Penambangan Pasir Sebabkan Kerusakan Permanen di Pulau Morotai

By Muflika Nur Fuaddah, Minggu, 22 September 2024 | 18:00 WIB
Kerusakan Daya Dukung Ekosistem Alami Akibat Penambangan Pasir Laut (Freepik)

Penambangan Pasir Pantai di Pulau Morotai

Penambangan pasir telah dilakukan di lahan petani di sepanjang kawasan pesisir pantai Desa Momujiu dan Sabatai Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai. Secara umum daerah ini merupakan tutupan vegetasi hutan pantai yang didominasi oleh tanaman kelapa, pala, ketapang, dan tumbuhan lainnya.

Kegiatan Penambangan pasir kawasan pesisir pantai ini telah berlangsung lama hingga menghasilkan dampak nilai ekonomi, sosial, dan lingkungan fisik untuk masyarakat kawasan pesisir pantai,

Hal ini diungkap oleh Irfan H. Abd Rahman dan Parto Sumtaki dalam Analisis Dampak Penambangan Pasir Pantai Terhadap Kerusakan Lingkungan Fisik di Kecamatan Morotai Selatan Kabupaten Pulau Morotai yang dimuat jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan.

Tak hanya itu, penambang pasir juga dilakukan untuk menyuplai kebutuhan pasir untuk pembangunan di Kabupaten Pulau Morotai, Kecamatan Morotai Selatan. "Pemilik kawasan pesisir pantai ini merupakan masyarakat asli Morotai yang bermukim di desa Momujiu dan Sabatai," tulis Irfan dan Parto.

Dulunya pemilik kawasan pesisir ini dijadikan sebagai lahan kebun kelapa kemudian lama-kelamaan diubah dengan lahan penambangan pasir.

"Berdasarkan hasil penelusuran di lapangan, ada sekitar 13 pemilik lahan yang masuk dalam kawasan pesisir pantai yang memberikan lahan mereka untuk dijadikan tempat penambangan pasir. Selanjutnya hasil penjualan akan dibagikan sama banyak kepada setiap keluarga yang punya hak," jelas mereka.

Meski begitu, perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan yang bersifat permanen tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan observasi, maka dapat dideskripsikan dampak negatif penambangan pasir akibat kerusakan di kawasan pesisir pantai kecamatan morotai selatan, yakni bekas penambangan pasir dengan diameter mencapai 30- 50 meter dan kedalaman sampai 3-4 meter di sepanjang pesisir pantai.

Kemudian bekas penambangan ini terjadi genangan air, akibatnya menjadi sarang jentik-jentik nyamuk yang berpotensi terjadinya perkembangbiakan penyakit malaria. 

Kemudian terjadi kerusakan ekosistem pantai sebagai akibat hilangnya hutan pantai hal ini ditunjukkan dengan tumbangnya pohon-pohon kelapa, ketapang, dan lainnya. Padahal posisi hutan pantai sepanjang kawasan pesisir pantai secara ekologi merupakan tameng alam yang sangat berguna untuk menahan lajunya gempuran ombak, intrusi air laut yang masuk ke daratan dan aktivitas abrasi laut.

Selain itu, ada kerusakan jalan tani antar lahan petani dan pesisir pantai. Jalan sekitar pesisir pantai digunakan oleh warga sekitar sebagai jalan penghubung masyarakat yang bertani antara desa Momujiu dan Sabatai.

Jalan pesisir tersebut kondisinya sangat rusak sehingga dapat membahayakan bagi pengendaraan bermotor petani maupun masyarakat pada umumnya. Kegiatan pengangkutan penambangan pasir di kawasan pesisir pantai yang menggunakan angkutan truk membawa pasir yang kapasitas yang banyak dan membebani jalan petani kemudian lintas antara desa.

Selain itu juga pengangkutan bobot beban yang berlebihan akan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas terutama di lokasi lahan tani maupun jalan utama.

Kegiatan penambangan pasir di kawasan pesisir pantai Kecamatan Morotai Selatan yang dilakukan selama ini mengakibatkan perubahan kondisi fisik sepanjang bibir pantai berupa banyaknya cekungan atau lubang bekas penambangan pasir. Sehingga menimbulkan tingkat abrasi pantai yang tinggi di wilayah pesisir pantai.

Perubahan garis pantai yang semakin menjorok ke daratan di beberapa lokasi garis pantai semakin mendekati pemukiman warga desa Sabatai Baru. Kerusakan fisik pantai sekaligus akan mengurangi nilai keindahan atau estetika pantai yang selama ini menjadi sala satu komoditas andalan kepariwisataan di Kecamatan Morotai selatan.

Tingkat kerusakan lingkungan fisik lebih tinggi, dari perbandingan yang cukup para dengan angka presentasi 71% rusak berat dan 29% rusak ringan. Penelitian tahun 2020 tersebut menemukan bahwa kegiatan penggalian pasir memberikan dampak yang cukup signifikasi terhadap keberlangsungan fungsi ekologi dari ekosistem hutan pantai, di mana hutan pantai akan mengalami degradai yang cukup tinggi hingga mencapai angka berhektar pada beberapa tahun kemudian.