Nationalgeographic.co.id—"Te'e Laganda itu nama air tempat permandian di Desa Balasuna Selatan, yang punya banyak cerita," ujar Elsafitri menjelaskan makna di balik nama komunitas ekowisata yang dikelolanya. "Dulunya di Te'e Laganda ini tempat masyarakat setempat melakukan transaksi jual beli, baik itu menggunakan uang ataupun menggunakan sistem barter."
Ia merupakan Ketua Komunitas Te'e Laganda yang memandu para pejalan dalam paket ekowisata perdana di desanya. Meski sedikit gugup saat menerangkan, perjalanan sore itu sungguh menyenangkan.
Semua pejalan boleh jadi telah mengenal Kepulauan Wakatobi sebagai salah satu destinasi selam terbaik di dunia. Dunia bawah lautnya laksana nirwana terumbu karang yang memiliki kekayaan pusparagam kehidupan, sekaligus lumbung ikan. Namun, masih sedikit para pejalan yang mengenal Wakatobi karena pusparagam budayanya.
Sejatinya kekayaan ragam kehidupan dan budaya inilah yang menjadikan kepulauan ini sebagai salah satu kawasan yang berpeluang besar dalam pengembangan ekowisata berbasis histori, tradisi, dan ekologi.
Atas peluang itulah komunitas muda di empat desa kepulauan ini menggelar uji coba paket wisata pada 18-21 September silam. Komunitas Te'e Laganda dari Desa Balasuna Selatan, Kecamatan Kaledupa; komunitas Poassa Nuhada dari Desa Kulati, komunitas Tadu Sangia dari Desa Dete, Kecamatan Tomia Timur; dan komunitas One Soea dari Desa Kollo Soha, Kecamatan Tomia.
Mereka mengajak wisatawan dalam paket wisata mengeksplorasi jejak sejarah dan budaya, yang dikaitkan dengan kearifan leluhur dalam memuliakan alam. Setiap komunitas memiliki keunggulan destinasi, seperti mengunjungi situs budaya Puo Nu Futa di Desa Balasuna Selatan, menjelajahi hutan adat Liang Kuri-Kuri di Desa Kulati, menyaksikan pertunjukan tari Hekulu-Kulu dari Desa Kollo Soha, hingga mengunjungi rumah pembuatan tenun dan kerajinan tangan khas Wakatobi.
Keterlibatan komunitas desa dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata berpeluang untuk memberdayakan warga dalam mengendalikan sumber daya dan masa depan mereka. Pendekatan partisipatif ini menjanjikan manfaat bahwa suara warga dalam komunitas-komunitas pengelola paket ekowisata memiliki saluran dalam proses pengambilan keputusan.
“Selain wisata bahari, Wakatobi memiliki potensi wisata sejarah dan budaya yang kaya. Potensi-potensi ini perlu ditonjolkan untuk mendatangkan wisatawan yang berminat kepada wisata yang erat kaitannya dengan masyarakat. Dengan begitu, sejarah dan budaya di setiap daerah di Wakatobi akan lebih dikenal oleh masyarakat luar,” ujar Muhidin, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi, dalam rilis resmi Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Muhidin menambahkan bahwa pariwisata merupakan salah satu sektor penting yang mampu memberikan kontribusi signifikan bagi masyarakat Wakatobi. Maka dari itu, menurutnya, perlu ada pengembangan paket wisata yang inovatif untuk dapat lebih menarik minat wisatawan berkunjung ke Wakatobi.
Baca Juga: Masyarakat Adat Garda Terdepan Kelestarian Taman Nasional Wakatobi