Nationalgeographic.co.id—Orang-orang Mesir kuno mendokumentasikan segalanya mulai dari doa, proklamasi, hingga pajak. Tampaknya tugas untuk mendokumentasikan segala sesuatu tersebut meninggalkan bekas pada tulang-tulang para juru tulis kerajaan.
Setidaknya itulah yang terlihat dari penelitian terbaru yang diterbitkan dalam Scientific Reports. Penelitian tersebut menemukan jejak cedera pada tulang-tulang para juru tulis Mesir. Mereka dikuburkan lebih dari 4.000 tahun yang lalu.
“Para peneliti menemukan pergelangan kaki yang rata akibat duduk bersila selama beberapa dekade,” tulis Tom Metcalfe di laman National Geographic. Selain itu, ada kemungkinan cedera rahang akibat menggerogoti “pena” alang-alang yang digunakan oleh para pembuat dokumentasi yang berbakti.
Peradaban yang berusia ribuan tahun tersebut bergantung pada orang yang pandai menulis dan membaca untuk mengelola birokrasinya yang luas. Namun diperkirakan hanya ada kurang dari 1% orang Mesir kuno yang tahu cara membaca dan menulis, kata Veronika Dulíková, Egyptologist di Charles University.
“Orang-orang ini merupakan tulang punggung penyelenggaraan pemerintahan,” katanya. “Orang-orang terpelajar bekerja di kantor-kantor penting pemerintah. Orang-orang Mesir kuno mencatat segala sesuatu dengan cermat, yang kemudian disimpan dalam arsip.”
Pekerjaan berbahaya
“Tidak ada seorang pun yang merancang kursi yang tepat untuk para juru tulis Mesir kuno agar tidak merusak tulang punggungnya,” kata antropolog Petra Brukner Havelková dari Museum Nasional Ceko. “Namun sebaliknya, mereka pasti menghadapi faktor risiko pekerjaan yang sama.”
Brukner Havelková dan rekan-rekannya memeriksa kerangka 69 pria dewasa yang terkubur antara tahun 2.700 dan 2.180 SM di Abusir. Abusir adalah sebuah kompleks piramida dan makam beberapa kilometer di selatan Kairo.
Mereka mengidentifikasi 30 sisa mumi sebagai milik para juru tulis profesional pejabat tinggi yang pekerjaannya bergantung pada membaca dan menulis.
Menurut analisis, banyak juru tulis di Abusir menderita osteoartritis, penyakit kerusakan tulang dan ligamen. Kerusakan itu ditemukan terutama pada tulang selangka kanan, bahu, dan ibu jari. Kondisi tersebut mungkin disebabkan karena menulis yang hampir terus-menerus.
Peneliti juga menemukan tulang pergelangan kaki dan paha yang rata, kemungkinan akibat duduk bersila selama berjam-jam, berhari-hari, atau bertahun-tahun. Juga osteoartritis pada tulang belakang, terutama di sekitar leher.
Baca Juga: Tengkorak Berusia 4.000 Tahun Ungkap Pengobatan Kanker Era Mesir Kuno
Hal ini mungkin disebabkan oleh juru tulis yang duduk berulang kali mengangkat kepala untuk menyimak dan kemudian menuliskannya pada papirus yang diletakkan di pangkuan mereka.
Gerakan kepala berulang yang sering dialami oleh banyak dari manusia modern yang sering menggunakan ponsel, monitor, dan keyboard.
Menggerogoti pena dan menavigasi birokrasi
Kebanyakan orang saat ini mengasosiasikan Mesir kuno dengan hieroglif rumit yang diukir dan dilukis di dinding kuil dan makam.
Namun tulisan-tulisan ini dibuat oleh perajin yang memiliki keahlian khusus. Sementara para juru tulis mahir menggunakan versi “kursif” aksara Mesir yang lebih efisien dan dikenal dengan sebutan hieratik.
Ahli Mesir Kuno dari Universitas Oxford, Hana Navratilova, menjelaskan bahwa hieratik berkembang sekitar 5.000 tahun yang lalu. Hieratik digunakan selama hampir 3.000 tahun di Mesir kuno.
Juru tulis di Mesir kuno berada pada tingkat sosial yang kira-kira sama dengan tentara. Posisi mereka di atas perajin, pedagang, dan masyarakat, namun tunduk pada pendeta dan bangsawan. Posisi ini selalu dipegang oleh kaum laki-laki. Dan seorang anak laki-laki sering kali mengikuti jejak ayahnya.
Banyak penggambaran kuno tentang juru tulis Mesir yang menunjukkan mereka duduk bersila di lantai atau berlutut. Ukiran dan lukisan juga menunjukkan mereka berdiri untuk bekerja, mungkin saat menghitung hasil panen di ladang atau memeriksa lumbung.
“Banyak dari orang-orang ini sebenarnya tidak duduk di ‘kantor’,” kata Navratilova. “Kami melihat mereka digambarkan saat panen, mencatat komoditas atau pajak, atau bekerja di samping tukang daging. Mereka ada di mana-mana.”
Para peneliti terkejut melihat banyak juru tulis dari Abusir menderita penggunaan sendi temporomandibular (TMJ) yang berlebihan. Sendi tersebut merupakan tempat rahang menempel pada tengkorak.
Mereka berpendapat bahwa hal ini mungkin merupakan bukti bahwa para ahli Taurat secara teratur mengunyah ujung-ujung pena yang masih segar. Tujuannya untuk membuat “pena” berbentuk kuas yang mereka gunakan, yang dibuat dari buluh.
Baca Juga: Ada Banyak Obelisk Mesir Kuno di Kekaisaran Romawi, Ini Alasannya!
'Membuat penasaran'
Ahli bioarkeologi Cynthia Wilczak dari San Francisco State University mengatakan bahwa penelitian baru ini menarik. Menurutnya, kita belum dapat mengidentifikasi pola perubahan kerangka yang unik dari juru tulis Mesir kuno.
Wilczak mencatat bahwa hanya enam dari 30 kerangka makam di Abusir yang diidentifikasi sebagai juru tulis berdasarkan gelarnya. Sedangkan sisanya diperkirakan adalah juru tulis berdasarkan lokasi makam mereka dan indikasi lain mengenai status sosial mereka.
“Saya tertarik untuk melihat apakah beberapa pola yang diamati juga berlaku pada penulis yang teridentifikasi dari situs lain,” katanya.
Dugaan bahwa cedera rahang mungkin disebabkan oleh mengunyah pena buluh masuk akal, kata Wilczak. Namun gigi mungkin juga menunjukkan tanda-tanda aktivitas ini. “Sayangnya, tidak ada bukti yang menunjukkan kerusakan gigi jika hal ini terjadi,” tambahnya lagi.
Bukti yang menguatkan
Antropolog biologi Danny Wescott dari Texas State University mencatat bahwa sampel kerangka dari Abusir berjumlah kecil. Peningkatan penyakit tulang degeneratif yang diamati juga hanya sedikit.
Hal ini bisa berarti bahwa signifikansi cedera kerangka yang diamati pada kerangka Abusir mungkin tidak berlaku untuk wilayah lain.
Brukner Havelková mengatakan kelompoknya baru berada pada tahap awal penelitian. Mereka berharap dapat memeriksa sisa-sisa ahli Taurat Mesir kuno yang dikuburkan di lokasi lain. Seperti di pemakaman Giza dan pekuburan Saqqara.
“Makalah yang diterbitkan ini adalah wawasan pertama mengenai pertanyaan tentang aktivitas fisik para juru tulis,” kata Brukner Havelková. “Sekarang saatnya untuk mengonfirmasi asumsi kami.”