Ada beberapa penulis berpengaruh di akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang menganggap Prometheus sebagai inspirasi kunci dalam visi imajinatif mereka untuk mengubah dunia.
Bagi Goethe, Byron, dan keluarga Shelley, Prometheus adalah pembangkang penguasa, simbol penderitaan sekaligus pencipta umat manusia.
Prometheus Goethe dan Kreativitas Seni
Johann Wolfgang Goethe (1749–1832) yang hidup pada ambang Romantisisme Eropa, membuat gebrakan awal dengan menerbitkan novel The Sorrows of Young Werther pada usia 25 tahun (1774).
Masa kejayaan Goethe atas kesuksesan berbagai karya-karyanya menjadikannya "perwujudan seni Jerman yang" pada abad ke-19. Setelah Jerman bersatu dalam betuk kekaisaran pada tahun 1871, universalisme dan kosmopolitanisme yang terkandung dalam karya-karya Goethe mampu melepaskan orang Jerman dari patriotisme lokal dan menemukan identitas baru sebagai negara-bangsa.
Carol Dougherty dalam bukunya Prometheus menyebutkan bahwa sepanjang karier Goethe, mitos Prometheus muncul secara berkala. Pada tahun 1773, ia menulis dua babak drama berjudul Prometheus (yang diterbitkan pada tahun 1830).
"Dalam drama tersebut, Prometheus menjadi putra Zeus yang memberontak dan bersikeras menciptakan dunia manusia dengan caranya sendiri. Prometheus juga mengajarkan manusia cara menghadapi kehidupan duniawi," tulis Carol.
"Pada tahun berikutnya, ia menyusun ode liris untuk Prometheus dengan tema serupa. Prometheus juga memengaruhi karya paling terkenal lainnya yang berjudul Faust."
"Baik Prometheus ataupun Faust punya karakter sama-sama sebagai pencipta, pemberontak, dan pendukung umat manusia, setelah sebelumnya menjadi pelayan setia Tuhan yang berpaling dan kemudian didamaikan dengan kekuatan ilahi," paparnya.
Pada tahun 1808, dalam sebuah epik mengenai hakikat umat manusia berjudul Pandora, Goethe mengadaptasi peran Prometheus sebagai simbol dari konflik abadi antara dewa-dewa dan manusia untuk menggambarkan pertarungan kekuatan di dalam diri manusia.
Selain karya-karya puisi ini, Goethe memakai saripati mitos Prometheus untuk merenungkan kehidupannya sendiri sebagai penyair. Pada tahun 1813–1814, dalam sebuah karya berjudul Poetry and Truth, Goethe menjelaskan bahwa Prometheus baginya merupakan sosok jenius yang menjembatani antara para dewa dan manusia.
Baca Juga: Plato Ubah Mitos Prometheus hingga Jadi Alat Gerakan Intelektual Revolusioner