Balada Nestapa Kewarasan dan Kesejahteraan Nelayan yang Terabaikan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 24 Juni 2024 | 13:30 WIB
Nelayan tradisional memasukkan ikan tangkapan ke dalam jerigen di Teluk Baruk, Sepempang, Natuna. Nelayan kita bekerja dengan fasilitas seadanya. Padahal situasi di lapangan sangat berbahaya bagi kewarasan fisik dan psikologis mereka. (Agoes Rudianto/National Geographic Indonesia)

Penyebabnya, tekanan panas di lingkungan kerja, seperti cuaca panas. Kondisinya semakin buruk karena kebiasaan para nelayan yang kurang minum air putih dan beban pekerjaan yang dihadapi. Penelitian ini baru menyasar komunitas nelayan di Lamongan dan Surabaya yang hanya menghabiskan melaut beberapa jam dan pulang ke pesisir.

"Saya belum tahu hasilnya kalau pada nelayan yang berhari-hari di laut," Terang Putri. "Kami punya keterbatasan teknis di lapangan. Kami mengupayakan supaya ke depannya bisa meneliti nelayan yang bisa berhari-hari di laut."

Putri menemukan, nelayan sendiri sering abai dengan kondisi kesehatannya di laut. Kebiasaan nelayan di Indonesia yang punya iklim panas adalah bekerja mengenakan baju. "Mereka abai karena merasa masih sejuk di laut. Padahal itu sejuk palsu yang mengandung panas. Akibatnya, sirkulasi hidrasi dalam tubuh mereka terus berlangsung," terang Putri.

Nelayan berusia lanjut atau di atas 60 adalah yang paling rentan ketika terkena tekanan panas. Putri dan tim menemukan bahwa nelayan berusia tua mengalami penurunan fisiologis.

Semakin tua seseorang, sistem pembuangan cairan dalam tubuh semakin lemah. Hal ini juga yang menyebabkan banyak orang berusia lanjut kerap mengompol. Pada konteks nelayan, hal ini memperburuk kadar air yang menjaga kesehatan mereka. 

Nelayan tradisional memasukkan ikan tangkapan ke dalam jerigen di Teluk Baruk, Sepempang, Natuna, Senin, 7 Oktober 2019. Kepulauan Natuna merupakan salah satu wilayah yang menyimpan potensi sumber daya perikanan laut. (Agoes Rudianto/National Geographic Indonesia)

Suhu panas yang terus menerpa bisa berdampak pada kesehatan fisik lainnya. Yosephin Sri Sutanti dari  Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana mengungkapkan, nelayan rentan mengidap pterigium.

"Kelainan pterigium ini banyak diidap pekerja lapangan lainnya, seperti petani, buruh lapangan, dan juga nelayan," ungkapnya. "Ini adalah kelainan mata yang disebabkan cuaca atau cahaya matahari, yang mengganggu kemampuan penglihatan mereka."

Nelayan Kita Stres!

Yosephin terlibat dalam studi bertajuk "Analisis Stres Kerja dan Upaya Intervensi Psikologi Kerekayasaan dalam Mengatasi Stres Kerja Nelayan Tradisional Tanjung Peni Citangkil dan Leleyan Grogol Pesisir Pantai Cilegon", yang dipublikasikan di Jurnal Ergonomi dan K3 pada Maret 2017. Penelitian itu dipimpin Antonius D. Manurung dari Psikologi Industri Universitas Mercu Buana Jakarta.

"Kita bilang nenek moyang kita pelaut. Itu citranya. Kalau saya perhatikan, kecenderungan mereka (nelayan) tersingkirkan itu tinggi sekali," terang Anton. 

Dalam penelitian tersebut, kehidupan nelayan kita juga memiliki stres kerja yang kompleks. Di laut, nelayan menghadapi suhu tinggi dari udara dan matahari. Ketika cuaca memburuk, gelombang laut memaksa nelayan berupaya keras agar dapat bertahan. Sementara perahu mereka sendiri menghasilkan suara bising yang berdampak pada psikologis.