“Ketika gajah muda takut pada apa pun yang terjadi di dunia luar,” kata Sangita Iyer, penulis dan direktur eksekutif pendiri Voices for Asian Elephants, “mereka bersembunyi di bawah induknya agar merasa terlindungi.” Ironisnya, Hanno tidak mendapatkan ketenangan seperti itu.
Pada awal musim panas, Hanno akhirnya tiba di Lisbon, tetapi pada tahun 1514 ia pergi lagi. Gajah muda itu dikirim bersama dengan berbagai hadiah dari Raja Manuel untuk Paus Leo. Dokumen, mutiara, batu mulia, seekor kuda Persia, burung beo, seekor cheetah, dan dua macan tutul semuanya dimuat. Di tengah keriuhan pesta, Hanno bergabung dengan yang sudah ada di atas kapal, dan kapal meninggalkan pelabuhan.
Di mana pun kapal berhenti, orang banyak berbondong-bondong untuk melihat Hanno. Misalnya di Alicante, Spanyol, di Pulau Ibiza, dan di Pelabuhan Palma di Mallorca. Penumpang kapal tidak dapat menahan rasa ingin tahu penonton untuk tidak naik ke kapal. Akhirnya, Nicolau de Faria, pengawal kerajaan yang bertanggung jawab atas gajah itu, terpaksa menghindari pemberhentian.
Rombongan pun mencapai kota kecil Porto Ercole di Tuscan, tempat Faria harus menguasai galai untuk membawa Hanno ke daratan.
Faria ingin agar keriuhan itu segera berakhir. Harapannya tidak terkabul ketika penduduk kota dan petani datang untuk menyaksikan kedatangan Hanno. Bak karnaval keliling, penonton bergabung dengan Hanno dan utusan Portugis di jalan menuju Roma.
“Tentu saja, dia trauma,” kata Iyer. Semua orang itu menambah ketegangan mental, fisik, dan psikologis. Semua itu harus ditanggung gajah malang ini. Bahkan sekarang, katanya, mengangkut gajah untuk melakukan perjalannya yang sama juga tidak mudah.
Semakin banyak orang mengikuti Hanno dan Faria dengan menunggang kuda dan berjalan kaki. Semuanya berdesakan untuk melihat gajah tersebut. Kafilah yang berat itu merusak tanah dan properti, yang semakin membuat Hanno tertekan.
Jalan itu juga keras, secara harfiah. Permukaannya yang keras mengikis kaki Hanno dan gajah itu harus berhenti lebih sering untuk meredakan rasa sakitnya.
“Kaki gajah adalah salah satu bagian terpenting dari tubuh mereka,” kata Iyer. “Kaki mereka seperti empat pilar. Jika kaki gajah aus, itu akan berdampak pada kaki dan kemudian berdampak pada tubuh.” Pembusukan kaki, penderitaan, dan keruntuhan fisik dapat terjadi setelahnya.
Saat mereka berjalan menuju Roma, Faria dibombardir dengan permintaan agar gajah itu mengunjungi kastil atau vila. Dia menolak semuanya, meskipun bukan karena kurangnya waktu. Mereka sebenarnya berlari lebih cepat dari jadwal, tetapi Hanno perlu beristirahat, bukan didorong lebih jauh.
Mereka tiba di Roma lebih cepat dari yang telah direncanakan. Rombongan mengatur tempat menginap di vila kardinal di luar kota. Namun masyarakat yang bersemangat, memanjat tembok dan menginjak-injak kebun anggur. Keriuhan itu membuat Hanno terusir dari tempat perlindungan itu. Bahkan Garda Swiss, pengawal paus, tidak menghalangi kerumunan itu untuk mendekati Hanno.