Berkat Soewardi, Nama Indonesia Bermula di Den Haag sejak 1918

By Galih Pranata, Kamis, 20 Juni 2024 | 18:30 WIB
Potret Indonesisch Pers-bureau di Jakarta pada 1971. Sebelumnya, kantor berita yang dirintis Soewardi di Den Haag Belanda pada 1918, jadi cikal bakal mencuatnya nama 'Indonesia' di antara pejuang kemerdekaan. (Wereldculturen Collection)

Nationalgeographic.co.id—Literatur kolonial menyebut asal-usul toponimi Indonesia telah mencuat sejak tahun 1850. Semua itu bermula dari seorang etnolog Inggris bernama George Samuel Windsor Earl, yang menyebut kata mirip 'Indonesia' dalam tulisannya di majalah JIAEA.

Majalah JIAEA atau Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia, yang berarti 'Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur,' terbit pertama kali di Singapura pada tahun 1947.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel "On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Dalam artikel itu, Earl menyebut bahwa sebutan bangsa Hindia atau India dianggap kurang tepat.

Earl kemudian mengajukan saran dua nama untuk membelah masyarakat Melayu dan Hindia dengan sebutan khusus. Dari bahasa Yunani, nesos yang berarti pulau, merujuk untuk menyebut bangsa-bangsa di Hindia dan Melayu.

Pada halaman 71 dalam artikelnya itu, Earl menyebut: bangsa Hindia akan mengenakan nama 'Indunesia' dan bangsa Melayu akan mengenakan nama 'Melayunesia.'

Secara berangsur-angsur juga, James Richard Logan yang berkebangsaan Inggris dalam artikelnya berjudul "The Ethnology of the Indian Archipelago", memungut istilah Earl, Indunesia, menjadi Indonesia. Di mana huruf 'u' diubah menjadi 'o'.

Menariknya, bahwa toponimi Indonesia sudah terbentuk lama jauh sebelum kemerdekaan kita. Dan bukan lagi dibuat oleh bangsa sendiri atau bangsa penjajah, melainkan peneliti asing dari Inggris yang berkantor di Singapura.

Namun, siapakah pribumi yang pertama kali memelopori nama Indonesia hingga menggaung sampai hari ini? Jawaban itu bermuara pada permulaan abad ke-20.

Ronald Frisart menulis kepada Historiek dalam artikel berjudul "Naam ‘Indonesia’ was een Brits bedenksel" yang diterbitkan pada 27 November 2023. Ia mengisahkan tentang seorang pemuda pribumi bergelar 'ningrat' Jawa yang terasing.

Ya, dialah Soewardi. Soewardi Soerjaningrat. Bangsawan Jawa yang membentuk Indische Partij atau Partai Hindia yang akhirnya diasingkan oleh pemerintah Kolonial Belanda jauh ke negeri kincir, Belanda.

Sikap radkal dan non-kooperatif dari partai rintisan Soewardi ini, membuat para punggawa partai itu diasingkan ke Belanda. Tokoh-tokoh terasing itu Soewardi Soerjaningrat, Ernst Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo.

Baca Juga: Di Balik Pemain Naturalisasi: Mengapa Banyak Orang Maluku di Belanda?

Di Belanda, mereka tiba pada bulan Oktober 1913. Idealisme politik mereka masih berkobar, dan darah perjuangan Partai Hindia masih menyala di tengah keterasingan dari negeri sendiri.

Soewardi berusaha mencari penghidupan di Belanda dengan berkontribusi pada surat kabar dan majalah di Hindia Belanda dan Belanda. Selain itu juga, "Soewardi mencari penghidupan lain dengan mengajar," imbuh Ronald.

Soewardi Soerjaningrat mulai mendirikan majalah Hindia Poetra, tetapi tidak bertahan lama. Hanya berlangsung selama dua tahun, 1916-1917, lalu kemudian ia meninggalkan majalah itu.

Terlebih, Soewardi yang harus menghidupi seorang istri dan dua anak, mengalami kehidupan yang sulit di Belanda. Namun, yang mengherankan, surat perintah pengasingan atau interniran yang dikeluarkan terhadap Soewardi dicabut.

Surat pengasingan ke Belanda yang dikeluarkan pada 18 Agustus 1913, tiba-tiba dicabut pada 17 Agustus 1917. Namun, diperbolehkannya Soewardi kembali ke Jawa, tak langsung disetujuinya.

Soewardi masih terus bertahan di Hindia. Titik baliknya terjadi pada November 1918, di mana ia mendirikan Indonesische Persbureau, kantor berita pertama yang didirikan seorang bumiputra Indonesia di Fahrenheitstraat 473, Den Haag, Belanda.

Indonesische Persbureau atau 'Kantor Berita Indonesia' adalah kantor pers yang memulai penggunaan nama resmi Indonesia dalam penamaannya. Kantor berita itu mulai menjadi banyak diperbincangkan hingga ke Hindia.

Indische Partij di Den Haag, Belanda, 1913. Duduk dari kiri: Tjipto Mangoenkoesoemo, E.F.E. Douwes Dekker, dan R.M. Soewardi Soerjaningrat. Berdiri dari kiri: F. Berding, G.L. Topée, dan J. Vermaesen. (KITLV)

Pada paruh kedua tahun 1919, ia dan keluarganya melakukan perjalanan ke Jawa. Di sana Soewardi mendirikan gerakan pendidikan anti-kolonial pertama, bernama sekolah Taman Siswa pada tahun 1922.

Taman Siswa berarti Taman Para Murid. Pun dalam gejolak perjuangannya di bidang pendidikan yang merdeka itu, Soewardi yang berusia 40, memilihkan nama Dewantara sebagai nama perjuangannya. Ki Hajar Dewantara yang kemudian dikenal luas.

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi itu, mulai diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Kemudian, nama "Indonesia" menemukan arahnya menuju muatan identitas politis.

Nama Indonesia mulai disandingkan dengan semangat menuju kemerdekaan suatu bangsa, dengan cita-cita besar untuk terlepas dari belenggu imperialis, serta mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

Nama Indonesia semakin melesat seiring dengan Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia pada 1922.

Tahun-tahun berikutnya, sejumlah perserikatan dan perhimpunan mulai menggunakan nama Indonesia. Sampai dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia Belanda".

Titik kulminasi dari penyematan Indonesia sebagai bagian konstitusi dan kebangsaan terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan menyusulnya deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, hingga lahirlah Republik Indonesia.