Sejarah Perang Dunia II: Kehidupan Bawah Tanah Inggris saat The Blitz

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 27 Juli 2024 | 12:00 WIB
Potret kehidupan bawah tanah di seluruh Inggris saat peristiwa London Blitz dalam sejarah Perang Dunia 2. (Public Domain)

Nationalgeographic.co.id — Kehidupan bawah tanah penuh sesak menjadi ciri khas lanskap perkotaan di seluruh Inggris saat peristiwa London Blitz dalam sejarah Perang Dunia 2. Peristiwa The Blitz atau London Blitz berlangsung selama 9 bulan pada 7 September 1940 hingga Mei 1941.

Selama periode tersebut, Nazi Jerman secara sistematis menyerang London sejak tahun 1940. Serangan kilat London adalah periode pemboman yang sangat lama.

Warga sipil melarikan diri dengan cara bersembunyi di tempat perlindungan pribadi atau umum saat sirene meraungkan sinyal peringatan.

Warga London mencari perlindungan di stasiun London Underground, di tempat penampungan masyarakat yang dibangun khusus.

Seperti di ruang bawah tanah, di lorong-lorong, atau di tempat perlindungan di kebun mereka seperti tempat penampungan Anderson.

Bahayanya nyata, sebelum musim gugur tahun 1942, lebih banyak warga sipil Inggris yang tewas dalam sejarah Perang Dunia 2 daripada personel militer Inggris.

Hidup di Bawah tanah

Warga London dengan cepat memahami bahwa stasiun bawah tanah London Tube adalah tempat yang aman untuk menghindari serangan udara.

Memang, jaringan bawah tanah tersebut pernah menjadi tempat berlindung selama serangan udara dalam sejarah Perang Dunia Pertama (1914-1918).

Namun, pemerintah Inggris tidak mendukung hal ini karena dapat mengganggu jalannya kereta api, tetapi kehendak rakyat sulit terbendung karena ribuan orang berkumpul di setiap stasiun setiap malam.

Setiap orang harus membawa perlengkapan tidur sendiri, ada banyak kebisingan dari obrolan dan anak-anak berlarian.

Baca Juga: Sejarah Perang Dunia II: Saat Warga London Hidup di Bawah Bayang-Bayang 

Sanitasi juga terbatas, tetapi hal ini tidak menyurutkan minat lebih dari 150.000 orang (sekitar 4% dari populasi London) yang memilih untuk bermalam di stasiun.

Meski stasiun kereta bawah tanah pun tak luput dari kerusakan akibat bom. Stasiun Sloane Square misalnya, terkena bom pada 12 November dan 37 orang tewas.

Kemudian pada 11 Januari, sebuah bom menghantam ruang tunggu di Stasiun Bank yang menyebabkan eskalator runtuh.

Gelombang ledakan menyapu orang-orang yang berlindung di peron di bawah ke jalur kereta. Setidaknya 111 orang tewas dalam insiden itu.

Angkatan udara Jerman dan Italia melakukan pengeboman ke wilayah London dan sekitarnya dalam sejarah Perang Dunia 2. (Imperial War Museums/Creative Commons)

Penampungan Anderson

Shelter Anderson adalah solusi yang murah dan mudah dibangun bagi warga sipil yang tidak memiliki ruang bawah tanah di rumah mereka atau tinggal terlalu jauh dari shelter komunitas.

Sering diklaim bahwa shelter ini dinamai menurut John Anderson, Lord Privy Seal, orang yang bertanggung jawab atas pertahanan sipil Inggris selama perang.

Akan tetapi, sebenarnya shelter ini dinamai menurut salah satu perancangnya, Dr. David Anderson (perancang lain yang terlibat adalah William Paterson).

Shelter ini terdiri dari dua potong baja galvanis bergelombang melengkung yang dipasang di lubang dengan kedalaman antara 1 dan 2 meter atau 3 hingga 6 kaki.

Atapnya kemudian ditutup dengan tanah dan rumput (18 inci atau 45 cm merupakan ketebalan minimum yang direkomendasikan).

Shelter ini berukuran 1,8 x 1,4 x 1,8 m. Shelter ini dimaksudkan untuk menampung empat orang atau enam orang sekaligus.

Sekitar dua juta tempat penampungan dibagikan secara gratis asalkan pendapatan tahunan seseorang di bawah £250 ($17.000 saat ini) dengan prioritas diberikan ke daerah yang dianggap paling rentan terhadap serangan.

Namun, produksi dihentikan karena kekurangan baja, material berharga yang dibutuhkan di tempat lain dalam upaya perang.

Orang-orang berusaha semaksimal mungkin untuk membuat tempat penampungan Anderson mereka terasa nyaman karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di sana.

Mereka melengkapi tempat penampungan mereka dengan karpet, gambar-gambar (terutama potret patriotik monarki), lilin, bunga-bunga buatan, dan sebanyak mungkin perabotan yang bisa dimasukkan.

Sebagian memilih tempat tidur tersendiri, sebagian lagi memilih tempat tidur susun dan kursi.

Mereka yang mampu memiliki toilet kimia, yang lainnya hanya memiliki ember. Waktu di tempat penampungan dapat digunakan untuk membaca, merajut, atau memperbaiki barang-barang.

Orang-orang mendengarkan gramofon putar atau, mengikuti gosip lokal tentang siapa yang selamat dari serangan terakhir.

Raja George VI dan Ratu Elizabeth di tengah reruntuhan dampak London Blitz dalam sejarah Perang Dunia 2. (Imperial War Museums/Creative Commons)

Bagi mereka yang tidak memiliki ruang bawah tanah atau taman tetapi tetap ingin tinggal di rumah mereka selama penyerbuan, ada kemungkinan untuk memperoleh tempat perlindungan Morrison mulai Januari 1941.

Tempat perlindungan tersebut, yang dinamai menurut Menteri Dalam Negeri Herbert Morrison, adalah meja kotak baja tempat seluruh keluarga dapat berbaring di bawahnya.

Jika tidak ada pilihan ini yang tersedia, pilihan terakhir dan paling populer adalah mencari perlindungan di bawah tangga.

Pilihan yang lebih drastis adalah meninggalkan daerah perkotaan dan menuju pedesaan untuk bermalam, sebuah fenomena yang dikenal sebagai 'trekking'.

Setelah lebih dari 9 bulan, The Blitz berakhir pada musim semi tahun 1941, dengan Inggris tetap tak menyerah.

Luftwaffe telah melakukan 85 operasi besar terhadap London dan menjatuhkan 24.000 ton bahan peledak tinggi.

Serangan Jerman dihentikan untuk mempersiapkan kampanye Hitler melawan Uni Soviet dalam Operasi Barbarossa (22 Juni 1941).

The Blitz menewaskan lebih dari 43.000 warga sipil, melukai 139.000 lainnya, dan membuat lebih dari 750.000 keluarga kehilangan tempat tinggal.

Namun langit akan kembali gelap sebelum perang berakhir ketika Jerman mengirim hampir 10.000 senjata V, bom terbang tak berawak, pada tahun terakhir Perang Dunia II.

Serangan-serangan ini menyebabkan 6.184 kematian warga sipil lainnya dan melukai hampir 18.000 lainnya.