Peninggalan Bersejarah Manusia Purba di Gua Mololo Raja Ampat

By Utomo Priyambodo, Rabu, 4 September 2024 | 14:00 WIB
Penggalian arkeologi di Gua Mololo di Pulau Waigeo, Raja Ampat, Papua, tempat ditemukannya getah tanaman purba yang diyakini dibentuk oleh manusia purba Homo sapiens. (Tristan Russell (Proyek Arkeologi Raja Ampat))

Nationalgeographic.co.id—Sebuah makalah penelitian terbaru yang terbit di jurnal Antiquity pada 13 Agustus 2024 mengungkapkan bahwa manusia purba Homo sapiens sudah mengunjungi Raja Ampat sekitar 55.000 tahun lalu.

Studi yang dikerjakan oleh tim peneliti gabungan dari Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Indonesia ini menyingkap bahwa Raja Ampat sangat mungkin menjadi rute migrasi manusia purba dari Asia ke Australia.

Ada dua teori rute migrasi manusia dari Asia ke Australia. Pertama adalah rute utara, yakni melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, termasuk Raja Ampat. Kedua, rute selatan, yakni melewati Jawa, Bali, Timor, lalu menyeberangi lautan untuk tiba di Australia Utara.

Rute utara tersebut diperkuat oleh penemuan bukti jejak aktivitas manusia purba di Gua Mololo, Pulau Waigeo, Raja Ampat, yang dipaparkan dalam studi baru ini.

Dua rute migrasi manusia purba dari wilayah Asia ke wilayah Pasifik/Australia. (Dylan Gaffney/The Raja Ampat Archaeological Project)

Di sedimen dasar Gua Mololo, tim peneliti menemukan bukti aktivitas manusia purba seperti arang, kerang, tulang hewan, dan beberapa pecahan batu. Selain itu, ditemukan pula potongan resin berukuran 1,4 sentimeter yang bentuknya bersudut-sudut.

Dari bentuknya, resin ini tampak hasil dipotong dari pohon, bukan terbentuk secara alami. Dari penanggalan radiokarbon yang dilakukan oleh tim peneliti, ditemukan bahwa resin tersebut berusia antara 50.000 hingga 55.000 tahun.

“Bahan ini sangat mudah terbakar dan merupakan sumber cahaya yang bagus di dalam gua,” kata peneliti utama studi, Dylan Gaffney, yang berasal dari School of Archaeology, University of Oxford, Inggris.

Namun, kemungkinan ada kegunaan lain untuk resin pada saat itu, seperti sebagai pewangi atau perekat.

Apa pun kegunaannya, ini menunjukkan bahwa manusia telah hadir di Waigeo, Raja Ampat, setidaknya 55.000 tahun yang lalu.

Artefak resin pohon modern yang digunakan untuk membuat api di Pulau Waigeo, Raja Ampat, 2018. (Dylan Gaffney/The Raja Ampat Archaeological Project)

Fakta bahwa artefak resin itu berusia 55.000–50.000 tahun menjadikannya artefak tanaman tertua yang dibuat oleh spesies kita di luar Afrika.

Para peneliti percaya bahwa artefak tersebut diproduksi dalam proses multitahap dengan memotong kulit pohon penghasil resin, membiarkannya mengeras, dan kemudian mematahkannya menjadi bentuk demikian, mungkin untuk menggunakannya sebagai sumber bahan bakar api di dalam Gua Mololo.

"Penggunaan pemrosesan tanaman yang kompleks menunjukkan bahwa manusia ini canggih, sangat gesit, dan mampu merancang solusi kreatif untuk hidup di pulau-pulau tropis kecil," simpul Profesor Daud Tanudirjo dari Universitas Gadjah Mada, yang juga menjadi salah peneliti dalam studi ini, seperti dikutif dari laman University of Oxford.

Temuan arkeologi dari Mololo memberikan bukti pertama yang kuat, yang secara langsung telah diuji dengan radiokarbon, bahwa manusia berpindah melalui rute utara ke wilayah Pasifik sebelum 50.000 tahun yang lalu.

Ini menunjukkan bahwa pulau-pulau Pasifik kecil yang ditumbuhi hutan hujan di sepanjang khatulistiwa merupakan tempat utama bagi migrasi dan adaptasi manusia.

Artefak resin pohon yang digali dari Gua Mololo, Raja Ampat, berusia 50.000–55.000 tahun. ( Dylan Gaffney/The Raja Ampat Archaeological Project)

Bukti baru ini menunjukkan bahwa Homo sapiens yang tinggal di sepanjang rute utara adalah pelaut terampil yang dapat dengan sengaja berpindah antarpulau dan bahwa mereka mengembangkan pembuatan alat yang kompleks dan bertahap yang melibatkan tanaman hutan hujan lokal untuk mendukung mata pencaharian mereka.

Tim peneliti melanjutkan penelitian arkeologi mereka di Papua Barat Daya ini dalam bentuk proyek besar yang didanai oleh National Geographic yang berupaya memahami bagaimana manusia purba beradaptasi dengan wilayah Pasifik dan mengubah perilaku mereka sebagai respons terhadap perubahan iklim di masa lalu. Untuk informasi terbaru terkait proyek ini, lihat raja-ampat-arch.com.