Kisah Pigden: Veteran Perang Dunia dan Guru sang Legenda Sepak Bola

By Galih Pranata, Senin, 2 September 2024 | 10:19 WIB
Reuni kembali antara Mr. Pigden (kiri) dengan Ian Wright (kanan), legenda sepak bola Inggris dan Arsenal. Wright mengisahkan gurunya yang berjasa mengubah hidupnya yang ternyata veteran Perang Dunia. (The Telegraph)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah kisah seorang guru datang beberapa tahun silam. Nama 'Mr. Pigden' telah membuat mata Ian Wright, sang legenda sepak bola timnas Inggris dan klub Arsenal itu berkaca-kaca.

Nampaknya, Tuan Pigden bukanlah seseorang yang melintas begitu saja dalam hidup sang legenda. Sydney Charles Pigden namanya. Seorang guru masa kanak Ian yang telah mengubah hidupnya.

"Ian Wright memiliki masa kecil yang sulit," tulis Luke Power kepada Daily Mail dalam artikelnya Ian Wright opens up on viral reunion with former schoolteacher Mr Pigden who he thought was dead, terbitan 6 Juni 2024. 

Kisah hidup Ian kecil tidaklah mudah. "Ayahnya telah pergi, ayah tirinya kasar, dan ibunya menjadi pecandu alkohol." Di tengah penderitaan atas kehilangan itu, Pigden menjadi orang yang muncul dalam hidupnya.

Dalam otobiografinya tahun 2016 A Life in Football, yang didedikasikan untuk Mr. Pigden, Ian menggambarkannya sebagai "sosok pria positif pertama yang saya miliki dalam hidup saya".

Selama 30 tahun menjadi guru di sekolah dasar Turnham, di kawasan Honor Oak di Brockley, London selatan, tempat murid-muridnya termasuk Ian Wright. Pigden mengajari Ian membaca dan menulis.

Pertemuan pertama antara Ian dan sang guru, bertemu pada saat Ian masih berusia delapan tahun. Ian yang nakal diusir oleh seorang guru dari kelasnya, diminta untuk berdiri berjam-jam di koridor.

Di sana, Ian yang sedih karena mendapatkan hukuman, terhibur dan termotivasi kembali dengan pertemuannya dengan Tuan Pigden.

Bagi Ian, pelajaran terpenting di antara yang lainnya adalah bagaimana menjadi seseorang yang tetap tenang dan berkomunikasi secara bijaksana, sekalipun dengan orang lain yang mudah marah atau tempramental.

Pigden adalah olahragawan ulung yang bermain sepak bola hingga usia lima puluhan dan golf di usia delapan puluhan. Sebagai wasit yang berkualifikasi, ia pernah memimpin pertandingan di Wembley dalam pertandingan internasional sekolah.

Dari sana, Ian mengetahui bahwa gurunya sangat terampil dalam sepak bola. Ian pun begitu, sepak bola yang telah membuatnya lebih hidup. Pigden jadi orang pertama di hidup Ian yang membuatnya merasa menjadi berguna.

Baca Juga: Sejarah Dunia: Bagaimana Pablo Escobar

Di dalam rumahnya, ia tidak menemukan kebahagiaan dan merasa bahwa dirinya tiada berharga. Di sekolah, dari Pigden, ia guru yang selalu memandang bahwa Ian punya peran dan tanggung jawab dalam hidup.

"Saya dimintanya membantu mengumpulkan daftar hadir siswa, dan sepulang sekolah membantunya untuk memantau susu. Itu sangat bagus, karenanya saya merasa berguna." terang Ian dalam wawancaranya kepada Daily Mail.

Ian mengimbuh, "Tuan Pigden tahu jika saya sangat menyukai sepak bola. Akan tetapi, selama ia mendengar saya telah melakukan kenakalan di kelas, ia tidak akan mengizinkan saya untuk berlatih sepak bola pada siang harinya."

Setelah lulus sekolah, hal yang paling diingat selama Pigden mengajari Ian tentang sepak bola adalah bahwa "Pigden tidak pernah mengajarkan saya untuk menendang bola, tapi melatih saya untuk mengoper bola." 

Di satu sisi, sepak bola tidak mengajarkan Ian menjadi sosok yang ego dan arogan, tetapi memberinya makna bahwa sepak bola juga mengajarkannya berbagi. "Pigden jadi pelatih pertama saya dalam sepak bola," kenang sang legenda.

Ian Wright menjadi salah satu mesin gol dan legenda besar dalam dunia sepak bola. (News BBC Sports)

Kisah Hidup Sydney Charles Pigden

Sydney Charles Pigden lahir di Sydenham, London selatan, pada tanggal 25 April 1922. Ia memiliki seorang kakak laki-laki, Dick. Ayah mereka, merupakan veteran yang telah bertempur dalam Perang Dunia Pertam.

Ayahnya merupakan seorang pengantar susu dan kekurangan uang. Pekerjaan inilah yang terus digeluti Pigden sampai menjadi guru Ian Wright.

Menginjak usia remaja, ia menjadi juru tulis di Kantor Perang sebelum bergabung dengan RAF pada tahun 1941. Dikirim ke Kanada untuk pelatihan sebagai pilot, dan di sana ia menemukan bahwa ia secerdas banyak penerbang lainnya.

Ia menerbangkan Spitfire sebelum skuadron tersebut dilengkapi kembali dengan pesawat tempur-pembom Hurricane. Dari lapangan udara di Inggris selatan, pesawat itu menyerang kapal musuh dan target pesisir.

Kemudian diubah menjadi Typhoon pada bulan Maret 1944, dan menggunakan roket, melancarkan serangan terhadap stasiun radar dan transportasi sebagai persiapan untuk D-Day, Perang Dunia Kedua.

Suatu kali, ia dan seorang temannya melempar koin untuk melihat siapa yang akan membawa pesawat baru untuk pengenalan. Pigden kalah, dan menyaksikan dengan ngeri ketika sesuatu yang salah terjadi di udara dan pilot lainnya tewas.

Selanjutnya, No. 164 dipindahkan ke landasan udara di Normandia untuk mendukung pelarian ke Belgia. Pigden ditugaskan pada bulan Juli 1944 dan menjelang akhir perang di Eropa disebutkan dalam Despatches.

Setelah mengambil bagian dalam perayaan Kemenangan, ia dibebastugaskan pada tahun 1946 dengan pangkat Perwira Penerbang. Setelahnya, Pigden kembali ke Dinas Sipil, di mana pekerjaannya termasuk memproses aplikasi untuk pelatihan guru.

Pigden kemudian diterima di Wandsworth Teacher Training College, lalu lulus pada tahun 1949. Ia mengajar di sebuah sekolah di Catford selama setahun sebelum pindah ke Turnham, sebelum akhirnya bertemu dengan Ian Wright.

Seperti halnya Pigden melatih Ian saat kecil dulu, Ian Wright pun menjadi pengajar sepak bola untuk anak-anak di Inggris. (The Sun)

Ian Wright mencapai banyak penghargaan penting dalam hidupnya. Menjadi pesepak bola tersohor di klub dan negaranya. Tidak lagi menjadi anak kecil yang merasa takut hidupnya tak berharga.

Di titik itulah, ia upaya mencari lagi Mr. Pigden yang sangat berpengaruh dalam hidupnya. Mencari ke sekolah dasarnya dulu di Turnham. Selama empat-lima tahun, ia tidak kunjung menemukan lagi keberadaan Pigden.

Tak ada guru-guru yang mengetahui keberadaannya. Ian bahkan telah mengerti, mungkin saja Tuan Pigden telah wafat dan ia tidak berhasil mengucapkan terima kasih untuk terakhir kalinya.

Namun, sebuah klip di tahun 2010 menjadi viral di jagad maya, saat pertemuan antara Ian dengan Pigden terjadi di Highbury. Dengan rasa terkejut, Ian melepas topinya sebagai penghormatan dan menjulurkan tangannya yang penuh rindu.

Selepasnya, Ian menangkupkan topi itu pada wajahnya, dan menangis tersedu di balik topinya itu. Ian tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan Pigden yang dikiranya telah wafat.

Setelahnya mereka terus berkomunikasi dengan baik, sampai tiba waktunya, Mr. Pigden menghembuskan nafas terakhir pada 27 Desember 2017, di usianya 95 tahun. Selamanya, Pigden bukan hanya sekadar veteran Perang Dunia, tapi guru yang baik dalam hidup Ian.