Fenomena Pelacuran hingga Pornografi di Amerika Era Kolonial

By Galih Pranata, Rabu, 18 September 2024 | 16:00 WIB
Seorang pelaut berada di kamar bersama seorang pelacur. Adegan dalam lukisan karya Hogarth mirip dengan kehidupan di Philadelphia era kolonial. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Kota-kota besar Amerika berada di sepanjang pesisir, dan mereka mengoperasikan pelabuhan. Pelabuhan-pelabuhan mengembangkan perdagangan yang ramai.

Kota-kota pesisir menjadi tuan rumah bagi para pelaut dari kota-kota Amerika lainnya dan dari seluruh dunia, karena kapal-kapal Inggris sering diawaki oleh orang-orang dari semua bangsa dan ras.

"Di kota-kota perdagangan itu, prostitusi ramai berkembang, bahkan di Boston yang masih Puritan, dan tidak adanya regu polisi yang menangani prostitusi menempatkan penegakan hukum di tangan otoritas moral (gereja)," tulis Larry Holzwarth.

Larry menulisnya kepada History Collection dalam artikel berjudul 10 Weird Common Practices in Colonial America in the Early History yang diterbitkan pada 7 September 2024.

Gereja-gereja meminta informasi tentang pelacur untuk diserahkan ke pengadilan. Rumah bordil hadir di semua kota besar, dan keberadaannya bukanlah rahasia. Sebagian Philadelphia, yang saat itu merupakan kota terbesar di Amerika, dikenal sebagai Hell Town.

Di sana terdapat beberapa rumah bordil dan meskipun gagasan untuk menandai rumah bordil dengan lampu merah belum diterima, lokasinya mudah diketahui dari para pelanggan sebelumnya.

Beberapa rumah bordil khusus diperuntukkan bagi anggota masyarakat Philadelphia yang lebih berkelas, di mana orang bisa bersikap hati-hati, bermain kartu, menikmati anggur yang enak, dan para wanita yang menghibur dipastikan bebas dari penyakit kelamin.

Para pelacur jalanan berkeliaran di jalan-jalan dekat dermaga dan gudang, tempat bisnis dapat dilakukan dengan cepat di gang atau sudut gelap. 

Mereka sering kali ditemani secara diam-diam oleh kawanan yang kemudian merampok uang pelanggan yang tersisa sebelum membuangnya ke laut.

Hukuman ditetapkan bagi perempuan tuna susila. Perempuan yang bekerja sebagai pelacur biasanya didakwa dengan pelanggaran percabulan, dan hukuman yang lazim diberikan termasuk denda dan cambukan, yang dilakukan di depan umum.

Begitu pun tentang tempat-tempat yang jadi ekses pelacuran seperti penginapan, rumah bordil hingga bar dihukum dalam bentuk denda. Hukuman ini perlu ditegakkan karena menghindari sejumlah penyakit mengerikan.

Baca Juga: Sejarah Dunia Kuno: Mencari Pusat Pelacuran Suci di Kota Korintus