Otomobil Elit Jawa: Tatkala Mobil Pertama Muncul di Hindia Belanda

By Galih Pranata, Sabtu, 28 September 2024 | 08:00 WIB
Elit Jawa sangat mencintai dunia otomotif, terlebih kemunculan otomobil yang menarik perhatian. Bahkan, Paku Buwana X (kiri) menjadi raja pertama di dunia yang memiliki otomobil pribadi. (Historiek)

Nationalgeographic.co.id—"...otomobil sampai di depan sebuah rumah sederhana di pinggir jalan besar. Kendaraan yang memasuki pekarangan itu dalam waktu pendek dirubung penduduk. Juga isi rumah ke luar belaka, terheran-heran melihat ada otomobil singgah."

Kutipan tersebut berhasil menggambarkan ketakjuban masyarakat di awal abad ke-20, ketika otomobil mulai masuk ke pedalaman. Ya, Jejak Langkah (1987) gubahan Pramoedya Ananta Toer sukses menggambarkan kehadiran mobil pertama.

Selepas masa velocipede, sepeda onthel, setelahnya masuk otomobil ke Hindia Belanda. Sebutlah hari ini otomobil itu dengan mobil yang lebih familiar. Lantas, bagaimana otomobil masuk pertama kali ke Hindia? Siapa punya?

Dalam catatan yang dirangkum oleh Willem Kooijmans kepada Historiek, ia menulis artikel berjudul De eerste automobiel op Nederlands grondgebied, terbitan 8 April 2024, menyebut bahwa Paku Buwana X dianggap yang pertama memiliki otomobil.

"Pada tahun 1893, Paku Buwono X naik tahta sebagai Soesoehoenan, atau sultan Surakarta. Menjadi salah satu sultan terbesar di Surakarta sampai pada jabatan yang dipegangnya berakhir pada tahun 1939," imbuh Kooijmans.

Hal tersebut juga dikuatkan oleh Peter Post dan May Ling Thio dalam bukunya The Kwee Family of Ciledug (2018) yang menyebut jika "...(Paku Buwana X) dianggap sebagai raja pertama di dunia yang memiliki mobil."

Pada awal tahun 1894, atau setahun setelah naik tahta, Soesoehoenan Surakarta itu diketahui telah mendatangkan otomobil Mercedes dari Jerman, melalui perantaraan department store Pröttel and Co. di Surabaya.

Peter Post juga mengimbuh bukti terkuat itu jika "Pröttel & Co. yang ada di Surabaya, dapat dianggap sebagai dealer mobil pertama di Jawa." Jelas bahwa Jawa memelopori negara asalnya, Hindia Belanda sebagai tempat mobil pertama kali diperkenalkan.

Pröttel & Co. di Surabaya setelahnya memperkenalkan Mercedes Benz sebagai produknya secara komersil pada 1896. Ia menjadi dealer yang terdepan dalam pemasaran otomobil di kawasan Asia.

Setelahnya menyusul Jepang dengan mobil pertama mereka di tahun 1901 dan selanjutnya Siam (kini Thailand), di mana catatan mobil pertama mereka baru diketahui pada tahun 1904.

Keluarga Van Holtke dalam sebuah otomobil di Delanggoe, Karesidenan Soerakarta. (KITLV)

Baca Juga: Ambtenaar: Seistimewa Apa Pegawai Negeri di Zaman Hindia Belanda?

Pada tahun-tahun awal kemunculannya di Jawa, otomobil hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang yang tajir melintir. Setidak-tidaknya kebanyakan dibeli oleh asisten residen, dokter, dan plantenbakken (pemilik perkebunan).

Seperti halnya Paku Buwana X, diketahui memiliki otomobil pertamanya bermerek Benz Victoria Faëton dengan enam tempat duduk, 300 cc, bertenaga 5 hp dengan penggerak sabuk, dua gigi maju tetapi tanpa opsi mundur.

F.F. Habnit, penulis buku Krèta Sètan: "de duivelswagen" (1977), menyebutkan bahwa Paku Buwana X membayar mahar sebesar f.10.000 (gulden Belanda) untuk mobil tersebut. Jumlah yang sangat fantastis dan sangat besar di Hindia Belanda pada saat itu. Bahkan, beberapa rumah dapat dibeli darinya.

Namun, di antara otomobil mewah di masanya itu, apakah Paku Buwana menyupir secara mandiri? Atau apakah benar A. Leibholz, mantan KNIL yang menjadi supir otomobilnya? Belum dapat dipastikan kebenarannya. 

Pada tahun 1924, ketika mobil tersebut sudah beberapa lama tidak digunakan, pihak kerajaan menjual mobil tersebut kepada Tuan A. Tresfon, perwakilan resmi Rotterdam.

Tresfon kemudian memberikan mobil tersebut kepada putra-putranya, yang menjalankan perusahaan otomotif di Kruiskade di Rotterdam. Tujuannya adalah untuk memamerkan Benz di RAI pada tahun 1924. Namun, tidak jelas apakah hal ini benar-benar terjadi.

Mobil Benz Victoria dari Eropa milik Pakubuwana X yang jadi saksi bisu lemparan bom oleh oknum radikalis di Surakarta pada 1923. (Wikimedia Commons)

Kalangan elit di Jawa, seperti halnya para raja Jawa, keturunannya, keluarga bangsawan dan aristokrat, bupati dan pemimpin-pemimpin daerah lainnya, memang dikenal sebagai pencinta otomotif, terlebih saat kemunculan otomobil.

Jawa berada di garis depan di seluruh dunia dalam pengenalan kendaraan transportasi modern ini. Tentu saja, pada dekade terakhir abad kesembilan belas dan dekade pertama abad kedua puluh, Jawa menjadi pionir dalam transportasi modern.

Setelah menjadi barang komersil, otomobil tidak hanya mengubah lanskap perkotaan di Jawa, namun juga mengubah gaya hidup sehari-hari di daerah pedesaan, khususnya di daerah dimana pabrik gula berada, dimana kereta kuda dan kendaraan beroda tinggi menjadi alat transportasi utama.

Salah satu alasan Pulau Jawa mampu menjadi pionir di bidang otomotif adalah karena di Jawa sendiri, tidak ada batasan dalam kepemilikan otomobil. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan Eropa.

Aturan terhadap penggunaan mobil di Eropa sangatlah rumit. Di Swedia, misalnya, seorang pemilik otomobil pada tahun 1895 diwajibkan mengirimkan penunggang kuda untuk memperingatkan penduduk desa bahwa ada mobil yang datang.

Selain itu, rute dan waktu kedatangan otomobil yang akan melintas harus diumumkan di surat kabar lokal enam hari sebelumnya perlintasannya. Barangkali, orang-orang Eropa di Jawa akan lebih leluasa juga perihal kepemilikan mobil.