Germanicus, Kisah Ayah Caligula yang Gagal Jadi Kaisar Romawi

By Sysilia Tanhati, Selasa, 6 Agustus 2024 | 20:00 WIB
Germanicus adalah anak emas Kekaisaran Romawi yang dipersiapkan untuk menjadi kaisar. Ia juga merupakan ayah dari Kaisar Caligula. (Nicolas Poussin)

Nationalgeographic.co.id—Germanicus tidak seharusnya meninggal muda. Keponakan Kaisar Augustus itu seharusnya menjadi penguasa Kekaisaran Romawi berikutnya. Namun, di puncak karier politiknya, anak emas Romawi itu tiba-tiba meninggal secara misterius. Apa yang terjadi dengannya?

Germanicus tampan dan berbakat dalam bersosialisasi. Ia adalah seorang pemimpin yang karismatik di medan perang. Kaisar Augustus mengatur agar ahli warisnya, Tiberius, secara resmi mengadopsi Germanicus pada usia 19 tahun. Penunjukan itu memberikan indikasi diam-diam bahwa Germanicus, bukan putra Tiberius, Drusus, yang seharusnya menjadi kaisar berikutnya.

Pada tahun 14 M, Augustus meninggal, dan Tiberius menjadi Kaisar Romawi berikutnya. Beberapa orang percaya bahwa bakat Germanicus mengalahkan Tiberius, seorang pria tekun yang tidak memiliki karisma seperti anak angkatnya.

Dengan rumor tentang kecemburuan Tiberius dan banyaknya musuh politik di sekitarnya, Germanicus memiliki sejumlah pesaing potensial. “Para pesaing tersebut mungkin menginginkannya mati,” tulis Juan Manuel Cortes Copete di laman National Geographic. Ketika Germanicus meninggal pada usia 34 tahun, banyak yang percaya bahwa penyebabnya adalah pembunuhan.

Pahlawan perang di Kekaisaran Romawi

Diasumsikan bahwa Germanicus suatu hari nanti akan memerintah Kekaisaran Romawi dan harus dipersiapkan untuk peran tersebut.

Ketika Tiberius menjadi kaisar, ia menugaskan Germanicus untuk membangun kembali pengaruh Romawi di sebelah timur Sungai Rhine. Hal itu dilakukan suku-suku Jermanik mengalahkan legiun Romawi dalam Pertempuran Hutan Teutoburg pada tahun 9 M.

Germanicus muda, yang saat itu menjadi konsul di Galia, menyeberangi Sungai Rhine. Ia menyerbu Germania dengan dukungan delapan legiun yang setia. Sang pejuang muda akhirnya meraih kemenangan dalam Pertempuran Idistaviso pada tahun 16 M. Tiberius memberi Germanicus kemenangan dan memintanya untuk kembali ke Roma.

Ada desas-desus jahat tentang kecemburuan Kaisar Tiberius terhadap keberhasilan militer Germanicus. Meski begitu, sang kaisar memberinya mandat khusus untuk menyelesaikan urusan di timur Yunani pada tahun 17 M. Mengetahui dan memerintah provinsi-provinsi ini merupakan langkah yang sangat diperlukan dalam pelatihan kaisar-kaisar masa depan.

Tetapi Tiberius membuat keputusan yang tidak dipahami oleh sebagian orang. Selain memberi Germanicus komando tertinggi di timur, Tiberius menunjuk negarawan Gnaeus Calpurnius Piso sebagai gubernur Suriah.

Provinsi Suriah merupakan wilayah yang penting. Pasalnya, legiun yang melindungi perbatasan berbahaya yang berhadapan dengan Kekaisaran Parthia ditempatkan di ibu kota Suriah, Antiokhia. Saat itu Parthia merupakan musuh utama Kekaisaran Romawi.

Piso, seorang senator Romawi dari garis keturunan kuno, memiliki reputasi sebagai orang yang keras. Dan tampaknya Germanicus menentang pengangkatannya. Desas-desus beredar luas; para kritikus mengatakan bahwa Kaisar Tiberius telah mengangkat Piso atas dorongan ibunya sendiri, Permaisuri Livia. Ia bermaksud untuk mengendalikan Germanicus secara diam-diam.

Piso ditemani di Suriah oleh istrinya, Plancina, seorang teman dekat Livia. Menurut para sejarawan kuno, keduanya bermusuhan dan melakukan intimidasi terhadap Germanicus dan istrinya, Agrippina.

Masa depan yang penuh firasat

Perjalanan Germanicus ke timur merupakan konsolidasi kekuasaan. Pertama, ia tiba di Nicopolis, kota yang dibangun oleh Augustus di dekat Actium. Germanicus melakukan perjalanan ke Athena dari Actium. Kunjungan itu merupakan peristiwa yang membahagiakan dan meriah. “Seluruh keluarganya diterima dengan sangat terhormat,” tambah Copete.

Namun, perjalanan ke timur juga memiliki kesengsaraan. Ketika Germanicus tiba di provinsi Asia, ia mengunjungi peramal (oracle) terkenal di Claros dekat Colophon. Yang mengejutkan adalah sang peramal orakel itu tidak menyampaikan pesan yang baik untuk Germanicus. Bahkan, pendeta itu meramalkan kematiannya yang terlalu dini.

Germanicus menjalankan tugasnya di timur secara efektif. Ia melihat raja baru Armenia dinobatkan dan membangun hubungan diplomatik dengan Parthia dan kerajaan-kerajaan satelitnya. Di mata Piso, diplomasi bersahabat Germanicus melemahkan posisi Kekaisaran Romawi. Piso memulai kampanye kotor terhadap Germanicus. Ia pun memengaruhi legiun dengan membeli dukungan mereka untuk melawan Germanicus.

Hubungan antara kedua pria itu memburuk ketika yang terakhir memutuskan untuk mengunjungi Mesir.

Dipuji di Mesir

Menurut sebuah papirus yang ditemukan di Oxyrhynchus, Mesir, ketika Germanicus tiba di Alexandria, penduduk setempat menyambutnya dengan sangat antusias. Mereka meneriakkan dukungan mereka selama penampilannya di depan publik.

Mungkin didorong oleh sambutan ini, Germanicus mencoba mengatasi kekurangan gandum di provinsi tersebut. Ia membuka lumbung-lumbung Kekaisaran Romawi, sumber utama gandum untuk kota Roma. Pasokan gandum ke ibu kota kekaisaran terdampak, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kekurangan pangan.

“Kelalaian Germanicus membuat Tiberius merasa tidak nyaman,” Copete menambahkan. Dan perasaan itu diperparah oleh laporan-laporan negatif dari Piso. Hubungan antara Tiberius dan Germanicus memburuk dan keduanya menjadi terasing.

Ketika Germanicus kembali dari Mesir ke Antiokhia di Suriah, permusuhannya dengan Piso sudah menjadi rahasia umum.

Kemudian Germanicus tiba-tiba jatuh sakit. Di zaman kuno, mengidentifikasi penyebab penyakit apa pun sulit dilakukan. Hal itu sulit diterima. Terutama bahwa Germanicus adalah pria berusia 34 tahun yang ditakdirkan untuk menjadi kaisar.

Karena tidak ditemukan penyebabnya, maka teman-teman dan kerabatnya percaya bahwa Piso memimpin konspirasi untuk melawannya. Germanicus sendiri setuju dengan pendapat tersebut.

Orang-orang yang dekat dengan Germanicus mengaku menemukan bukti di istana bahwa ia menjadi sasaran praktik-praktik sihir yang jahat. Mereka mengaku telah menemukan sisa-sisa tubuh manusia yang hangus. Juga mantra-mantra dan kutukan. Tablet kutukan adalah lembaran tipis timah yang bertuliskan mantra-mantra sihir.

Di antara tablet kutukan itu ada satu yang bertuliskan nama "Germanicus". Tablet untuk Germanicus dipenuhi dengan doa-doa ajaib kepada para dewa dunia bawah.

Para pendukung Germanicus pun segera mencari pelakunya. Diduga Piso menjadi dalangnya. Istri Piso, Plancina, mempekerjakan seorang wanita yang terkenal karena racun-racun dan ilmu-ilmu jahatnya. Fakta itu menambah kecurigaan mereka. Bukti-bukti tidak langsung terhadap Piso terus bertambah.

Mengetahui tuduhan Germanicus, Piso memutuskan untuk meninggalkan Suriah dan pergi ke Roma. Dalam perjalanan, ia mendapat kabar bahwa Germanicus mulai pulih. Ketika kabar yang sama sampai di Roma, berita itu diterima dengan sukacita yang besar. Kerumunan orang bersenjata obor bergegas ke jalan-jalan di tengah malam.

Sambil membawa hewan kurban, mereka berteriak: “Salva Roma, salva patria, salvus est Germanicus—Roma aman, tanah air aman, Germanicus aman.” Sayangnya kegembiraan itu tidak berlangsung lama.

Tak lama kemudian, Germanicus meninggal di Antiokhia. Sebelum meninggal, Germanicus secara terbuka menuduh Piso dan Plancina sebagai pembunuhnya.

Catatan Tacitus menggambarkan Germanicus di ranjang kematiannya dengan berkata, “Sekarang aku benar-benar terpisah dari kalian karena kejahatan Piso dan Plancina, istrinya. Dan aku menitipkan doa-doaku di hati kalian.”

Para dokter dengan hati-hati memeriksa tubuhnya untuk mencari bukti adanya racun. Namun mereka tidak menemukan apa pun.

Piso diadili

Jenazah Germanicus dikremasi dan abunya diberikan kepada jandanya untuk dikembalikan ke Roma. Ditemani oleh anak-anaknya, Agrippina yang berduka menggunakan perjalanan ini untuk menghormati mendiang suaminya. Sang istri juga menegur mereka yang ia yakini bertanggung jawab atas kematiannya.

Ketika ia tiba di pantai selatan Italia di Brindisi, Agrippina disambut dengan curahan kesedihan publik yang besar. Namun, Tiberius tidak hadir dan hanya mengizinkan upacara sederhana untuk Germanicus diadakan di Roma.

Merasa gelisah dengan duka cita rakyat, Tiberius mengalihkan perhatian ke Piso, yang telah kembali ke Suriah setelah kematian Germanicus.

Piso akan diadili di hadapan Senat. Putusan Senat bersifat konklusif. Piso, gubernur Suriah, dihukum karena membunuh Germanicus. Juga karena pembangkangan dan memprovokasi perang saudara di Suriah yang pecah setelah Germanicus meninggal.

Piso dijatuhi hukuman mati, tetapi ia bunuh diri sebelum hukuman tersebut dapat dilaksanakan. Setelah kematian Piso, Senat menjatuhkan enam hukuman anumerta terhadapnya. Hukuman itu termasuk melarang berkabung publik, pencopotan potret dan patung, dan penyitaan harta bendanya.

Tiberius mengadopsi putra Germanicus yang masih hidup, Gaius Julius. Kelak ia menjadi kaisar berikutnya. Sejarah lebih mengenalnya sebagai Caligula. (The Trustees of the British Museum)

Meskipun Piso dinyatakan bersalah, perdebatan tentang kematian Germanicus masih berlanjut hingga saat ini. Para ahli percaya bahwa ia mungkin meninggal karena sebab alamiah, tetapi tidak ada bukti pasti.

Jika Germanicus dibunuh, Piso tetap menjadi tersangka utama, tetapi Tiberius juga dicurigai. Menjelang akhir masa pemerintahannya, Tiberius mulai menargetkan lawan-lawan politiknya—termasuk Agrippina dan dua putra Germanicus. Namun, untuk memperumit masalah bagi para sejarawan di masa depan, Tiberius mengadopsi putra Germanicus yang masih hidup, Gaius Julius.

Caesar Germanicus, yang akan menjadi kaisar berikutnya. Sejarah lebih mengenalnya sebagai Caligula.