Dinamika Kekuasaan Para Perempuan dalam Harem Kekaisaran Tiongkok Kuno

By Muflika Nur Fuaddah, Rabu, 14 Agustus 2024 | 10:00 WIB
(Ilustrasi) Selir Kekaisaran Tiongkok Kuno (historyskills.com)

Seorang istri atau selir yang berpangkat tinggi dapat mengamankan posisi kunci bagi kerabatnya, sehingga meningkatkan pengaruh keluarganya di istana.

Peran harem dalam politik tidak selalu positif. Harem dapat menjadi sarang intrik dan perebutan kekuasaan, terutama selama masa ketidakstabilan politik atau krisis suksesi.

Faksi-faksi yang bermusuhan akan bersaing untuk mendapatkan dukungan kaisar, yang mengakibatkan terjadinya persekongkolan, konspirasi, dan bahkan kekerasan.

Perebutan kekuasaan ini dapat meluas ke pengadilan dan menyebabkan ketidakstabilan politik yang lebih luas. Bahkan sejarah pernah mencatat sebuah peristiwa di mana para harem merencakan upaya pembunuhan yang kemudian dikenal sebagai ‘Plot Reyin.’

Anggota terkenal harem Kekaisaran Tiongkok

Salah satu tokoh paling terkenal adalah Permaisuri Wu Zetian, satu-satunya wanita yang secara resmi memerintah Tiongkok sebagai kaisar dengan haknya sendiri.

Awalnya merupakan selir Kaisar Taizong, ia naik ke tampuk kekuasaan pada masa Dinasti Tang setelah bersekutu dengan Kaisar Gaozong dan akhirnya naik takhta setelah kematiannya.

Pemerintahannya, yang dikenal sebagai Dinasti Zhou, ditandai oleh reformasi signifikan dalam sistem pelayanan sipil, perluasan kekaisaran, dan promosi agama Buddha.

Tokoh berpengaruh lainnya adalah Janda Permaisuri Cixi, yang secara efektif mengendalikan pemerintahan Cina selama hampir setengah abad pada akhir Dinasti Qing.

Memulai sebagai selir berpangkat rendah, dia naik ke tampuk kekuasaan setelah melahirkan putra satu-satunya Kaisar Xianfeng.

Setelah kematian Xianfeng, ia menjadi wali bagi putranya yang masih kecil dan kemudian keponakannya, sambil memegang kekuasaan signifikan di balik layar.

Meskipun pemerintahannya kontroversial, ia dianggap berjasa memodernisasi reformasi yang membantu mengantar Tiongkok ke era modern.