Lukisan Gua Tertua di Dunia Ada di Sulawesi, Usianya 51.200 Tahun

By Ade S, Kamis, 4 Juli 2024 | 20:33 WIB
Lukisan cadas tertua di dunia di gua kapur di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. ()

Nationalgeographic.co.id—Sebuah lukisan dengan bentuk manusia yang sedang berinteraksi dengan babi ditemukan di sebuah gua wilayah Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan berusia setidaknya 51.200 tahun, lukisan ini menjadi contoh seni representasional tertua di dunia.

Temuan tersebut merupakan hasil dari tim penelitian yang terdiri dari Griffith University, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Southern Cross University. Hasil penelitian sendiri sudah terbit di jurnal Nature.

Di Indonesia sendiri, hasil penelitian ini dipaparkan langsung oleh tim peneliti dalam acara konferensi pers yang dilakukan di Gedung BJ Habibie, BRIN Thamrin, pada Kamis, 4 Juli 2024.

Berlokasi di gua kapur di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan, lukisan cadas tersebut menggambarkan tiga figur menyerupai manusia yang sedang berinteraksi dengan seekor babi hutan.

Temuan ini menunjukkan bahwa gambar di Leang Bulu’ Sipong 4 sebenarnya lebih tua 4.000 tahun dari perkiraan sebelumnya – dan seni di Leang Karampuang bahkan lebih tua lagi.

Metode analisis baru

Seperti diketahui, lukisan babi ditemukan pada tahun 2017 di langit-langit gua kapur Leang Karampuang di pulau Sulawesi.

Pada tahun 2019, Profesor Maxime Aubert dari Universitas Griffith dan rekan-rekannya mengukur usia sebuah adegan berburu di gua terdekat bernama Leang Bulu’ Sipong 4, yang ternyata berusia minimal 44.000 tahun.

Metode sebelumnya untuk mengukur usia karya seni ini melibatkan ekstraksi bahan kimia dari sampel dan menghancurkan sebagian besar batu.

Kini, mereka menggunakan metode analisis paling mutakhir melalui ablasi laser U-series (LA-U-series) dengan tujuan mendapatkan pertanggalan akurat pada lapisan tipis kalsium karbonat yang terbentuk di atas seni hias tersebut.

Dalam teknik baru ini, inti berdiameter 5 milimeter diekstraksi dari kerak batu. Dari permukaan inti ini, material yang lebih tipis dari setengah ketebalan rambut manusia dihilangkan dengan laser dan diuji untuk mengukur peluruhan isotop dalam mineral.

Baca Juga: Lukisan Gua Terbesar di Amerika Terungkap Berkat Fotogrametri 3D

Setelah ini selesai, inti dapat dimasukkan kembali ke dalam seni batu, mengurangi kerusakan dibandingkan dengan metode sebelumnya.

Metode ini dikembangkan oleh Aubert yang merupakan ahli arkeologi di Griffith Centre for Social and Cultural Research (GCSCR) bersama dengan Profesor Renaud Joannes-Boyau, ahli arkeogeokimia dari Geoarcheology and Archaeometry Research Group (GARG).

Menurut Aubert, sebelumnya telah menggunakan metode berbasis uranium untuk mencari umur seni cadas di wilayah Sulawesi dan Kalimantan.

Namun teknik LA-U series ini menghasilkan data yang lebih akurat karena mampu mendeteksi umur lapisan kalsium karbonat dengan sangat rinci hingga mendekati masa pembuatan seni hias tersebut.

"Penemuan ini akan merevolusi metode analisis pertanggalan seni cadas," tutur Aubert.

Lukisan cadas di gua kapur di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. ()

Sementara itu, bagi Joannes-Boyau, teknik tersebut memungkinkan kita untuk membuat peta lapisan kalsium karbonat secara rinci. Kemampuannya membuat kita dapat menentukan sekaligus menghindari area permukaan yang mengalami proses perubahan diagenesis secara alami.

"Konsekuensinya penentuan umur seni cadas menjadi lebih mendalam dan bisa dipertanggungjawabkan," lanjut Joannes-Boyau.

Hasilnya menunjukkan bahwa gambar di Leang Bulu’ Sipong 4 sebenarnya lebih tua 4.000 tahun dari perkiraan sebelumnya, yaitu 48.000 tahun. Sedangkan seni di Leang Karampuang memiliki usia yang lebih tua lagi, yaitu 51.200 tahun.

Dengan kata lain, kedua karya seni di lokasi tersebut berusia setidaknya 10.000 tahun lebih tua daripada seni batu tertua di Eropa, menurut Aubert.

Kira Westaway dari Universitas Macquarie di Sydney, Australia, mengatakan bahwa teknik pengukuran yang lebih baik telah memberikan penilaian yang lebih akurat tentang kapan seni Sulawesi sebenarnya dilukis.

Baca Juga: Gambar Cadas Paleolitik: Lukisan Gua tentang Sihir dan Perdukunan

“Ini sangat signifikan, mengingat usia aslinya sudah dianggap luar biasa,” katanya. “Ini memiliki implikasi besar bagi pemahaman kita tentang kemampuan seniman awal yang bergerak melalui Indonesia dan jenis keterampilan serta peralatan yang mereka miliki ketika memasuki Australia.”

Dampak signifikan bagi sejarah umat manusia

"Hasil yang kami peroleh ini sangat mengejutkan karena belum ada karya seni dari zaman Es Eropa yang terkenal yang umurnya mendekati umur lukisan gua Sulawesi ini," tutur Adhi Agus Oktaviana, ahli seni cadas Indonesia dari BRIN yang juga mengetuai tim penelitian.

Adhi menekankan bahwa penelitiannya merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun dan memiliki implikasi penting terkait pemahaman mengenai asal-usul seni paling awal.

Sementara itu, Aubert menyatakan, “Kami suka mendefinisikan diri kita sebagai spesies yang bercerita, dan ini adalah bukti tertua tentang hal itu.”

Foto luar gua kapur di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. Tempat lukisan gua tertua di dunia berada. ()

Di gua yang sama, terdapat gambar makhluk dengan atribut manusia dan hewan, menunjukkan kepercayaan spiritual.

“Seni batu ini bukan hanya simbol-simbol kecil,” kata anggota tim Joannes-Boyau. “Mereka benar-benar melukis adegan berburu dan kehidupan, dan mereka sudah menceritakan kisah melalui seni mereka, hidup dalam dunia spiritual, dan berusaha memahami lingkungan di sekitar mereka. Ini memberi kita banyak informasi tentang evolusi Homo sapiens.”

Bagi Profesor Adam Brumm dari Griffith's Australian Research Centre for Human Evolution, penelitian ini memberikan pemahaman baru terhadap signifikansi budaya bercerita dalam kaitannya dengan sejarah seni.

"Perlu diingat bahwa lukisan cadas tertua yang kami temukan di Sulawesi ini terdiri atas beberapa adegan yang bisa dikenali dengan mudah, yaitu penggambaran interaksi manusia dan hewan yang bisa ditafsirkan bahwa seniman pembuatnya berusaha untuk berkomunikasi secara naratif," lanjut Brumm.

Brumm juga menekankan bahwa ini merupakan sebuah penemuan mutakhir. Sebab, dalam pandangannya, selama ini para akademisi melihat lukisan gua figuratif awal hanya terdiri atas panel individual tanpa memperlihatkan adegan yang jelas.

Kemunculan representasi gambar yang memiliki cerita baru muncul kemudian dalam seni hias Eropa.

Lalu, siapa yang membuat lukisan tersebut? Untuk menjawabnya, Aubert menjelaskan bagaimana manusia modern, Homo sapiens, telah mencapai Australia sekitar 60.000 hingga 65.000 tahun lalu. Sehingga besar kemungkinan mereka berada di wilayah ini pada saat itu.

“Kami berasumsi lukisan ini dibuat oleh manusia modern,” kata Aubert.

Bagi Adhi, penemuan ini mengindikasikan bahwa lukisan gua yang bersifat naratif merupakan bagian penting dalam budaya seni manusia awal Indonesia pada masa itu.

Sebab, menurutnya, pada dasarnya manusia sudah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam bentuk cerita sejak lebih dari 51.200 tahun. Namun, karena kata-kata tidak bisa menjadi fosil batu, maka yang tertinggal hanyalah penggambaran dalam bentuk seni.

"Temuan di Sulawesi ini adalah bukti tertua yang bisa diketahui dari sudut pandang arkeologi," ucap Adhi.

Homo sapiens mungkin bukan satu-satunya spesies dengan kapasitas praktik simbolik kompleks, menurut Martin Porr dari Universitas Western Australia. “Sangat mungkin bahwa hominin lain setidaknya memiliki beberapa kemampuan dalam hal ini, seperti yang dapat disimpulkan dari budaya material yang sangat canggih milik Neanderthal.”

“Di masa depan, akan penting untuk melakukan lebih banyak penelitian tentang bukti arkeologi di wilayah ini untuk memahami dan mengonfirmasi konteks sosial, ekonomi, dan budaya dari gambar-gambar ini selama Pleistosen akhir,” tambah Porr.