Nationalgeographic.co.id—Baru kali ini Egi Erlangga berkesempatan melihat laut secara langsung. Dan tampaknya, “keberuntungan pemula” itu memang benar-benar ada. Sebagai pengunjung laut “pemula”, pemuda berusia 21 tahun itu sungguh beruntung bisa melihat laut secara langsung dari atas kapal OceanXplorer. Kapal milik OceanX—sebuah organisasi nirlaba asal Amerika Serikat—itu dijuluki sebagai kapal eksplorasi, penelitian ilmiah, dan produksi media tercanggih di dunia saat ini.
Selasa siang menjelang sore lalu, 9 Juli 2024, dengan mantap kaki-kaki Egi menapaki tangga-tangga dari dermaga Pelabuhan Tanjung Priok ke atas kapal OceanXplorer. Dia bersama puluhan mahasiswa lainnya dari sepuluh kampus negeri di Indonesia—yang terbagi dalam beberapa kloter—kemudian menaiki tangga-tangga yang ada di kapal tersebut, menelusuri lorong-lorong kapal, dan memasuki berbagai ruangannya.
“Mind blowing, sih, Mas. Bener-bener bagus karena juga ini pertama kalinya saya ke laut,” kata Egi.
Mahasiswa program studi teknik informatika Universitas Riau itu terlihat sebagai salah satu mahasiswa paling aktif dalam kegiatan tur edukasi di kapal OceanXplorer ini. Dia rajin di menulis di buku catatannya dan hampir selalu bertanya dalam setiap sesi penjelasan di berbagai ruang kapal.
Tur edukasi ini diadakan oleh OceanX dan Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen yang bergerak di bidang pendidikan. Egi adalah salah satu penerima beasiswa pendidikan dari Tanoto Foundation. Dia bersama 59 “Tanoto Scholars” lainnya—sebutan untuk para mahasiswa penerima beasiswa Tanoto—beruntung bisa terpilih untuk mendapatkan pengalaman langka dan mahal ini.
“Banyak yang mind blowing,” ujar Egi lagi. “Selama ini saya memang suka baca dokumentasi tentang laut, tentang makhluk laut juga. Nah, banyak pertanyaan kenapa sih mereka kok bisa ngambil sampelnya sedetail itu? Sementara saya sendiri kan sebagai mahasiswa teknik informatika kadang bikin AI terus ngambil sampel juga kan enggak sedetail itu.”
“Ini banyak yang terjawab pertanyaan saya di sini. Jadi sangat menarik. Dan mungkin kalau ada [tur kapal OceanX] lagi, mungkin saya bakal coba ikut lagi. Atau mungkin ada sedikit pikiran pengen jadi krunya, cuma sekarang mungkin belum bisa.”
Ruang Kendali
Di awal tur, rombongan kloter Egi diarahkan langsung menuju ruang kendali. Di sana Captain Peter Fielding dari OceanX menyambut dan memberikan penjelasan mengenai ruang kerjanya itu.
“Di sinilah semuanya dimulai. Jadi seperti yang dikatakan Annmarie [pemandu tur edukasi OceanX], ini adalah jantung kapal,” papar Peter. “Jadi semua kapal dikendalikan dari atas sini. Jadi kami tidak sekedar menavigasi, kami juga mengemudikan kapal.”
Baca Juga: Ekspedisi BRIN dan OceanX Petakan Kekayaan Alam Laut Dalam Indonesia
“Kami memiliki semua sistem keselamatan di seluruh kapal, semua itu bekerja lewat sini juga. Jadi semua alarm yang kami miliki, jika ada sesuatu yang tidak beres, ada di sini. Dan kami juga memantau semua yang terjadi di luar kapal, termasuk ROV [remote operated vehicle/kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh], kapal selam, helikopter, dan semua peralatan lain yang kami miliki, kapal selam kami, semuanya. Jadi semuanya dijalankan dari atas sini. Jadi inilah jantung logistik kapal,” tegas Peter.
Peter kemudian menjelaskan beberapa keunggulan OceanXplorer dibanding kapal lainnya. “Di kapal konvensional, Anda memiliki baling-baling yang bergerak ke satu arah dan dua arah: ke depan atau ke belakang. Di kapal ini baling-baling kami berbentuk 360 derajat sehingga dapat berputar ke segala arah yang berarti kami memiliki banyak kemampuan manuver.”
“Kami tidak hanya memiliki pendorong di bagian belakang kapal. Kami juga memiliki pendorong haluan, jadi kami memiliki dua pendorong di haluan yang bergerak dari kiri ke kanan. Dan jika cuaca buruk, jika ada angin kencang atau arus kencang, kami memiliki pendorong drop-down tambahan yang berada di dalam bagian depan kapal dan kemudian turun ke air saat kami membutuhkannya.”
Yang menarik, alat setir manual kapal OceanXplorer ini sangat kecil dan ringan. Bentuknya seperti sebuah tuas kecil seukuran bolpoin.
“Beginilah cara kami mengarahkan kapal,” ucap Peter mengacungkan jari kelingkingnya ke tuas itu. “Jadi tidak seperti Titanic ketika mereka harus melakukannya. Yang Anda butuhkan hanyalah satu jari kelingking dan Anda bisa mengemudikan kapal ini.”
Fasilitas Sains dan Media
OceanXplorer, yang memiliki panjang 87,1 meter dan lebar 21,4 meter ini, mampu menampung hingga maksimal 72 awak kapal. Kapal ini dilengkapi dengan dua kapal selam berawak untuk menyelam hingga kedalaman 1.000 meter dan kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (remote operated vehicle, ROV) untuk menyelam hingga 6.000 meter.
Fasilitas sains di kapal ini juga mencakup laboratorium basah dan kering yang digunakan untuk berbagai keperluan seperti pengurutan genetik, mikroskop, tangki akuarium, pencitraan biofluoresen, dan visualisasi sampel dari berbagai sensor. Kapal ini juga berisi sistem alat penganalisis konduktivitas, suhu, dan kedalaman (CTD), sistem pengumpulan dan pemindai bawaan, serta peralatan lain seperti perlengkapan fotogrametri 3D, dan susunan hidrofon.
Yang mengesankan lagi, kapal ini juga dilengkapi dengan sistem pencahayaan warna-warni yang memanjakan mata di setiap ruangannya. Jadi, seluruh kegiatan di atas kapal ini akan terlihat fotogenik dan videogenik alias sangat indah untuk dipotret dan direkam gambarnya.
Lebih rincinya, fasilitas media di kapal ini terdiri atas pusat media, ruang pembuatan film khusus, serta ruang penyimpanan dan persiapan kamera basah dan kering. Fasilitas ini memungkinkan para ilmuwan untuk mengirimkan konten berdurasi pendek, episodik, dan langsung dari laut. Pusat media terdiri atas dua stasiun edit penuh, satu stasiun bantuan, fasilitas streaming video langsung, dan konferensi video.
Desain pencahayaan serta kualitas kamera kapal selam maupun ROV di kapal OceanXplorer juga dirancang secara khusus. Desainnya dibuat oleh James Cameron, sutradara peraih Piala Oscar yang menjadi dalang di balik kesuksesan film Titanic, serial Avatar, Ghosts in The Abyss, hingga Expedition: Bismarck. Semua film layar lebar itu banyak menggunakan elemen air dan kamera bawah laut.
Dua kapal selam di OceanXplorer, yang disebut Neptune dan Nadir, juga dilengkapi dengan serangkaian peralatan sains dan media. Neptune dikonfigurasikan untuk memaksimalkan ilmu pengetahuan dengan baki yang dapat ditarik untuk memasang perangkat ilmiah. Nadir juga berfungsi sebagai studio laut bergerak, menyiarkan penemuannya ke permukaan secara seketika atau real-time kepada dunia.
Di kegiatan tur edukasi itu Egi sempat bertanya kepada Captain Peter bagaimana cara para kru OceanXplorer mengakses internet dari atas kapal, bahkan ketika berada di tengah laut. “Selama ini saya tahunya internet itu via BTS [Base Transceiver Station]. Atau pun kalau sekarang mungkin udah ada Starlink ya,” ujar Egi.
“Nah, tadi sudah dijawab sama kaptennya. Jadi sebelum ada Starlink pakai apa, dan ternyata katanya pake VSAT [antena parabola kecil yang menggunakan satelit untuk jalur komunikasinya].”
Beasiswa Pendidikan
Tak hanya mengunjungi kapal OceanX, Egi tak lama lagi juga bakal berkesempatan mengikuti program summer school ke Hungaria. “Saya juga lolos [seleksi ke Hungaria] dan itu disponsori sama Tanoto Foundation full,” ucap Egi.
Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma, mengatakan bahwa Egi dan 59 mahasiswa lainnya yang terlibat dalam tur pendidikan di kapal OceanX merupakan para penerima beasiswa Tanoto Foundation melalui program TELADAN. Melalui program ini, Tanoto Foundation tak hanya memberi beasiswa kuliah dan uang saku kepada para mahasiswa S-1 selama empat tahun, tetapi juga pelatihan kepemimpinan dan pengalaman berharga lainnya.
Sejak 2006 melalui program beasiswanya (yang kini bernama program TELADAN), Tanoto Foundation telah memberikan beasiswa kepada lebih dari 8.500 mahasiswa penerima manfaat. Program TELADAN sendiri saat ini bermitra dengan sepuluh universitas yaitu, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Indonesia, Universitas Mulawarman, Universitas Sumatera Utara, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Riau.
“Teman-teman Tanoto Scholars juga punya kesempatan untuk summer school [ke luar negeri]. Misalnya yang beberapa kali kami lakukan adalah dengan Harvard dan Korea University. Ada juga yang ke Oxford,” jelas Inge.
Inge mengisahkan alasan Tanoto Foundation memilih untuk berfokus di bidang pendidikan adalah karena para pendirinya. “Filosofinya dari pendiri kami, Pak Sukanto Tanono dan Ibu Tinah Bingei Tanoto yang percaya bahwa pendidikan berkualitas mempercepat terciptanya kesetaraan peluang dan kunci untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Pak Sukanto sendiri waktu SMP tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena keadaan saat itu dan juga karena ekonomi, tetapi dengan kerja keras akhirnya dia berhasil mendirikan bisnisnya sendiri.”
“Lalu, setelah ia melihat bagaimana kondisi anak-anak para pekerjanya yang kesulitan mendapatkan pendidikan berkualitas, saat itulah ia tersadar untuk mendirikan taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Besitang yang menandakan juga berdirinya Tanoto Foundation. Ia juga tidak ingin ada anak-anak lain yang tidak mendapatkan pendidikan berkualtas seperti dirinya dulu,” tutur Inge.
“Setelah itu, kami berkembang dan berfokus penuh di bidang pendidikan dan menjalankan berbagai program yang dirancang sesuai keyakinan dari pendiri kami bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan kesetaraan peluang,” tutup Inge.
Demi memajukan dan meningkatkan minat terhadap pendidikan kelautan jugalah, Tanoto Foundation turut mendukung misi explorasi OceanX khususnya pada tur edukasi. Misi eksplorasi laut ke Indonesia ini sendiri dapat terlaksana melalui kolaborasi antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan OceanX.