Sejarah Dunia: Apa Penyebab Kematian Omayra Sanchez yang Sebenarnya?

By Ade S, Kamis, 1 Agustus 2024 | 10:03 WIB
Temukan fakta mengejutkan tentang penyebab kematian Omayra Sánchez Garzón yang menjadi simbol tragedi terbesar dalam sejarah dunia. (Frank Fournier)

Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda mendengar kisah pilu Omayra Sánchez? Gadis kecil asal Kolombia ini menjadi pusat perhatian dunia setelah terjebak dalam bencana alam yang dahsyat. 

Saat itu, letusan Gunung Nevado del Ruiz pada tahun 1985 menjadi salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah dunia.

Salah satu korban yang paling dikenang adalah Omayra Sánchez, seorang gadis kecil yang terjebak dalam reruntuhan selama tiga hari.

Kisahnya yang menyayat hati membuat dunia berduka. Ekspresi wajahnya yang penuh kepasrahan membuat hati siapa pun terenyuh.

Namun, di balik foto-foto ikonik yang membekas di ingatan kita, terdapat misteri yang belum terpecahkan sepenuhnya: apa sebenarnya penyebab kematian Omayra Sánchez?

Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai teori dan fakta seputar kematian gadis kecil yang menjadi simbol penderitaan akibat bencana alam tersebut.

Simbol Tragedi Armero

Nama Omayra Sánchez Garzón akan selamanya terukir dalam sejarah sebagai simbol penderitaan yang mendalam.

Gadis berusia 13 tahun ini menjadi korban salah satu bencana alam paling mematikan di abad ke-20. Kematiannya yang tragis, akibat terjebak dalam reruntuhan rumahnya selama tiga hari penuh, menyayat hati dunia.

Pada tahun 1985, letusan Gunung Nevado del Ruiz di Kolombia mengubah hidup ribuan orang seketika. Kota Armero, yang terletak di kaki gunung, menjadi salah satu daerah yang paling parah terkena dampak.

Bukan semburan lava yang menjadi ancaman utama, melainkan lahar—campuran mematikan antara lava vulkanik, es, dan material lainnya—yang mengalir deras menuruni lereng gunung.

Baca Juga: Kemudahan Akses Informasi dalam Genggaman untuk Kesiapsiagaan Bencana

Lahar yang menyapu bersih desa-desa di sekitarnya menghancurkan rumah-rumah penduduk, termasuk rumah Omayra.

"Gadis kecil itu terperangkap di bawah tumpukan reruntuhan, tubuhnya sebagian besar terendam air kotor," tulis Gerrard Kaonga di laman Uniland.

Selama tiga hari, Omayra berjuang keras untuk bertahan hidup. Ia mengalami rasa sakit yang luar biasa, namun tetap menunjukkan ketegaran yang luar biasa.

Berharap keajaiban

Dunia seolah hanya bisa menyaksikan dengan pilu perjuangan hidup Omayra terjebak dalam reruntuhan rumahnya akibat bencana alam. Upaya penyelamatan yang dilakukan selama berhari-hari harus berakhir dengan kesedihan mendalam.

Omayra tak kuasa melawan maut yang menjemputnya di bawah tumpukan beton dan puing-puing, terendam air yang dingin menusuk tulang.

Para penyelam menghadapi dilema yang sulit. Untuk menyelamatkan Omayra, mereka harus mengamputasi kakinya.

Namun, keterbatasan sumber daya medis di lokasi bencana membuat tindakan tersebut mustahil dilakukan. Omayra terjebak dalam situasi yang tak mungkin diubah.

Gambar-gambar Omayra yang tersebar luas di media massa begitu menyayat hati. Wajahnya yang pucat, mata yang sayu, dan tubuhnya yang lemah menjadi simbol penderitaan manusia di tengah bencana. Dunia seakan terdiam menyaksikan perjuangannya yang penuh kepedihan.

Para relawan dari berbagai latar belakang berusaha memberikan kenyamanan kepada Omayra. Wartawan, fotografer, kru televisi, pekerja Palang Merah, dan petugas penyelamat bergantian menjaganya. Mereka berharap keajaiban akan terjadi dan Omayra dapat diselamatkan.

Baca Juga: Kecerdasan Buatan yang Tak Bernalar: Saat Jawaban Google AI Bisa Berbahaya

Kematian dan penyebabnya

Namun, takdir berkata lain. Pada hari ketiga, Omayra mulai mengalami halusinasi. Dengan suara yang lemah, ia meminta maaf karena tidak bisa pergi ke sekolah karena ada ujian matematika.

Tubuhnya semakin memburuk. Matanya memerah, tangannya memucat, dan wajahnya membengkak.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, Omayra menyampaikan pesan terakhirnya kepada keluarga tercinta.

Menurut Kaonga, dengan tatapan yang penuh kasih, ia berkata, "Ibu, saya sangat mencintaimu. Ayah, saya mencintaimu. Saudara-saudaraku, saya mencintaimu."

Omayra menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 16 November 1985. Kematiannya yang tragis akibat bencana alam menjadi sorotan dunia. Diduga, Omayra meninggal dunia karena gangren atau hipotermia setelah terjebak dalam reruntuhan selama tiga hari.

Sementara itu, bencana tanah longsor juga merenggut nyawa ayah dan bibinya. Adik laki-lakinya, yang selamat, hanya kehilangan satu jari.

Ibunya, yang saat itu berada di Bogota, mengungkapkan kesedihannya yang mendalam.

"Ini mengerikan," ucap sang ibu seperti dikutip oleh Kaonga, "tetapi kita harus tetap kuat demi yang masih hidup. Saya akan hidup untuk anak laki-laki saya, yang hanya kehilangan satu jari."

Tragedi Armero menyadarkan dunia akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. Pemerintah Kolombia pun mendapat banyak kritik atas kurangnya tindakan preventif sebelum letusan Gunung Nevado del Ruiz.

Kegagalan dalam mengantisipasi bencana ini menyebabkan ribuan jiwa melayang, termasuk Omayra Sánchez yang menjadi simbol penderitaan manusia.

Kematian Omayra Sánchez menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam. Walaupun misteri seputar penyebab kematian Omayra Sánchez telah terungkap, namun kisah hidupnya akan selalu menjadi bagian dari sejarah dunia yang tak terlupakan.

Mari kita belajar dari tragedi ini untuk mencegah terjadinya bencana serupa di masa depan.