Para peneliti percaya bahwa artefak tersebut diproduksi dalam proses multitahap dengan memotong kulit pohon penghasil resin, membiarkannya mengeras, dan kemudian mematahkannya menjadi bentuk demikian, mungkin untuk menggunakannya sebagai sumber bahan bakar api di dalam Gua Mololo.
"Penggunaan pemrosesan tanaman yang kompleks menunjukkan bahwa manusia ini canggih, sangat gesit, dan mampu merancang solusi kreatif untuk hidup di pulau-pulau tropis kecil," simpul Profesor Daud Tanudirjo dari Universitas Gadjah Mada, yang juga menjadi salah peneliti dalam studi ini, seperti dikutif dari laman University of Oxford.
Temuan arkeologi dari Mololo memberikan bukti pertama yang kuat, yang secara langsung telah diuji dengan radiokarbon, bahwa manusia berpindah melalui rute utara ke wilayah Pasifik sebelum 50.000 tahun yang lalu.
Ini menunjukkan bahwa pulau-pulau Pasifik kecil yang ditumbuhi hutan hujan di sepanjang khatulistiwa merupakan tempat utama bagi migrasi dan adaptasi manusia.
Bukti baru ini menunjukkan bahwa Homo sapiens yang tinggal di sepanjang rute utara adalah pelaut terampil yang dapat dengan sengaja berpindah antarpulau dan bahwa mereka mengembangkan pembuatan alat yang kompleks dan bertahap yang melibatkan tanaman hutan hujan lokal untuk mendukung mata pencaharian mereka.
Tim peneliti melanjutkan penelitian arkeologi mereka di Papua Barat Daya ini dalam bentuk proyek besar yang didanai oleh National Geographic yang berupaya memahami bagaimana manusia purba beradaptasi dengan wilayah Pasifik dan mengubah perilaku mereka sebagai respons terhadap perubahan iklim di masa lalu. Untuk informasi terbaru terkait proyek ini, lihat raja-ampat-arch.com.