi sendiri," terang Hilmar, dalam forum yang sama. "Artinya, sudah mulai melihat di luar batas-batas administratif. Dibutuhkan satu sama lain lintas negara, dan juga internasional."