Sejarah Dunia Kuno: Sederet Kisah Tragis Pembunuhan Tokoh Penting

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 19 Juli 2024 | 18:01 WIB
La mort de Cèsar atau Kematian Julius Caesar adalah lukisan tahun 1806 karya Vincenzo Camuccini yang menggambarkan pembunuhan Julius Caesar. Peristiwa itu terjadi pada Idus Martiae, yakni hari ke-74 dalam kalender Romawi, bertepatan dengan 15 Maret. (Wikimedia Commons)

Philip II dari Makedonia, ayah dari Alexander Agung, adalah salah satu raja yang paling berpengaruh dalam sejarah Yunani kuno.

Pada Oktober 336 SM, ia menghadiri pernikahan putrinya di Aegae, ibukota kuno Makedonia. Pausanias dari Orestis, salah satu pengawalnya, menikam Philip di tulang rusuk, membunuhnya seketika.

Motif Pausanias masih menjadi bahan spekulasi, dengan beberapa sumber mengatakan bahwa dia membalas dendam atas penghinaan pribadi, sementara yang lain menduga adanya konspirasi politik yang lebih besar.

Beberapa sejarawan kuno, Mitchell menjelaskan, "berpikir bahwa mungkin Pausanias tersinggung oleh sang raja dan membalas dendam, beberapa lainnya menuding Aleksandr dan ibunya."

Sejarawan modern telah melakukan berbagai upaya untuk menguji kedua teori ini, tetapi belum bisa memberikan jawaban yang tepat.

Pembunuhan ini memicu periode ketidakstabilan dan konflik yang akhirnya diselesaikan oleh kebangkitan Alexander Agung, yang kemudian menaklukkan sebagian besar dunia yang dikenal dan menjadi salah satu pemimpin militer paling terkenal dalam sejarah.

CaligulaTidak Diratapi oleh Siapapun

Si gila Caligula, penguasa Kekaisaran Romawi yang paling terkenal sepanjang masa. (Richard Mortel/Wikimedia Commons)

Caligula, kaisar Romawi ketiga, memerintah dari 37 hingga 41 M. Masa pemerintahannya terkenal karena perilakunya yang kejam dan penuh kemewahan.

Selain itu, Caligula juga dikenal karena tindakannya yang "gila", seperti mengklaim dirinya sebagai dewa dan memerintahkan pembunuhan tanpa alasan yang jelas.

Pada tahun 40 Masehi, Caligula mengumumkan bahwa ia akan pindah ke Alexandria di Mesir, di mana ia berencana untuk disembah sebagai dewa.

Membayangkan Roma akan kehilangan kaisarnya dan oleh karena itu kekuatan politiknya terlalu berat untuk ditanggung oleh senat. Pengawal Praetorian (yang biasanya ditugaskan untuk melindungi kaisar) mulai beraksi.