Kisah-kisah Naga dalam Sejarah Dunia Kuno yang Memikat Imajinasi

By Sysilia Tanhati, Jumat, 9 Agustus 2024 | 14:00 WIB
Naga muncul di hampir setiap budaya dalam sejarah dunia. Beberapa peneliti berpendapat bahwa naga lahir dari ketakutan paling mendasar kita. (Utagawa Kuniyoshi)

Nationalgeographic.co.id—Naga muncul di hampir setiap budaya dalam sejarah dunia. Beberapa peneliti berpendapat bahwa naga lahir dari ketakutan paling mendasar kita. Gabungan dari cakar yang tajam, sisik yang tidak dapat ditembus senjata, dan gigi yang runcing.

Makhluk-makhluk mitos ini telah memikat imajinasi manusia selama berabad-abad. Mereka bahkan muncul dalam cerita rakyat, sastra, dan seni di seluruh benua.

Berikut adalah enam legenda epik yang menunjukkan mengapa naga terus membangkitkan imajinasi kita.

The Beast—representasi kejahatan yang paling kuat

Salah satu naga paling terkenal muncul dalam Kitab Wahyu. “Naga merah raksasa” ini dengan tujuh kepala dan 10 tanduk mendatangkan kiamat. Kisah-kisah tentang orang-orang suci seperti St. George yang membunuh naga memperkuat gagasan tentang naga sebagai musuh orang benar.

Namun, menurut Jess Nevins, penulis Encyclopedia of Fantastic Victoriana, “Akar mitologi naga Barat berasal dari Mesopotamia kuno.”

Mitos-mitos naga awal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh keberadaan satwa liar yang berbahaya, seperti ular berbisa. Makhluk tersebut merupakan ancaman nyata bagi masyarakat kuno, kata Nevins.

Ancalagon si Hitam—naga terbesar dalam mitologi dunia kuno

Smaug, yang dikenal sebagai Smaug yang Agung, adalah salah satu naga besar terakhir di Middle-earth dan antagonis utama dalam “The Hobbit” karya J.R.R. Tolkien. Para penggemar memperkirakan ukurannya mencapai panjang sekitar 18 meter, kira-kira sepanjang truk besar.

Sedangkan versi sinematik Smaug dalam adaptasi film Peter Jackson jauh lebih besar. Panjangnya 130 meter atau kira-kira seukuran dua pesawat jet jumbo. Namun, versi tersebut bahkan kalah jauh dibandingkan Ancalagon si Hitam, yang digambarkan dalam “The Silmarillion”.

Ancalagon digambarkan sebagai naga terbesar dan terkuat yang pernah ada di Middle-earth (dunia rekaan J.R.R. Tolkien). Beberapa penafsiran menunjukkan bahwa naga itu panjangnya bisa mencapai 24 km. Bila naga itu jatuh, maka bisa menyebabkan hancurnya tiga gunung berapi.

Baca Juga: Dunia Hewan: Cara Ikan Naga Mencari Pasangan di Laut Dalam yang Gelap

Ancalagon juga ditakuti karena napas apinya, kiasan naga klasik dengan sejarah yang menarik.

“Napas naga yang berapi-api merupakan inovasi dari Surat Aleksander Agung kepada Aristoteles,” kata Nevins. Kisah fiksi tentang petualangan Aleksander Agung menyebutkan ular raksasa dengan napas “seperti obor yang menyala.”

Ryujin—dewa naga tertinggi di lautan dalam mitologi Jepang

Salah satu dewa terkuat dalam mitologi Jepang adalah Ryujin, dewa naga yang menakutkan di lautan. Ia dikenal karena kemampuannya mengendalikan badai dan semua kehidupan laut.

Pengaruh Ryujin meluas ke berbagai karakter dan latar fiksi. Terutama yang menginspirasi Istana Naga bawah laut yang ditampilkan dalam serial anime populer “One Piece”.

Ryujin adalah contoh langka naga Jepang yang dikaitkan dengan api. Hal tersebut menunjukkan bahwa elemen desainnya mungkin telah memengaruhi makhluk ikonik Godzilla.

Selain itu, Ryujin dianggap sebagai tokoh leluhur Keluarga Kekaisaran Jepang, yang menelusuri garis keturunannya kembali ke Kaisar Jimmu (711 – 585 SM). Ia adalah penguasa pertama Jepang yang legendaris dan cicit Ryujin.

Ngwhi—Naga asli dalam mitologi kuno

Ngwhi dapat dianggap sebagai naga asli. Berasal dari 4.000 hingga 6.000 tahun yang lalu, Ngwhi (“ular”) digambarkan sebagai binatang berkepala tiga yang menculik ternak. Dalam beberapa cerita, ia juga dikisahkan menculik wanita.

Hal ini bisa jadi asal mula kiasan budaya populer yang familiar tentang naga yang menculik putri. Pada akhirnya, monster berkepala banyak itu dikalahkan oleh seorang pahlawan yang diberdayakan oleh minuman memabukkan dan dibantu oleh dewa langit.

Saat ini, jejak cerita ini dapat ditemukan di mana-mana. Misalnya mitos Nordik tentang dewa petir Thor yang menangkap ular raksasa Jormungandr menggunakan kepala lembu sebagai umpan.

Baca Juga: Ryujin, Dewa Naga dalam Mitologi Jepang, Sang Perkasa yang 'Labil'

Cerita rakyat Jepang tentang dewa badai Susanoo yang membunuh naga berkepala delapan Yamata-no-Orochi juga diduga terinspirasi oleh Ngwhi. Yamata-no-Orochi melahap gadis-gadis muda, setelah terlebih dahulu membuatnya mabuk karena sake.

Qijianglong—dinosaurus yang paling mirip naga

Penemuan tulang dinosaurus, khususnya di Tiongkok kuno, kemungkinan memengaruhi perkembangan mitos naga. Tiongkok kaya akan fosil mamenchisauridae, dinosaurus yang dikenal karena lehernya yang sangat panjang.

Contoh penting adalah Qijianglong, atau “naga Qijiang,” yang ditemukan pada tahun 2006. Tubuhnya sepanjang 15 meter, yang sebagian besar digunakan untuk menopang kepalanya yang besar. Tulang lehernya terisi udara, membuatnya ringan dan berpotensi menyebabkan terlepasnya setelah mati.

Orang-orang Tiongkok kuno mungkin telah menemukan tulang-tulang yang sangat besar ini. Mereka membayangkan naga-naga panjang dan berbelit-belit yang menjadi ciri khas mitologi Asia. Kisah tersebut sangat kontras dengan naga-naga yang lebih besar dalam cerita rakyat Barat.

Apep—pola dasar naga-naga kuno

“Naga lebih sering dikaitkan dengan para dewa,” kata Nevins. Di Mesir Kuno, dewa Apep merupakan perwujudan pola dasar seekor naga. Ia mungkin salah satu yang paling tangguh dalam mitologi.

Dikenal juga sebagai Apophis, ular raksasa ini merupakan pola dasar naga dan setan kuno, yang telah ada sejak awal waktu. Apep, “Penguasa Kekacauan,” terlibat dalam perjuangan abadi melawan Ra, dewa matahari. Ra melakukan upaya tanpa henti untuk melempar Apep dunia ke dalam kegelapan abadi.

Meskipun mengalami kekalahan berulang kali, Apep tidak pernah menyerah. Ia kembali setiap hari dengan tatapannya yang menghipnotis. Juga mengatur gempa bumi dan badai petir untuk mempertahankan kekuasaannya yang menyeramkan. Semuanya dalam upaya untuk memadamkan sumber cahaya itu sendiri—matahari itu sendiri.