Fenomena Pelacuran hingga Pornografi di Amerika Era Kolonial

By Galih Pranata, Rabu, 18 September 2024 | 16:00 WIB
Seorang pelaut berada di kamar bersama seorang pelacur. Adegan dalam lukisan karya Hogarth mirip dengan kehidupan di Philadelphia era kolonial. (Wikimedia Commons)

"Para pelacur jalanan dan pelaut yang berpindah-pindah berkontribusi secara signifikan terhadap munculnya penyakit kelamin di koloni-koloni, terutama penyakit yang disebut Cacar Besar atau sifilis," terus Larry.

Jual-beli budak sudah jadi hal yang lumrah di Amerika era kolonial. Tidak sedikit para wanita yang dijadikan budak menciptakan ekses cabul di abad-abad kelam itu. (Hulton Archive/Rischgitz/Getty Images)

Tak bisa tidak, salah satu maraknya pelacuran juga muncul akibat kemerosotan moral yang terjadi. Sejak era kolonial berlangsung, pelan tapi pasti akses pornografi juga berkembang di Amerika.  

Keberadaan materi, tulisan, sandiwara, dan lagu pornografi tersebar luas di koloni-koloni Amerika, meskipun apa yang saat itu dianggap pornografi berbeda dengan yang ada saat ini.

Hanya ada sedikit undang-undang yang secara khusus membahas konten pornografi tersebut, yang telah mengalihkan perhatian beberapa peneliti dari pengamatan keberadaannya.

Bahasa-bahasa yang digunakan pada era kolonial menggunakan kata-kata seperti cabul, mesum, tidak bermoral, penuh nafsu, dan sebagainya untuk menggambarkan apa yang saat ini disebut pornografi.

Benjamin Franklin menikmati dan menciptakannya dalam bentuk tulisan dan kartun, sering kali dengan menyamarkannya dalam gambar atau apa yang sekarang disebut grafik.

Para pendeta dari otoritas gereja memperingatkan tentang hal itu dari mimbar, dengan menyatakan bahwa menonton materi pornografi akan mengarahkan pelaku kejahatan ke pelanggaran hukum lain yang lebih serius, termasuk masturbasi, yang dianggap tidak bermoral dan juga ilegal.

Seorang pemuda bernama Samuel Terry dari Springfield Massachusetts didenda dan dicambuk setelah ditemukan di belakang halaman gereja, "...menggesek kemaluannya untuk memancing nafsu birahi," didorong untuk melakukan pelanggaran oleh pikiran cabul yang timbul dari ucapan yang tidak bermoral.

Literatur yang berkembang di koloni-koloni muncul pada masa kolonial yang menentang amoralitas perbudakan, dan maraknya para majikan dan pengawas yang menggunakan budak perempuan untuk tujuan seksual.

Pasar budak juga digambarkan secara rinci secara pornografi saat calon pembeli memeriksa para perempuan yang ditawarkan untuk dijual. 

Baca Juga: Temuan Bangunan Terbakar dari Abad Ke-18, Ternyata Rumah Pelacuran