Semua Agama Punya Ajaran Ramah Lingkungan, Bagaimana Pemeluknya di Indonesia?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 8 November 2024 | 14:00 WIB
Seorang polisi dan anak-anak menanam mangrove di pesisir. Bagaimana masyarakat penganut agama di Indonesia berperilaku ramah lingkungan dan memandang ajarannya sebagai solusi penyelesaian permasalahan iklim? (Alim Saputra/Wikimedia)

Nationalgeographic.co.id - Benarkah agama bisa menjadi solusi atas permasalahan ekologis di Indonesia? Pelbagai agama terbukti menuliskan perintah dan anjuran yang dapat ditafsirkan untuk melestarikan lingkungan, seperti dalam laporan sebelumnya.

Namun, ajaran dan pemeluk agama dapat memiliki pandangan yang berbeda. Hal itu yang diungkap Iim Halimatusa'diyah lewat surveinya bersama rekan-rekan di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta.

Temuan itu dipresentasikannya di Wednesday Forum "From Belief to Action: Religious Values and Pro-Environmental Behavior in Indonesia" yang diselenggarakan Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM dan Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) pada 4 September 2024.

Para peneliti mengungkap bahwa mayoritas masyarakat di Indonesia meyakini bahwa perubahan iklim disebabkan kerusakan manusia, terutama aktivitas ekonomi. Menariknya, masyarakat beragama Indonesia memiliki pandangan bahwa perubahan iklim adalah hukuman atau azab dari Tuhan atas tindakan manusia.

Lebih lanjut, survei Iim mengungkap tindakan ramah lingkungan masyarakat beragama. Hasilnya, masyarakat beragama yang menjalankan ritual keagamaan cenderung bertindak ramah lingkungan.

"Perilaku yang paling sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah perilaku yang bermotif ekonomi seperti menghemat air dan listrik serta perilaku yang tidak memerlukan biaya seperti menegur/mengingatkan orang lain untuk peduli terhadap lingkungan," jelas Iim.

Perilaku bermotif ekonomi ini lebih sering dilakukan oleh generasi muda di Indonesia. Contoh perilaku ramah lingkungan jenis ini seperti menggunakan botol minuman di kedai kopi yang menyediakan potongan harga bagi yang membawa. 

Survei itu melaporkan bahwa perilaku yang lebih sering dilakukan adalah "mematikan listrik atau alat elektronik ketika tidak digunakan" sebesar 62.41 persen. Perilaku ini diikuti dengan "menghemat penggunaan air" yang sering dilakukan 51,50 persen dari responden.

Sebaliknya, perilaku yang memerlukan biaya seperti berdonasi dan berpartisipasi secara tenaga untuk kampanye atau menjadi aktivis lingkungan adalah yang lebih sedikit. 78 persen dari responden dalam survei mengaku tidak pernah "menandatangani petisi (tuntutan) terkait isu peduli lingkungan".

"Unik ya, padahal tanda tangan petisi itu tidak mengeluarkan biaya dan tenaga," Iim berpendapat.

Perlu diingat, komitmen beribadah pada masyarakat beragama bukan berarti memiliki pandangan konservatif, Iim menegaskan. Kalangan konservatif menolak penafsiran ulang pandangan ajaran agama dan perubahan.

Baca Juga: Habib Husein Ja'far: Islam Mengajarkan Konservasi Alam Sejak Lama