Lady Jane Grey: Apa Alasan Sang 'Ratu 9 Hari' Itu Dihukum Mati?

By Ade S, Kamis, 11 Juli 2024 | 08:03 WIB
Kisah tragis Lady Jane Grey, sang 'Ratu 9 Hari', yang naik tahta namun harus dihukum mati. Temukan alasan di balik kisahnya yang singkat ini. (Paul Delaroche)

Nationalgeographic.co.id-Lady Jane Grey, seorang bangsawan muda Inggris, dikenal sebagai "Ratu 9 Hari" karena masa pemerintahannya yang singkat dan tragis.

Kisah hidupnya penuh dengan intrik politik, agama, dan ambisi yang membawanya ke puncak tahta, namun berakhir dengan hukuman mati.

Artikel ini akan mengupas alasan di balik tragedi Lady Jane Grey. Kita akan menyelami masa kecilnya yang terpelajar, pernikahannya yang diatur, dan perannya dalam perebutan tahta Inggris setelah kematian Raja Edward VI.

Temukan bagaimana Lady Jane Grey, meskipun hanya memerintah selama 9 hari, menjadi figur penting dalam sejarah Inggris dan meninggalkan jejak yang tak terhapuskan.

Catatan kaki dalam sejarah

Lady Jane Grey hidup di masa penuh pergolakan di Inggris, di mana intrik politik, persekutuan yang mudah berubah, dan kekerasan brutal menjadi hal yang lumrah.

Lahir di tahun 1537 dari bangsawan ambisius Lady Frances Brandon dan Henry Grey, Duke of Suffolk, Jane merupakan cicit Raja Henry VIII.

Sebagai bangsawan perempuan di Inggris abad pertengahan, Jane hidup dalam kemewahan, namun tak luput dari kenyataan pahit sebagai pion dalam permainan politik kerabat laki-laki mereka.

John Dudley, Duke of Northumberland, merupakan salah satu figur berpengaruh di kerajaan saat itu. Ia bersama Henry Grey merancang skema untuk mengangkat Jane ke tahta.

Meskipun tergolong kerabat raja, posisi Jane dalam garis suksesi tidak begitu kuat dibandingkan sepupunya, Mary Tudor dan Elizabeth Tudor. Namun, Dudley memiliki rencana untuk mengubahnya.

Raja Edward VI, satu-satunya putra Henry VIII, sedang sakit parah akibat campak dan tuberkulosis. Dudley meyakinkannya untuk mengubah garis suksesi demi anggota keluarga Protestan.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Kala Ratu Inggris dan Sultan Ottoman Jalin Hubungan Mesra

Dia menyingkirkan Mary, saudara perempuannya yang Katolik dan pewaris sah, dan menetapkan Jane, seorang Protestan, bersama semua pewaris laki-lakinya, sebagai penerus takhta.

Tak lama setelah perubahan tersebut, Edward meninggal, dan skema besar Dudley pun berjalan.

Setelah mengabaikan hak kelahiran Mary Tudor, Dudley segera bekerja keras untuk mengamankan mahkota bagi Jane. Namun, dia dihadapkan pada rintangan besar.

Calon ratu ini, meskipun menjadi pusat rencana besar sang mertua, sebetulnya tidak menginginkan gelar dan segala atributnya. "Mahkota bukan hak saya. Ini tidak menyenangkan saya. Mary adalah pewaris yang sah," kata Jane, seperti yang dilaporkan.

Akhirnya, dia menyerah pada desakan Duke of Northumberland, tetapi keputusan itu akan segera disesalinya.

Pada 10 Juli, Jane menjadi ratu. Di saat orang-orang terdekatnya berebut kekuasaan, Mary mengumpulkan pasukan pendukung untuk merebut kembali takhta.

Pemerintahannya hanya berlangsung sembilan hari, ketika skema Duke of Northumberland akhirnya digagalkan oleh pasukan Mary.

Sepupunya dinyatakan sebagai penguasa yang sah, Jane digulingkan, dipenjara di menara, dan dipenggal pada tanggal 12 Februari 1554.

Pemerintahan Ratu Mary I akan dikenang dengan penuh kontroversi, sedangkan Jane hanya menjadi catatan kaki dalam sejarah.

Pion dari ayahnya sendiri

Sejak lahir, Jane Grey telah dipersiapkan untuk menjadi seorang bangsawan. Dibungkus dengan kain sutra mewah dan dididik dengan ilmu terbaik yang tersedia bagi seorang gadis pada masanya, termasuk bahasa Yunani, Latin, dan Italia, Jane kecil nyatanya hidup dalam penderitaan.

Baca Juga: Kisah Pilu Ratu Catherine dari Aragon yang Dikhianati Raja Inggris

"Di hadapan ayah dan ibu saya," Jane bercerita kepada sarjana tamu Roger Ascham, "saya harus melakukan segala hal dengan sempurna, mengikuti aturan ketat bagaikan ciptaan Tuhan."

"Ketidaksempurnaan akan berakibat teguran tajam, ancaman kejam, bahkan cubitan, sentakan, dan tekanan yang membuat saya merasa seperti di neraka," lanjut Mary seperti dikutip dari laman ABC News.

Kematian Raja Henry VIII pada tahun 1547 membawa perubahan besar bagi Jane. Dalam wasiatnya, Raja menempatkan Jane di urutan keempat dalam garis suksesi takhta, meningkatkan statusnya secara drastis di istana.

Pada usia sembilan tahun, Jane dikirim untuk tinggal bersama Sir Thomas Seymour dan istrinya Catherine, untuk mempelajari tata cara hidup bangsawan.

Masa ini menjadi momen paling bahagia dalam hidup Jane. Catherine, bagaikan ibu yang penyayang, menanamkan kecintaan pada seni dan keimanan Protestan yang mendalam dalam diri Jane.