Nationalgeographic.co.id—Sebagai salah satu profesi tertua di dalam sejarah, pelacuran mendorong perekonomian kekaisaran Romawi. Kaum elite melakukan investasi besar dalam industri ini. Mulai dari manajemen rumah bordil hingga pajak yang dikenakan pada para pelacur. Semuanya, termasuk orang-orang yang berkecimpung dalam jasa pelayanan seks turut mendorong perekonomian Romawi. “Maka tidak heran jika Roma dikenal sebagai ibu kota prostitusi kuno,” tutur Kabir di laman Medium.
Mengapa prostitusi menjadi begitu menonjol di Romawi kuno?
Prostitusi berakar dari Yunani kuno. Perzinaan adalah pelanggaran berpotensi mendapatkan hukuman di Athena.
Jadi, para pria muda menggunakan budak wanita untuk memenuhi hasrat seks mereka. Kebiasaan ini pun diikuti oleh bangsa Romawi. Orang Romawi mulai menciptakan pelacuran dan memuaskan hasrat seks mereka. Kelas elite terlibat dengan pelacur kelas bawah atau wanita yang sangat membutuhkan uang.
Di masa itu, wanita merdeka diharapkan menjaga kesuciannya sampai menikah. Hal ini diatur dalam undang-undang yang dibuat oleh Kaisar Augustus. Jika wanita tertangkap basah berzina, sebagai hukumannya, ia harus bekerja di rumah bordil.
Prostitusi mendorong ekonomi Romawi kuno
Penggalian grafiti dan lukisan mural erotis di rumah bordil di Pompeii mengungkapkan jaringan luas perdagangan seks di Romawi.
Rumah bordil Pompeii terkenal dengan seks komersial. Para arkeolog menemukan lebih dari 134 goresan erotis di Lupanar di Pompeii.
Prostitusi dilegalkan oleh Aedile. Bukan urusan sepele, para perempuan pekerja seks komersil itu bahkan wajib mendaftar dan memiliki lisensi.
Masyarakat kelas bawah yang membutuhkan uang dan pekerjaan menjadi budak kelas atas. Selain itu, mereka juga dapat bekerja sebagai pelacur di rumah bordil.
Dalam hal ini, lagi-lagi kelas elite yang diuntungkan. Mereka memproyeksikan keuntungan yang diperoleh dengan berinvestasi di properti bordil. Untuk meraup untuk sebanyak mungkin, para investor ini tidak melewatkan kesempatan.
Kekaisaran pun tidak ketinggalan mengambil keuntungan dari praktik prostitusi. Caligula memungut pajak seks di mana bagian dari biaya layanan dari pelacur akan masuk ke dalam harta kekaisaran. Ini disebut sebagai pajak kekaisaran. Pajak yang sama dikenakan pada orang-orang yang menyediakan layanan seks.
Source | : | Medium.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR