“Ini sangat signifikan, mengingat usia aslinya sudah dianggap luar biasa,” katanya. “Ini memiliki implikasi besar bagi pemahaman kita tentang kemampuan seniman awal yang bergerak melalui Indonesia dan jenis keterampilan serta peralatan yang mereka miliki ketika memasuki Australia.”
Dampak signifikan bagi sejarah umat manusia
"Hasil yang kami peroleh ini sangat mengejutkan karena belum ada karya seni dari zaman Es Eropa yang terkenal yang umurnya mendekati umur lukisan gua Sulawesi ini," tutur Adhi Agus Oktaviana, ahli seni cadas Indonesia dari BRIN yang juga mengetuai tim penelitian.
Adhi menekankan bahwa penelitiannya merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun dan memiliki implikasi penting terkait pemahaman mengenai asal-usul seni paling awal.
Sementara itu, Aubert menyatakan, “Kami suka mendefinisikan diri kita sebagai spesies yang bercerita, dan ini adalah bukti tertua tentang hal itu.”
Di gua yang sama, terdapat gambar makhluk dengan atribut manusia dan hewan, menunjukkan kepercayaan spiritual.
“Seni batu ini bukan hanya simbol-simbol kecil,” kata anggota tim Joannes-Boyau. “Mereka benar-benar melukis adegan berburu dan kehidupan, dan mereka sudah menceritakan kisah melalui seni mereka, hidup dalam dunia spiritual, dan berusaha memahami lingkungan di sekitar mereka. Ini memberi kita banyak informasi tentang evolusi Homo sapiens.”
Bagi Profesor Adam Brumm dari Griffith's Australian Research Centre for Human Evolution, penelitian ini memberikan pemahaman baru terhadap signifikansi budaya bercerita dalam kaitannya dengan sejarah seni.
"Perlu diingat bahwa lukisan cadas tertua yang kami temukan di Sulawesi ini terdiri atas beberapa adegan yang bisa dikenali dengan mudah, yaitu penggambaran interaksi manusia dan hewan yang bisa ditafsirkan bahwa seniman pembuatnya berusaha untuk berkomunikasi secara naratif," lanjut Brumm.
Brumm juga menekankan bahwa ini merupakan sebuah penemuan mutakhir. Sebab, dalam pandangannya, selama ini para akademisi melihat lukisan gua figuratif awal hanya terdiri atas panel individual tanpa memperlihatkan adegan yang jelas.
Kemunculan representasi gambar yang memiliki cerita baru muncul kemudian dalam seni hias Eropa.
Lalu, siapa yang membuat lukisan tersebut? Untuk menjawabnya, Aubert menjelaskan bagaimana manusia modern, Homo sapiens, telah mencapai Australia sekitar 60.000 hingga 65.000 tahun lalu. Sehingga besar kemungkinan mereka berada di wilayah ini pada saat itu.
“Kami berasumsi lukisan ini dibuat oleh manusia modern,” kata Aubert.
Bagi Adhi, penemuan ini mengindikasikan bahwa lukisan gua yang bersifat naratif merupakan bagian penting dalam budaya seni manusia awal Indonesia pada masa itu.
Sebab, menurutnya, pada dasarnya manusia sudah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam bentuk cerita sejak lebih dari 51.200 tahun. Namun, karena kata-kata tidak bisa menjadi fosil batu, maka yang tertinggal hanyalah penggambaran dalam bentuk seni.
"Temuan di Sulawesi ini adalah bukti tertua yang bisa diketahui dari sudut pandang arkeologi," ucap Adhi.
Homo sapiens mungkin bukan satu-satunya spesies dengan kapasitas praktik simbolik kompleks, menurut Martin Porr dari Universitas Western Australia. “Sangat mungkin bahwa hominin lain setidaknya memiliki beberapa kemampuan dalam hal ini, seperti yang dapat disimpulkan dari budaya material yang sangat canggih milik Neanderthal.”
“Di masa depan, akan penting untuk melakukan lebih banyak penelitian tentang bukti arkeologi di wilayah ini untuk memahami dan mengonfirmasi konteks sosial, ekonomi, dan budaya dari gambar-gambar ini selama Pleistosen akhir,” tambah Porr.