Nationalgeographic.co.id—Qilin adalah makhluk dalam mitologi Tiongkok, sering diterjemahkan sebagai unicorn Tiongkok. Meskipun istilah unicorn mungkin merujuk pada makhluk bertanduk satu, qilin sering kali digambarkan dengan dua tanduk.
Seperti unicorn dalam budaya Barat, qilin dianggap murni dan baik hati. Pertanda baik yang jarang terlihat, qilin menandakan kebajikan, kebesaran masa depan, dan kepemimpinan yang adil.
Sepanjang sejarah Tiongkok, qilin dapat ditemukan dalam sastra, seni, dan kehidupan sehari-hari. Qilin merupakan salah satu dari Empat Binatang Keberuntungan – bersama dengan naga, burung phoenix, dan kura-kura. Konon makhluk mitos ini juga melambangkan kemakmuran dan umur panjang serta memiliki status surgawi.
“Referensi ke qilin berasal dari teks Tiongkok kuno,” tulis Joanne Taylor di laman World History Encyclopedia.
Dalam naskah kuno, qilin dianggap sebagai makhluk yang dihormati. Qilin juga dianggap sebagai tanda keberuntungan dan indikator penguasa yang berbudi luhur. Filsuf Konfusius menggarisbawahi pentingnya qilin sebagai simbol keberuntungan.
Citra Qilin disukai di berbagai dinasti di Kekaisaran Tiongkok. Bahkan popularitasnya meluas ke negara-negara Asia lainnya, termasuk Jepang, Korea, dan Vietnam.
Qilin dalam Teks Tiongkok Kuno
Dalam buku klasik The Book of Rites, qilin terdaftar sebagai salah satu dari empat makhluk cerdas bersama dengan burung phoenix, naga, dan kura-kura. Masing-masing makhluk ilahi melambangkan kebajikan berbeda yang dianggap penting untuk hidup berdampingan yang sukses dan harmonis.
Secara umum, naga melambangkan kekuatan dan kekuatan, pembaruan dan rahmat diwakili oleh burung phoenix. Sedangkan umur panjang dan stabilitas dilambangkan kura-kura. Qilin melambangkan kemakmuran dan kebenaran. Bersama-sama, makhluk-makhluk ini menyampaikan pesan kolektif tentang keberuntungan dan keseimbangan.
The Classic of Mountains and Seas (Shanhai jing, abad ke-4 SM) menyebutkan beberapa binatang bertanduk satu. Namun tidak ada yang secara spesifik diidentifikasi sebagai qilin. Referensi paling awal mengenai qilin dalam teks-teks kuno dapat ditelusuri kembali ke periode Zhou Barat (1045-771 SM).
Qilin juga muncul di Shijing, juga disebut The Book of Odes atau Classic of Poetry, yang konon disusun oleh Konfusius pada abad ke-4 SM. Karya yang memuat soal qilin itu, "The Feet of the Lin", muncul di akhir bagian buku kumpulan puisi tersebut.
Baca Juga: Qilin, Makhluk Mitologi 'Unicorn' Tiongkok Jadi Jimat Untuk Anak-anak
Pada abad ke-5 SM, para sarjana juga menemukan qilin, yang juga disebut sebagai lin, dalam The Spring and Autumn Annals. Kronik ini mencatat bahwa lin ditangkap pada tahun ke-14 pemerintahan Lord Ai, 481 SM.
Konfusius dan Qilin
Beberapa sarjana menganggap kemunculan qilin sebagai suatu keajaiban. Konfusius memberikan rincian berikut.
Menjelang akhir hidup Konfusius, qilin ditangkap oleh para pemburu atau, ada yang mengatakan, pengumpul kayu bakar. Makhluk itu terluka, diakui unik, dan dibawa ke Konfusius.
Saat mengidentifikasi makhluk itu sebagai qilin, Konfusius rupanya menangis. Ia menganggapnya sebagai pertanda buruk bahwa qilin ilahi muncul pada waktu yang salah dan mati karena luka-lukanya.
Alih-alih muncul pada masa pemerintahan yang adil, yang menandakan kemakmuran, qilin muncul di bawah kepemimpinan yang tidak memuaskan. Oleh Konfusius, masa itu dianggap sebagai masa kemerosotan moral.
Konfusius konon melihat kematian qilin sebagai tanda bahwa kematiannya sudah dekat dan bahwa Dinasti Zhou tidak lagi memiliki hak ilahi untuk memerintah. Bahwa Dinasti Zhou telah kehilangan Mandat Surga. Dua tahun kemudian, Konfusius meninggal.
Menurut legenda, qilin juga muncul di hadapan ibu Konfusius tepat sebelum dia dilahirkan, dalam beberapa catatan, membawa tablet batu giok. Karena alasan ini, qilin terus dikaitkan dengan kelahiran dan kematian orang bijak.
Penampilan Fisik
Deskripsi tertulis tentang kemunculan qilin bervariasi sepanjang sejarah Tiongkok. Beberapa orang menggambarkan qilin memiliki tubuh rusa, ekor lembu, paling sering kuku terbelah, kepala naga, dan sisik. “Terkadang dengan api yang memancar dari tubuh,” Taylor menambahkan.
beberapa komentator modern menyebut qilin sebagai chimera – kumpulan bagian dari makhluk lain. Namun itu tampaknya merupakan salah tafsir. Lebih dari itu, ciri-ciri berbagai macam makhluk yang dikenal digunakan untuk menunjukkan betapa menakjubkan dan langkanya qilin.
Dalam mitologi Tiongkok, esensi dan simbolisme adalah yang terpenting, bukan penampilan luar. Dari patung, lukisan, keramik hingga sulaman, qilin adalah subjek populer sepanjang sejarah Tiongkok. Meskipun representasi ciri-ciri fisiknya telah berubah seiring berjalannya waktu, esensi dan simbolismenya tetap konstan.
Di ibu kota Tiongkok, Beijing, patung qilin perunggu besar ditemukan di luar Istana Musim Panas. Patung itu memiliki kepala seperti naga dengan dua tanduk, dan kuku terbelah. Api yang memancar dari tubuhnya yang besar dan bersisik. Gambaran serupa digunakan pada lencana pangkat yang dikenakan dari tahun 1453 hingga 1662 M pada jubah perwira militer pangkat satu.
Lencana pangkat Qilin dikenakan pada Dinasti Ming untuk menunjukkan kedekatan dengan kaisar. Penggunaan qilin pada jubah militer para jenderal sudah ada sejak Dinasti Tang (618-907 M).
Diperkirakan bahwa variasi tampilan qilin pada desain lencana pangkat disebabkan karena desain tersebut dirancang secara individual atas biaya pemakainya. Variasi tersebut dapat dilihat pada lencana yang ditemukan pada penggalian makam Adipati Xu Fu (1517 M), Nanjing. Salah satunya adalah lencana peringkat yang sangat menarik dengan makhluk seperti qilin tradisional tetapi dengan leher yang sangat panjang.
Sarjana James C. Y. Watt menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan lukisan jerapah dari Dinasti Ming, penampakan qilin dipengaruhi oleh jerapah.
Jerapah sebagai Qilin di Era Dinasti Ming
Pada masa Dinasti Ming, Kaisar Yongle (memerintah 1403-1424 M) dihadiahi seekor jerapah. Jerapah tersebut dianggap sebagai qilin dan tanda keberuntungan yang menegaskan pemerintahan Kaisar Yongle yang adil.
Laksamana Zheng Ho melakukan tujuh pelayaran diplomatik antara tahun 1405 dan 1433 M. Ia membawa kembali banyak keajaiban, termasuk jerapah, yang belum pernah terlihat sebelumnya di Kekaisaran Tiongkok.
Banyak yang mengartikan kedatangan jerapah sebagai qilin yang membawa keberuntungan. Sikapnya lembut dan penampilannya unik.
Makhluk yang tidak biasa seperti itu memang membuat beberapa orang menganggap bahwa The Classic of Mountains and Seas selama ini benar. Dengan demikian, jerapah qilin menjadi citra budaya populer dan alat diplomasi internasional.
Dari mitologi kuno hingga ikonografi kekaisaran, qilin mewujudkan nilai-nilai kebajikan yang tak lekang oleh waktu. Juga menandakan pemerintahan yang berbudi luhur.
Penggambarannya dalam teks-teks kuno dan perannya dalam festival menekankan pentingnya simbol keberuntungan dan kebenaran. Posisi qilin sebagai salah satu dari Empat Binatang Keberuntungan dan hubungannya dengan Konfusius semakin menegaskan tempatnya dalam sejarah Tiongkok.
Saat ini, qilin berkembang pesat dalam tarian, seni, feng shui, dan hiburan. Hal ini mencerminkan makna budaya abadi di banyak wilayah Asia.