Kisah Para Awak Kapal OceanX Mengungkap Misteri Laut Indonesia

By Utomo Priyambodo, Jumat, 26 Juli 2024 | 09:21 WIB
Para kru OceanX sempat berlabuh di Jakarta. Kapal OceanXplorer milik OceanX sempat bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Kapal OceanXplorer bukanlah sekadar kapal riset modern. Di dalam kapal milik OceanX—sebuah organisasi nirlaba asal Amerika Serikat—ini hiduplah puluhan orang dari berbagai latar belakang, tetapi dengan satu renjana yang sama: rasa cinta terhadap kehidupan laut. Salah satu dari puluhan orang itu adalah Larissa Frühe.

Di atas kapal sepanjang 87,1 meter itulah Larissa terbiasa hidup dan bekerja selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Perempuan asal Jerman ini terbiasa bekerja siang maupun malam, tergantung kapan sampel dari bawah laut diangkat ke OceanXplorer, yang disebut-sebut kapal eksplorasi, penelitian ilmiah, dan produksi media tercanggih di dunia saat ini.

Selasa lalu, 9 Juli 2024, tim National Geographic Indonesia berkesempatan menaiki kapal OceanXplorer dan menemui para awak kapal itu di sela-sela ekspedisi mereka yang bertajuk Misi Indonesia 2024 (Indonesia Mission 2024). Hari itu kapal OceanXplorer sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Kami bisa naik ke kapal OceanXplorer berkat program tur edukasi OceanX. Tur ini diadakan OceanX bersama Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981.

Tur edukasi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan explorasi laut bertajuk Misi Indonesia 2024—hasil kolaborasi antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan OceanX. Tanoto Foundation sendiri mendukung dari sisi pendidikan dengan tujuan untuk memajukan dan meningkatkan minat terhadap pendidikan kelautan.

“Kami berkomitmen untuk selalu mensupport pengembangan pemimpin masa depan melalui pendidikan berkualitas. Karena itu kami mendukung misi ini di mana pendekatan yang dilakukan oleh OceanX sejalan dan sevisi dengan kami. Kami mendukung peningkatan kualitas pendidikan, mereka melakukan pendekatan eksplorasi laut juga melalui pendidikan. Karena itu, kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan OceanX,” ujar Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma.

“Melalui tur ini, kami berharap Tanoto Scholars (penerima beasiswa Tanoto Foundation) dan para peserta lainnya bisa mendapatkan pengetahuan baru dan pembelajaran secara langsung di lapangan, seperti: bagaimana mengeksplorasi laut, melakukan penelitian, melihat dan merasakan langsung teknologi canggih yang digunakan, dan sebagainya.”

Semua area penting di kapal OceanXplorer terpantau oleh kamera dan dapat diawasi dari ruang kendali misi. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

Peneliti Larissa Frühe

Kesan canggih dan kekinian sudah terlihat dari kapal OceanXplorer sejak kami masuk ke dalamnya. Kapal dengan lebar 21,4 meter itu dilengkapi dengan dua kapal selam berawak untuk menyelam hingga kedalaman 1.000 meter, kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (remote operated vehicle, ROV) untuk menyelam hingga 6.000 meter, laboratorium penelitian mutakhir, kemampuan pengurutan DNA generasi berikutnya, kemampuan pemetaan akustik penuh, serta analisis konduktivitas, suhu, dan kedalaman. Laboratorium yang ada di kapal ini antara lain laboratorium basah dan laboratorium kering.

Di ruang laboratorium kering itulah Larissa Frühe biasa bekerja. Sebagai Residence Scientist di OceanX, Larissa mengelola program genomik di OceanXplorer. Sebelum bergabung dengan tim OceanX, penelitian Larissa berfokus pada penggunaan eDNA untuk mengeksplorasi ekosistem seperti terumbu karang, padang lamun, mangrove, atau survei perubahan komunitas (mikroba) di habitat laut.

Baca Juga: 'Mind Blowing': Pengalaman Mahasiswa Indonesia Menaiki Kapal OceanX

Kepada kami, Larissa bercerita bahwa dia tidak pernah mengandalkan kapal OceanXplorer untuk pulang ke kampung halamannya di Jerman. Saat pulang untuk cuti atau liburan, dia biasanya naik pesawat dari kota atau negara tempat kapal itu bersandar—tergantung rute ekspedisi yang sedang dilalui ketika itu.

Larissa menjelaskan bahwa dalam Misi Indonesia 2024 ini, tim OceanX—bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta berbagai lembaga, universitas, dan organisasi lain di Indonesia—telah mengumpulkan sekitar 600 sampel. Eksplorasi Misi Indonesia 2024 yang dimulai dari Batam, Kepulauan Riau, sejak 8 Mei lalu ini masih akan berlangsung hingga 25 Agustus 2024, mencapai Bitung, Sulawesi Utara.

Meski demikian, kerja sama antara OceanX dengan berbagai institusi di Indonesia itu tidak akan berhenti begitu saja pada 25 Agustus nanti. Larissa mengatakan target dari Misi Indonesia 2024 ini adalah mempublikasikan semua hasil temuan, termasuk hasil penelitian terhadap ratusan sampel tersebut, ke jurnal ilmiah.

Di ruang laboratorium kering itulah Larissa Frühe biasa bekerja. Sebagai Residence Scientist di OceanX, Larissa mengelola program genomik di kapal OceanXplorer. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

“[Proses] itu semua berjalan melalui kolaborasi dengan para kolaborator kami di Indonesia dari berbagai institusi,” ujarnya. “Setelah misi selesai, data disimpan di Indonesia dengan akses untuk semua orang yang berpartisipasi dalam ekspedisi, dan kemudian para ilmuwan akan mulai mempublikasikannya.”

“Akan ada lokakarya di mana orang-orang dari OceanX dan sebagian besar ilmuwan lokal akan menghadiri lokakarya dari proyek dan kolaborasi mereka itu. Datanya akan disimpan di fasilitas BRIN di Jakarta dengan akses untuk semua orang yang berpartisipasi dalam misi sehingga mereka bisa mengaksesnya dan melanjutkan untuk bekerja sampai selesai,” imbuh Larissa.

Captain Peter Fielding

Secara umum, tim OceanX telah mengungkapkan sebagian kekaguman mereka terhadap kekayaan laut Indonesia melalui kanal media sosial mereka. Mereka menemukan banyak hal yang baru mereka lihat atau tidak mereka sangka. Mulai dari gunung api bawah laut, paus pembunuh (orca), spesies bawah laut yang bisa memancarkan cahaya (bioluminesensi), dan banyak spesies lainnya.

Captain OceanX, Peter Fielding, secara khusus juga bersyukur terlibat dalam Misi Indonesia 2024 ini. “Hal baiknya adalah kita memiliki banyak peneliti yang melakukan banyak hal berbeda. Kami melihat beberapa spesies paus, beberapa juga spesies yang sangat langka, yang tidak kami duga akan terlihat. Minggu lalu kami merekam video orca. Kami menemukan orca di lepas pantai Sumatra. Saya tidak menyangka akan melihat orca di kawasan itu,” tutur Peter saat ditemui di ruang kendali kapal OceanXplorer.

Captain OceanX, Peter Fielding, menunjukkan kepada para mahasiswa peserta tur edukasi mengenai peta digital yang digunakan di dalam ruang kendali. (Donny Fernando/National Geographic Indonesia)

“Di bawah laut, para peneliti mengambil banyak sekali sampel. Jadi mereka sangat gembira dengan beberapa hal yang telah mereka lihat,” imbuhnya. “Dan di tahun-tahun mendatang, mereka membawa sampel tersebut kembali ke universitas-universitas mereka. Mereka akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Dan saya yakin mereka akan kembali dengan spesies baru dan hal-hal baru, varietas spesies baru yang tidak mereka sadari ada di Indonesia.”

Peter sangat bersyukur bisa tergabung dalam tim OceanX. Dengan menjadi kapten di kapal OceanX, dia jadi bisa menjelajahi banyak wilayah perairan dunia dan menemukan hal-hal baru dari bawah laut.

“Jadi, ya, hal baiknya adalah ke mana pun kami pergi, kami biasanya menjadi orang pertama yang melihat area tersebut karena kami bisa turun hingga kedalaman 1.000 meter dengan manusia, dan kedalaman 6.000 meter dengan kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh. Jadi setiap kali kami menyelam, kami melihat hal-hal yang belum pernah dilihat orang sebelumnya. Jadi kami melihat hal-hal itu untuk pertama kalinya.”

Masa Depan Riset Indonesia

Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset BRIN, Nugroho Dwi Hananto, juga bersyukur BRIN bisa bekerja sama dengan OceanX. Tujuan eksplorasi ini, menurut Nugroho, adalah “untuk mengungkap biodiversitas dan keanekaragaman geologi maritim kita.”

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 kilometer. Seluas 75% wilayah Indonesia juga merupakan wilayah perairan. Namun, sayangnya baru sebagian kecil lautan Indonesia yang terpetakan dan banyak misteri dari laut dalamnya yang belum terungkap.

"Kita tahu baru sebagian kecil, kurang dari 18% dari lautan kita yang telah dilakukan pemetaan dengan teliti!” ungkapnya.

Dari kiri: Direktur Pengelolaan Armada Kapal Riset BRIN, Nugroho Dwi Hananto; Plt. Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Aniza Suspita; Co-CEO & Chief Science Officer OceanX, Vincent Pieribone; Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma; & Nadine Chandrawinata. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Lebih lanjut Nugroho juga menjelaskan bahwa kerja sama BRIN dengan OceanX tidak akan berakhir pada Agustus, seiring berlabuhnya kapal OceanXplorer di Bitung. Menurut Nugroho, kerja sama mereka masih akan berlangsung hingga tiga tahun ke depan, hingga 2027. “Untuk mengelaborasi semua data yang kita miliki sekarang,” tuturnya.

Co-CEO and Chief Science Officer OceanX, Vincent Pieribone, turut senang bisa berkolaborasi dengan pemerintah Indonesia. Dia berharap ekspedisi ini bisa membantu pemerintah Indonesia dalam menambang data laut negaranya.

“Saya pikir pemerintah Indonesia sangat ingin membuat kebijakan dan mendorong perubahan. Mereka membutuhkan data. Semuanya harus dimulai dengan data ilmiah. OceanX dan pemerintah sangat yakin bahwa tanpa data, Anda tidak dapat mengambil keputusan yang tepat tentang kawasan perlindungan laut, perikanan, pembangunan pesisir,” ucap Vincent.

“Jadi itulah yang dilakukan OceanX, untuk menyediakan data tentang apa yang ada di laut dalam, apa yang ada di laut dangkal. Jadi kapal [OceanXplorer] ini adalah mesin penghasil data.”

Seorang awak kapal OceanXplorer memantau layar-layar monitor di ruang kerjanya. Semua ruang kerja di kapal milik OceanX ini dilengkapi dengan pencahayaan berwarna yang cantik untuk keperluan fotografi dan videografi. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Nugroho juga menekankan bahwa dalam penelitian laut dalam, para peneliti BRIN perlu fasilitas riset yang canggih. Sayangnya, hingga saat ini BRIN belum punya kapal riset canggih seperti milik OceanX. Kini, menurut Nugroho, BRIN sedang dalam proses pengadaan kapal riset dengan teknologi mutakhir, yang diproyeksi akan terwujud pada 2027.

“Kita sedang dalam proses pengadaan kapal riset, sehingga kita perlu bekerja sama dengan OceanX, supaya para periset kita terlatih dan terbiasa dengan fasilitas modern. Sehingga nanti kalau kapal kita datang, kita sudah terbiasa melakukan riset dengan peralatan termutakhir."