Sejarah Dunia Kuno: Sederet Kisah Tragis Pembunuhan Tokoh Penting

By Tri Wahyu Prasetyo, Jumat, 19 Juli 2024 | 18:01 WIB
La mort de Cèsar atau Kematian Julius Caesar adalah lukisan tahun 1806 karya Vincenzo Camuccini yang menggambarkan pembunuhan Julius Caesar. Peristiwa itu terjadi pada Idus Martiae, yakni hari ke-74 dalam kalender Romawi, bertepatan dengan 15 Maret. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Di balik kemegahan dan kejayaan peradaban kuno, tersembunyi kisah-kisah kelam yang sering kali dilupakan oleh sejarah.

Sejarah dunia kuno dipenuhi dengan intrik, pengkhianatan, dan pembunuhan yang mengguncang fondasi kekuasaan. Dari Julius Caesar yang ditikam oleh teman-teman terdekatnya hingga Artaxerxes III yang diracun oleh orang terdekatnya, tokoh-tokoh penting ini menemui akhir hidup yang tragis dan dramatis.

Dalam artikel ini, kita akan menyelami beberapa pembunuhan paling mengejutkan yang tidak hanya merubah jalannya sejarah, tetapi juga mengungkap sisi gelap dari ambisi manusia yang tak terpuaskan.

Julius CaesarDitikam dari Belakang, Berkali-kali

Julius Caesar, negarawan dan jenderal militer Romawi, lahir pada tahun 100 SM dan dibunuh pada 15 Maret 44 SM. Kekuatan dan popularitasnya yang semakin besar di kalangan rakyat Roma, dikombinasikan dengan ambisinya yang tak tertandingi, membuatnya menjadi target.

Menurut Robbie Mtichell, dilansir dari laman Ancient Origins, kelompok senator yang dipimpin oleh Marcus Junius Brutus dan Gaius Cassius Longinus berkonspirasi untuk membunuh Caesar dalam upaya mengembalikan Republik ke kejayaannya.

Pada Ides Maret, Caesar dijadwalkan menghadiri pertemuan Senat di Teater Pompey. Saat ia masuk, beberapa konspirator mendekatinya dan tiba-tiba menarik belati mereka dan mulai menikamnya.

"Yang pertama kali menyerang adalah senator Casca, saudara dari senator yang diasingkan," jelas Mitchell. "Ketika Caesar menghindari serangan pertama Casca, para senator lainnya langsung beraksi, menikam Caesar lebih dari 23 kali."

Kematian Caesar segera membawa Roma ke dalam periode kekacauan politik dan perang saudara. Pembunuhannya menciptakan kekosongan kekuasaan yang memicu konflik antara pendukungnya dan para penentangnya.

Philip II dari MakedoniaDibunuh di Pernikahan Putrinya

 

Raja Makedonia Philip II menginginkan federasi Yunani yang kuat untuk melawan Persia. Setelah kematiannya, dia digantikan putranya, Alexander III yang Agung, dengan masa transisi yang penuh pemberontakan di negara-negara kota Yunani. (Panos Stathopoulos/Trinity College University of Dublin)

Baca Juga: Zirah, Simbol Kehebatan Militer dan Teknik Kekaisaran Romawi

Philip II dari Makedonia, ayah dari Alexander Agung, adalah salah satu raja yang paling berpengaruh dalam sejarah Yunani kuno.

Pada Oktober 336 SM, ia menghadiri pernikahan putrinya di Aegae, ibukota kuno Makedonia. Pausanias dari Orestis, salah satu pengawalnya, menikam Philip di tulang rusuk, membunuhnya seketika.

Motif Pausanias masih menjadi bahan spekulasi, dengan beberapa sumber mengatakan bahwa dia membalas dendam atas penghinaan pribadi, sementara yang lain menduga adanya konspirasi politik yang lebih besar.

Beberapa sejarawan kuno, Mitchell menjelaskan, "berpikir bahwa mungkin Pausanias tersinggung oleh sang raja dan membalas dendam, beberapa lainnya menuding Aleksandr dan ibunya."

Sejarawan modern telah melakukan berbagai upaya untuk menguji kedua teori ini, tetapi belum bisa memberikan jawaban yang tepat.

Pembunuhan ini memicu periode ketidakstabilan dan konflik yang akhirnya diselesaikan oleh kebangkitan Alexander Agung, yang kemudian menaklukkan sebagian besar dunia yang dikenal dan menjadi salah satu pemimpin militer paling terkenal dalam sejarah.

CaligulaTidak Diratapi oleh Siapapun

Si gila Caligula, penguasa Kekaisaran Romawi yang paling terkenal sepanjang masa. (Richard Mortel/Wikimedia Commons)

Caligula, kaisar Romawi ketiga, memerintah dari 37 hingga 41 M. Masa pemerintahannya terkenal karena perilakunya yang kejam dan penuh kemewahan.

Selain itu, Caligula juga dikenal karena tindakannya yang "gila", seperti mengklaim dirinya sebagai dewa dan memerintahkan pembunuhan tanpa alasan yang jelas.

Pada tahun 40 Masehi, Caligula mengumumkan bahwa ia akan pindah ke Alexandria di Mesir, di mana ia berencana untuk disembah sebagai dewa.

Membayangkan Roma akan kehilangan kaisarnya dan oleh karena itu kekuatan politiknya terlalu berat untuk ditanggung oleh senat. Pengawal Praetorian (yang biasanya ditugaskan untuk melindungi kaisar) mulai beraksi.

"Dipimpin oleh Cassius Chaerea (seorang anggota terkenal), Pengawal Praetorian membunuh Caligula pada tahun 41 Masehi di istananya," jelas Mitchell.

Setelah kematian Caligula, senat mengumumkan pamannya, Claudius, sebagai kaisar baru. Claudius kemudian memerintah Roma selama lebih dari satu dekade, mengawasi periode stabilitas dan kemakmuran yang relatif stabil.

Pompey the GreatDikhianati oleh Mesir

Relief batu Artaxerxes III, dibunuh oleh Bagoas, kasimnya (Via Ancient Origins)
Pompey, seorang jenderal dan negarawan Romawi terkemuka, dibunuh pada 28 September 48 SM di Mesir. Setelah dikalahkan oleh Julius Caesar dalam Pertempuran Pharsalus, Pompey melarikan diri ke Mesir untuk mencari perlindungan.

Ilustrasi Julius Caesar, sekutu yang akhirnya berubah jadi musuh bagi Pompey. (Thinkstockphoto)

Namun, Ptolemy XIII, penguasa Mesir, alih-alih membantunya justru merencanakan pembunuhannya untuk memenangkan hati Caesar. Dengan strategi sang raja yang licik,Pompey dipenggal oleh salah satu tentara Ptolemy saat ia turun dari kapal.

Kepalanya kemudian diserahkan kepada Caesar sebagai hadiah. Caesar dikabarkan terkejut dan meratapi kematian Pompey, yang menandai akhir dari era dalam politik Romawi dan awal dominasi Caesar atas Republik Romawi.

Artaxerxes IIIDibunuh oleh Seorang Kasim

Relief batu Artaxerxes III, dibunuh oleh Bagoas, kasimnya (Via Ancient Origins)

Artaxerxes III, raja Kekaisaran Achaemenid Persia dari 358 hingga 338 SM, adalah pemimpin yang kuat yang berhasil memulihkan kekuasaan Persia setelah periode ketidakstabilan.

Namun, ia dibunuh oleh salah satu penasihat terdekatnya, seorang kasim bernama Bagoas. Bagoas, yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Artaxerxes III, meracuni makanannya secara bertahap hingga ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

"Setelah kematian Artaxerxes, Bagoas mencoba menempatkan kandidat pilihannya di takhta dan membunuh sebagian besar putra Artaxerxes untuk mencegah mereka mengklaim takhta," jelas Mtichell.

Pembunuhan Artahsasta III oleh Bagoas adalah salah satu insiden intrik politik yang paling terkenal di Persia kuno. Peristiwa ini menunjukkan tingkat kekuasaan dan pengaruh yang dapat digunakan oleh kasim di istana Persia, dan sejauh mana beberapa abdi dalem akan berusaha mencapai tujuan politik mereka sendiri.