Nationalgeographic.co.id—Perang tidak hanya merugikan sesama manusia, melainkan kehidupan alam seperti hewan liar dan peliharaan. Kerusakan yang ditimbulkan perang bisa menghancurkan tempat tinggal dan tempat mencari makan spesies tak berdosa, akibat konflik antarmanusia.
Kebanyakan hewan, terutama yang dipelihara manusia, sangat sensitif ketika menghadapi suara. Anjing, kawan setia kita, mampu mendengar hingga 60.000 hertz—lebih besar dua kali lipat dari pendengaran manusia.
Dengan kemampuan indra pendengaran yang lebih sensitif, hewan peliharaan akan menunjukkan perilaku stres seperti senjata api, bahkan kembang api.
"Anjing dan kucing telah menunjukkan respons rasa takut terhadap kembang api, termasuk bersuara, bersembunyi, meringkuk, gemetar, dan melarikan diri," lanjut Sam Sander, peneliti doktoral hewan dan satwa liar di University of Illinois Urbana-Champaign, dikutip dari laporan National Geographic Indonesia sebelumnya.
Berbeda dengan perayaan kembang api, perang bisa menghasilkan suara bising dan mengejutkan secara terus menerus. Suara tembakan dan dentuman ini tidak akan berhenti, kecuali manusia menghentikan perang dan konflik yang tidak dimengerti oleh satwa sekitar kawasan.
Satwa liar di zona konflik
Sementara untuk dampak konflik terhadap satwa liar, penelitian bertajuk "Stressed reptiles pay the metabolic price of war" yang tayang di jurnal Ecology bisa membantu menjelaskannya. Dalam penelitian yang dipimpin Shahar Dubiner dari School of Zoology, Faculty of Life Sciences, Tel Aviv University, Israel, terungkap bagaimana perilaku tokek gurun liar di kawasan berkonflik.
Dalam penelitian tersebut, suara ledakan dari roket yang ditembakkan menyebabkan stres dan kecemasan. Secara fisiologis, stres menyebabkan peningkatan laju metabolisme tokek gurun, termasuk energi yang dikeluarkan.
Pada gilirannya laju metabolisme yang semakin meningkat ekstrem dapat mengancam jiwa mereka.
"Aspek paling tragis dari perang adalah hilangnya nyawa manusia, baik di kalangan tentara maupun warga sipil," kata Shai Meiri, rekan peneliti, dikutip dari Phys. "Namun, hewan juga sangat terpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara yang dapat mengancam kelangsungan hidup mereka."
Para peneliti menjelaskan, stres yang dialami baik pada manusia maupun hewan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengimbangi peningkatan konsumsi oksigen dan cadangan energi yang menipis. Penyeimbangan ini diperlukan dengan cara menemukan sumber makanan.
Baca Juga: Hasilkan Emisi Karbon Besar, Serangan Israel ke Gaza Jadi Ancaman Perubahan Iklim