Balada Nestapa Kewarasan dan Kesejahteraan Nelayan yang Terabaikan

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 24 Juni 2024 | 13:30 WIB
Nelayan tradisional memasukkan ikan tangkapan ke dalam jerigen di Teluk Baruk, Sepempang, Natuna. Nelayan kita bekerja dengan fasilitas seadanya. Padahal situasi di lapangan sangat berbahaya bagi kewarasan fisik dan psikologis mereka. (Agoes Rudianto/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Nixon Watem, Pengebom Ikan yang Jadi Guru Pendidikan Lingkungan Hidup

Tangkapan laut semakin sulit diperoleh nelayan, ungkap Anton dan Yosephin. Laut kita, khususnya di sekitar Cilegon, Banten, tercemar limbah industri. Ikan bergeser ke perairan yang lebih bersih, mendorong nelayan harus beralih mencari tempat tangkapan lain.

Wiliam Landeng, Nelayan Tuna dari Desa Kauhis, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. (Stenly Pontolawokang/National Geographic Indonesia)

Di darat, pihak pengepul nakal bisa tega dalam membagi hasil laut dengan harga murah. Hal ini membuat kehidupan domestik nelayan serba kekurangan. Beban ini, ditambah kebutuhan rumah tangga, mendorong mereka harus kerja lebih keras dan menyebabkan stres psikologis.

Kondisi ini memerlukan perhatian, terang Anton. Pasalnya, kesejahteraan nelayan berhubungan dengan keberlanjutan profesi ini. Hasil survei di AS oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyingkap bahwa pekerja sektor perikanan termasuk lima pekerjaan tertinggi dengan tingkat bunuh diri.

Secara keberlanjutan profesi, WALHI mencatat, ada 1,83 juta pekerja perikanan, termasuk nelayan, yang tersisa di seluruh Indonesia pada 2019. Jumlahnya menurun, berdasarkan survei Data Indonesia pada April 2023, yakni tersisa sekitar 1,27 juta jiwa.

Nelayan kita masih abai akan kebutuhan asuransi kesehatan seperti BPJS. Bagi mereka, urunan premi dianggap membebankan. Tidak jarang, mereka lebih memilih berhutang kepada juragan atau pengepul ketika mengalami sakit parah.

Putri mengatakan, sebenarnya Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Kesehatan, mengusung Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK) di desa. Lewat Pos UKK, penanganan kesehatan pada pekerja non-informal bisa tersentuh.

Hanya saja, tidak semua desa memiliki Pos UKK. Di Teluk Cenderawasih, Daeng Maros dan rekan-rekan harus mengambil perawatan kesehatan di Puskemas. Akan tetapi, hanya ada sedikit Puskemas yang memiliki fasilitas dan pelayanan memadai.

"Saya pikir sebaiknya Pos UKK itu diaktivasi kembali dan menyeluruh," terang Putri. "Karena program kesehatan basic untuk mereka yang dari informal itu."

Dinas Perikanan pun harus terlibat dalam upaya penyadaran keselamatan kerja nelayan. Putri menyarankan dengan membantu pengadaan perahu yang memadai pekerjaan nelayan di laut.

Anton dan Yosephin menyerukan adanya pendampingan dari berbagai pihak. Pendampingan ini melibatkan Dinas Kesehatan setempat dan perusahaan terdekat dalam program tanggung jawab sosial (CSR). Dengan pendampingan, lingkungan masyarakat nelayan dapat mewujudkan iklim organisasi yang mendukung untuk kebutuhan kesehatan.

Ada pun perusahaan sekitar juga harus terlibat dalam penyejahteraan nelayan, termasuk mengurangi limbah industrinya di laut.