Frigia, Topi Kontroversial di Era Romawi yang Jadi Maskot Olimpiade Paris

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 21 Juni 2024 | 10:00 WIB
Topi Frigia berasal dari wilayah kuno Frigia, di tempat yang sekarang disebut Turki. Juga dikenal sebagai topi kebebasan, topi ini menginspirasi para revolusioner di Koloni dan Prancis. (Via Smithsonian Magazine)

Nationalgeographic.co.id—Hari ini, Kota Paris berdandan, bersiap menyambut pesta olahraga terbesar di dunia. Namun, di balik kemeriahan persiapan Olimpiade, sebuah maskot yang dipilih Prancis telah mencuri perhatian publik.

Topi Frigia, topi merah yang terkulai, telah menjadi simbol yang diperbincangkan, memicu diskusi tentang sejarah dan makna di baliknya.

Topi ini, lebih dari sekadar pilihan estetika, membawa beban sejarah yang berat dan makna mendalam tentang perjuangan manusia menuju kebebasan. Ia adalah simbol yang kontroversial. Namun di balik kontroversi itu tersimpan kisah panjang yang menghubungkan peradaban dan benua.

Jejak Panjang Topi Frigia: Dari Romawi Kuno hingga Revolusi Amerika

"Topi Frigia," tulis Greg Daugherty, penulis sejarah di Smithsonian Magazine, "berakar pada pileus, topi yang dikenakan oleh budak-budak yang baru saja dimerdekakan di Romawi kuno. Ini adalah simbol kebebasan yang dikenakan di kepala."

Nama "Frigia" sendiri merujuk pada Phrygia, sebuah wilayah kuno di Turki modern, di mana topi serupa telah digunakan sejak sebelum abad ke-7 SM.

Topi ini, dengan desain kerucut khasnya yang bisa terkulai ke depan atau belakang, sering kali menghiasi kepala dewa-dewi pada koin kuno, menjadi simbol kebebasan dan pembebasan.

Namun, penggunaan Topi Frigia memudar seiring berjalannya waktu, hingga ia muncul kembali pada abad ke-17 di Inggris, seiring dengan meningkatnya minat terhadap dunia klasik.

Topi ini bahkan menyeberangi Atlantik dan muncul di Amerika pada tahun 1733, menjadi bagian dari segel resmi Georgia Trustees, menunjukkan pengaruhnya yang luas.

Topi Kebebasan: Simbol Perlawanan di Amerika Kolonial

Ketika ketegangan antara koloni Amerika dan Inggris semakin memuncak pada tahun 1760-an, Paul Revere, seorang tokoh penting dalam Revolusi Amerika, melihat potensi Topi Frigia sebagai simbol perlawanan.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Pesta Liar Era Romawi dan Yunani Kuno, Seberapa Buruk?

Revere mendesain sebuah tugu untuk merayakan pencabutan Stamp Act, undang-undang Inggris yang dibenci oleh koloni Amerika.

Pada tugu tersebut, seorang wanita yang melambangkan kebebasan terlihat membawa Topi Frigia di atas tiang, menandai awal mula penggunaan topi ini sebagai "topi kebebasan" atau liberty cap dalam perjuangan kemerdekaan Amerika.

Cetakan tahun 1837 yang menunjukan Paman Sam mengenakan topi Phrygian. (Public Domain/Wikimedia Commons)

"Setelah Inggris menyerah pada tahun 1781 dan negara baru terbentuk," Daugherty menjelaskan, "topi kebebasan tetap hidup selama beberapa dekade, muncul di banyak koin AS, bendera negara bagian, dan segel. Bahkan, Paman Sam pernah digambarkan mengenakan topi ini."

Namun, popularitas Topi Frigia di Amerika tak bertahan lama. Asosiasinya dengan radikalisme dan faksi politik yang ditakuti oleh para pemimpin Amerika pada saat itu, membuatnya kehilangan daya tariknya sebagai simbol nasional.

Revolusi Prancis: Topi Frigia Menemukan Panggung Baru

Sementara Topi Frigia kehilangan pamornya di Amerika, di seberang Atlantik, topi ini justru menemukan panggung baru yang lebih besar dan berapi-api.

Di tengah gejolak sosial dan politik yang mendidih, Topi Frigia menjadi lebih dari sekadar simbol; ia menjelma menjadi identitas, sebuah seruan lantang akan kebebasan dan kesetaraan.

Tahun 1789 menandai dimulainya babak baru dalam sejarah Prancis, dan Topi Frigia berada di garis depan. Para revolusioner, dengan semangat membara dan tekad baja, mengenakan topi ini sebagai lambang perlawanan terhadap monarki yang korup dan menindas.

Topi Frigia bukan lagi sekadar aksesori, melainkan pernyataan identitas yang berani, sebuah manifesto visual yang menuntut perubahan radikal.

Puncaknya terjadi pada tanggal 20 Juni 1792, ketika ribuan pria bertopi merah menyerbu istana Louis XVI, menuntut hak-hak mereka yang telah lama dirampas.

Baca Juga: Dunia Hewan: Paus dan Lumba-lumba Diburu Secara Aktif pada Era Romawi?

"Mereka menuntut agar raja menandatangani dua dekrit yang sebelumnya ditolaknya," jelas Daugherty.

Kejadian ini, yang dikenal sebagai Journee du 20 Juin, menjadi tonggak penting dalam Revolusi Prancis, di mana Topi Frigia menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap monarki.

Topi Frigia menjadi begitu ikonik sehingga bahkan Raja Louis XVI sendiri dipaksa untuk mengenakannya. Topi ini menjadi simbol yang tak terpisahkan dari Revolusi Prancis, mewakili semangat kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan yang menjadi landasan perjuangan rakyat Prancis.

Topi Frigia di Paris 2024: Simbol Kebebasan yang Abadi

Maskot Olimpiade Paris 2024. ((International Olympic Committee (IOC))

Di bawah kilauan Menara Eiffel, Topi Frigia bukan hanya sekadar maskot. Melainkan juga sebuah simbol abadi yang membangkitkan semangat revolusi.

"Kami memilih sebuah cita-cita daripada seekor hewan," kata Presiden Paris 2024 Tony Estanguet dalam sebuah konferensi pers. "Bagi orang Prancis, ini adalah objek yang sangat terkenal yang merupakan simbol kebebasan."

Dalam setiap lipatan kainnya, Topi Frigia membawa kisah perjuangan, pengorbanan, dan harapan. Ia adalah pengingat bahwa kebebasan bukanlah pemberian, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan dipertahankan.

Dan di Olimpiade Paris 2024, Topi Frigia akan menjadi simbol yang menyatukan dunia dalam semangat sportivitas, persahabatan, dan perjuangan untuk mencapai potensi terbaik manusia.