Sejarah Eropa: Bagaimana Negara-Negara Gereja Menjadi Vatikan?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 18 Agustus 2024 | 13:15 WIB
Basilika Santo Petrus yang hari ini berada di Vatikan, pernah menjadi pusat Negara-negara Gereja yang berdiri di Italia tengah. Negara-negara ini berada di bawah langsung kepemimpinan Paus dalam sejarah Gereja Katolik. (Rawpixel)

Nationalgeoraphic.co.id—Vatikan, negara terkecil di dunia, hanya punya luas kurang dari setengah lahan area Monumen Nasional Jakarta. Meski kecil dan dipenuhi gereja dan bangunan berusia 17 abad, Vatikan merupakan pusat kewenangan otoritas Gereja Katolik seluruh dunia di bawah Paus.

Pada masa lampau, kawasan tengah semenanjung Italia pernah menjadi bagian dari Negara-Negara Kepausan (Papal States). Negara-negara ini mencakup provinsi Italia modern seperti Marche, Umbria, Lazio, dan sebagian Emilia Romagne. Paus sendiri adalah pemimpin dari negara-negara ini.

Bermula dari Runtuhnya Kekaisaran Romawi

Sejarah Eropa mencatut, setelah Kekaisaran Romawi runtuh pada 476 M karena serangan bangsa Hun dan Goth, kekacauan melanda seluruh Eropa. Kawasan Italia modern, sebagian Prancis, dan sebagian negara-negara Balkan utara, dikuasai Kerajaan Ostrogoth.

Keuskupan Roma kerap mendapatkan intimidasi, sehingga bergantung pada kerajaan Kristen yang punya adikuasa dari timur, Kekaisaran Bizantium. Di bawah Kaisar Yustinianus I (berkuasa 527–565 M), Italia berhasil bebas dari tangan bangsa asing pada 554 M.

Akan tetapi, Eropa masih dalam kekacauan. Bangsa-bangsa yang telah merdeka dari Kekaisaran Romawi saling bertikai dan berebut kuasa, termasuk ke Semenanjung Italia oleh bangsa Lombardia dari daerah Pegunungan Alpen.

Kekaisaran Bizantium tidak selalu dapat mengakomodasi perlindungan ke semenanjung. Oleh karena itu, Gereja punya peran penting dalam melindungi masyarakat. Paus Gregorius I yang menjabat sejak 590 M hingga 604 M, tidak hanya menampung pengungsi, melainkan juga menghentikan ancaman serangan Lombardia ke Italia.

Kekacauan di Eropa masih berlanjut pada abad ke-5 ketika Kekaisaran Bizantium semakin melemah. Wabah Justinian merebak, menyebabkan masyarakat sangat terdampak secara sosial dan ekonomi, sehingga bergantung pada otoritas Gereja Katolik dalam sejarah Eropa.

Berdirinya Negara-Negara Gereja

Para uskup Roma bertahan dengan menempati tanah di Roma yang merupakan peninggalan Santo Petrus, rasul yang membawa ajaran Kristen ke Italia. Karena kekacauan ini, banyak dari masyarakat Eropa bergantung akan bantuan dan perlindungan uskup gereja.

Salah satu yang paling berperan penting adalah Paus Gregorius I (menjabat 590–604). Selain menampung pengungsi, dia mendamaikan penyerang Lombardia dari Pegunungan Alpen kepada masyarakat Italia.

Baca Juga: Pasang Surut Paus dalam Sejarah Kristen Eropa Abad Pertengahan

Peran politik Paus semakin kuat, terutama dalam berkontribusi mempertahankan kemerdekaan berbagai wilayah dari serangan penguasa lainnya. Ketika Kekaisaran Bizantium semakin melemah, kawasan Italia utara jatuh ke kekuasaan Lombardia, Kadipaten Roma terputus dengan Kontanstinopel.

Kekaisaran Bizantium juga meningkatkan pajaknya. Hal ini mendorong masyarakat lebih mengandalkan Keuskupan Roma dalam sejarah Eropa.

Daripada bergantung pada Kekaisaran Bizantium, keuskupan memilih penguasa dari Barat yang sudah memeluk Kristen, Kerajaan Franka. Pada 751, Paus Zakharia dari Aleksandria mulai memberi dukungan kepada Kerajaan Franka dengan pemahkotaan Raja Pippin III. Sejak saat itu, Kerajaan Franka turut membantu Keuskupan Roma untuk menghadang bangsa Lombardia.

Bangsa Lombardia baru dikuasai Franka pada beberapa dekade berikutnya di bawah Raja Charlemagne. Kelak, pada 800 M, Charlemagne menjadi kaisar dengan membentuk Kekaisaran Romawi Suci yang sangat luas.

Paus Leo III menobatkan Charlemagne sebagai 'Kaisar Romawi'. Penobatan ini diberikan karena Charlemagne dari Kerajaan Franka berhasil menaklukkan bangsa Lombardia yang selama ini mengganggu otoritas keuskupan Roma dalam sejarah Gereja Katolik. (Public Domain)

Pada 781, Charlemagne menentukan bahwa wilayah Kadipaten Roma, Ravenna, Kadipaten Pentapolis, sebagian dari Benevento, Tuscany, Korsika, Lombardia, dan sejumlah kota Italia berada di bawah kepenguasaan Paus. Berkat pembagian ini, Paus Leo III menobatkan Charlemagne sebagai "Kaisar Romawi".

Pembagian tanah ini sebenarnya berdasarkan Janji Pippin pada 756. Perjanjian itu memberikan dasar hukum bagi Negara-negara Gereja. Hukumnya dikuatkan dengan Perjanjian Pavia yang menyerahkan tanah yang ditaklukkan Kerajaan Franka untuk uskup Roma.

Momen ini yang menjadi tahun pertama pembentukan Negara-negara Gereja di Italia tengah. Paus pertama yang memimpin pada periode ini adalah Stefanus II.

Perjalanan Panjang Negara-Negara Gereja

Negara-negara Gereja bertahan selama 1.000 tahun lamanya. Paus sangat berjasa dalam mempertahankan kendali atas Negara-negara Kepausan yang berdaulat. Negara-negara ini pun memiliki kekuatan militer untuk melindungi diri. Di negara-negara inilah, pembahasan tentang Perang Salib dibahas dalam Konsili Clermont.

Akan tetapi, keuskupan Roma selama abad pertengahan terlibat jauh dalam politik Eropa yang tidak stabil. Kekaisaran Romawi Suci kerap mengganggu peranan Gereja.

Sejak abad ke-12, muncul gerakan revolusioner di Italia yang menginginkan kemerdekaan dan mencoba melepaskan pengaruh dari Gereja Katolik. Gerakan revolusioner ini kerap menyebabkan pemberontakan pada 1150-an.

Baca Juga: Apa Makna Moto dan Logo Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia 2024?

Meski kacau, Paus tidak menentang keberadaan mereka. Paus Inosensius III (menjabat 1198-1216) malah memanfaatkan konflik di ini untuk menekan klaim kemandirian hak Gereja dari Kekaisaran Romawi Suci.

Pada abad ke-14, tantangan serius selama periode Kepausan Avignon. Klaim wilayah Paus dilemahkan karena kebanyakan Paus tidak tinggal di Italia. Para pemimpin Negara-Negara Kepausan mencoba membangun kembali dominasi mereka.

Paus Julius II (menjabat 1503-1513) berhasil menegakkan otoritas kepausan di beberapa negara dengan jalur militer. Periode ini menjadi salah satu prestasi terbesar Negara-negara Gereja mempertahankan wilayahnya.

Jatuhnya Negara-Negara Gereja

Tantangan berikutnya masuk pada periode Reformasi Gereja pada abad ke-16. Gerakan reformasi ini muncul akibat maraknya tindakan korupsi Keuskupan Roma, dan penyalahgunaan kekuasaan spiritual Gereja. Para reformis ini kelak menjadi Protestan.

Banyak dari kekuasaan-kekuasaan Eropa terlepas pengaruhnya dari otoritas Gereja Katolik. Kerajaan Inggris, misalnya, yang kemudian menganut Protestan yang berikutnya kerap berselisih dengan gereja-gereja Katolik.

Kerajaan Italia dan Keuskupan Roma setelah menyetuju Perjanjian Lateran pada 1929. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Kardinal Pietro Gasparri dan politisi Benito Mussolini. Kelak, Mussolini menjadi pemimpin fasis di Italia dalam kancah Perang Dunia II. (Public Domain)

Pada periode-periode selanjutnya, kekuatan sekuler semakin kuat mengabaikan otoritas gereja. Negara-negara Eropa saling berperang satu sama lain. Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, Napoleon melakukan pelbagai rangkaian peperangan di Eropa, termasuk di Negara-negara Gereja.

Kalangan nasionalis Italia kemudian menyatakan penyatuan Italia pada abad ke-19. Banyak dari penduduk menghendaki politik sekuler yang tidak lagi harus bergantung pada otoritas Gereja. Gerakan penyatuan Italia ini pun menganeksasi Negara-negara Italia yang secara resmi dimulai pada 1870.

Para Paus tidak punya banyak pilihan selain membiarkan kewenangan masyarakat untuk menyatukan Italia. Selama beberapa dekade, keuskupan Roma berada di bawah kuasa Italia.

Keuskupan Roma baru mendapatkan kemerdekaan lewat Perjanjian Lateran pada 1929. Perjanjian ini disepakati antara Paus dan Raja Italia, Vittorio Emanuele III, sebagai akhir dari sengketa Roma. Otoritas Paus mendapatkan kuasa takhta suci Vatikan yang merdeka dengan luas wilayah 44 hektare di Roma.