Saat Kelompok Utusan Ottoman Dianggap 'Hama' di Hindia Belanda

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 19 Agustus 2024 | 17:24 WIB
Munculnya kelompok Hadhrami sebagai agen modernisasi berbasis Pan-Islamisme menimbulkan kritik dari Belanda. (educationcity.qa)

Nationalgeographic.co.id—Tahukah Anda bahwa dalam perjalanan Indonesia menjadi sebuah bangsa, ada masa modernisasi yang terjadi karena beberapa faktor, salah satunya yakni melalui kelompok Hadrami.

Pan-Islamisme dan modernisasi Ottoman di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari permintaan awal oleh utusan Aceh ke Istanbul untuk meminta bantuan militer sebelum periode Hamidian.

Kekaisaran Ottoman mulai memberikan perhatian pada Asia Tenggara. Ottoman membuka konsulat untuk pertama kalinya di Singapura pada tahun 1864, kemudian di Batavia pada tahun 1883.

Banyak migran, terutama dari Hadhramaut, datang ke Singapura pada abad ke-19. Banyak Hadrami datang dari Hadhramaut ke kota-kota di Asia Tenggara seperti Singapura, Batavia, dan Surabaya untuk mencari peluang, umumnya sebagai pedagang.

Dalam Al-Jami‘ah: Journal of Islamic Studies, Frial Ramadhan Supratman menerbitkan jurnal dengan judul Before The Ethical Policy: The Ottoman State, Pan-Islamism, and Modernisation in Indonesia 1898–1901.

Frial menjelaskan bahwa munculnya kelompok Hadrami sebagai agen modernisasi berbasis Pan-Islamisme menimbulkan kritik dari Belanda. Snouck Hurgronje berperan penting dalam memberi nasihat kepada pemerintah kolonial di Indonesia.

"Melalui kemampuannya dalam studi Islam, Snouck memperingatkan pemerintah kolonial tentang ancaman anti-kolonialisme dari gerakan Islam di Indonesia," ungkap Frial.

"Berkat nasihat Snouck, pemerintah kolonial Belanda berhasil menaklukkan kerajaan Islam yang sulit dikalahkan di Sumatra, yaitu Kesultanan Aceh," lanjutnya.

Snouck Hurgronje adalah seorang sarjana studi Islam terkemuka dari Universitas Leiden, Belanda. Ia pergi ke Mekah untuk meneliti pengaruh umat Islam Indonesia yang tinggal di Mekah terhadap gerakan Islam di Indonesia.

Snouck tiba di Mekah pada 13 Mei 1885, menyaksikan Ka'bah. Setelah mengunjungi Mekah, Snouck pergi ke Indonesia dan menghabiskan enam belas tahun (1889–1906) di sana.

Di Jeddah dan Indonesia, Snouck bertemu dengan beberapa orang Indonesia yang membantunya meneliti Islam. Di Jeddah, Snouck dibantu oleh seorang Indonesia yang bekerja di Konsulat Belanda bernama Raden Aboe Bakar.

Baca Juga: Pelajar Jawi dan 'Propaganda' Kekaisaran Ottoman di Hindia Belanda