Sejarah Dunia: Kisah Patung Buddha Bamiyan yang Kini Tinggal Kenangan

By Sysilia Tanhati, Selasa, 13 Agustus 2024 | 16:00 WIB
Patung Buddha Bamiyan adalah dua patung Buddha kolosal yang diukir di permukaan batu di Lembah Bamiyan, Afghanistan tengah. (Unesco)

Simbol kepercayaan Buddha Bamiyan dalam sejarah dunia

Patung Buddha Bamiyan pernah mewakili dominasi kepercayaan Buddha di wilayah Lembah Bamiyan. “Kepercayaan tersebut kemungkinan pertama kali diperkenalkan pada periode awal Kushan,” tambah Lesso.

Ahli sejarah tidak tahu banyak tentang siapa yang menugaskan atau memahat patung Buddha tersebut. Namun, skala dan dominasinya yang sangat besar menunjukkan betapa dominannya kepercayaan Buddha di Bamiyan.

Situs tersebut dulunya merupakan tempat pemberhentian utama di rute perdagangan Jalur Sutra. Banyak pedagang serta misionaris yang pernah singgah di sana pastilah penganut Buddha.

Ajaran Buddha juga populer bagi para pengelana saat itu. Pasalnya ibadah dapat dilakukan tanpa harus pergi ke tempat khusus, seperti kuil atau tempat suci. Dalam konteks inilah arsitektur gua Buddha pertama kali muncul.

Arsitektur gua muncul sebagai sarana untuk menyediakan tempat bagi umat Buddha untuk beribadah. Hal ini dibuktikan dari masih ada beberapa tempat serupa di sepanjang rute Jalur Sutra hingga saat ini.

Patung Buddha Bamiyan memamerkan perpaduan gaya artistik

Patung Buddha Bamiyan menunjukkan perpaduan gaya yang luar biasa dari India, Asia, dan Yunani. Dahulu, patung-patung ini memiliki rambut ikal panjang dan bergelombang serta kain yang berkibar.

Gaya berasal dari citra Buddha Gandharan awal. Tapi kemudian menggabungkan gaya penciptaan Helenistik dan India.

Deskripsi awal patung-patung dari biksu Tiongkok abad ke-6 Xuanzang (Hsuan-Tsang). Sang biksu mengungkapkan bahwa patung-patung Buddha tersebut pernah dicat dengan pigmen emas dan dihiasi dengan logam mulia dan permata. Sementara gua di sekitarnya dicat dengan cat minyak yang kaya warna.

Beberapa cendekiawan percaya bahwa Buddha tersebut mengenakan topeng kayu yang dilapisi kuningan. Tapi hal ini masih menjadi bahan perdebatan.

Baca Juga: Buddha Mengajarkan Kita untuk Bahagia dengan Kekurangan, Bagaimana dengan Krisis Iklim?